Memaknai Kesaktian Pancasila

Other

by Eka Setiawan

Hari ini, 1 Oktober 2019 Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Sebuah peringatan, penghormatan atas para jenderal yang gugur pada peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Peringatan ini juga menjadi semacam peneguhan "kesaktian" Pancasila. Dia tetap kokoh meskipun ada kelompok-kelompok tertentu yang merongrongnya.

Pancasila sendiri tentu bukan sesuatu yang baru bagi Bangsa Indonesia, bukan pula sebuah agama. Tapi dia, sebagaimana dikatakan Friederich C.von Savigny (filsuf dan sejarawan Jerman), Pancasila adalah "volkgeist" alias jiwa rakyat.

Ini diartikan, nilai-nilainya sudah dalam diri masyarakat Indonesia. Mengingat pada tahun 1945 tepatnya pada 1 Juni, jadi Hari Lahir Pancasila (dirumuskan Sukarno), artinya "Pancasila" itu sebenarnya sudah ada sebelum republik ini diproklamirkan.

Di tiap-tiap kebiasaan manusia-manusia Indonesia (selanjutnya disebut Bangsa Indonesia), berbagai suku, dengan keberagamannya, "Pancasila" sudah ada. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan hingga keadilan ada di sana. Hanya saja belum dirumuskan lebih modern sampai jadi Pancasila ini.

Kalau diperas lagi lebih dalam, Pancasila adalah gotong royong. Ini adalah tradisi yang sudah ada di berbagai adat kebudayaan di Indonesia, nilainya sama, subtansinya sama hanya saja berbeda penyebutannya. Sebut saja ada tradisi gugur gunung (wilayah Yogyakarta), sabilulungan (Jawa Barat), ngacau gelamal (Bengkulu), alak tau (Dayak, Kutai Timur), marsialapari (Mandailing Sumatera Utara), ngayah (Bali), nugal (Kalimantan Barat), ataupun song-osong lombhung (Madura). Itu hanya beberapa saja tradisi-tradisi di Indonesia yang substansinya adalah gotong royong. Intinya sama, hanya beda penyebutannya saja.

Hal ini mencerminkan, sesama manusia Indonesia tentunya saling bantu, saling menolong dalam kebaikan, bersedia mengerahkan bantuan ketika ada sesamanya yang kesusahan. Kalau sudah begini, Indonesia tentunya akan "sakti", se"sakti" Pancasila yang ada pada tiap jiwa Bangsa Indonesia.

Kalau sudah begini, semuanya bersatu, gotong royong dalam kebaikan, bukan tidak mungkin pemerintah tidak usah susah-susah, misalnya membatasi akses media sosial, blokir sana blokir sini untuk mencegah tersebarnya provokasi, hoaks ataupun ajakan kontraproduktif lainnya. Sebab, masyarakatnya sudah tangguh, sudah punya benteng yang yahud untuk menangkal semua yang mencoba merusak.

 

FOTO DOK. RUTAN BATANG

Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Rumah Tahanan Negara Batang, Selasa (1/10/2019).

Komentar

Tulis Komentar