Membaca Buku Membangun Peradaban

Other

by Eka Setiawan

Oleh: Rakhmat Bhekti Darmawan, S.Pd


(Bekerja di Universitas Terbuka dan Guru Sejarah di Pokjar PKBM Sarana Maju Kota Tegal)


 

“Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas,” (Moh. Hatta)


Sang Proklamator, Mohammad Hatta, adalah salah satu sosok yang dikenal dekat dengan buku. Beliau sangat gemar membaca buku.

Dalam beberapa literatur biografinya, disebutkan sepulang dari belajar di Belanda, Hatta membawa semua koleksi bukunya. Totalnya sampai 16 peti.

Buku-buku itulah yang kemudian menemani kemanapun Hatta pergi, bahkan ketika dalam pengasingan di Boven Digul (Papua), Banda Neira (Maluku), Bangka hingga kembali ke Batavia (Jakarta-red).

Tak sampai di situ kecintaan Hatta terhadap buku, bahkan ketika melamar Rahmi, Hatta mempersembahkan mas kawin berupa buku karyanya sendiri berjudul “Alam Pikiran Yunani”.

Kecintaan Hatta terhadap buku itulah yang membawanya menjadi sosok pejuang intelektual dan negarawan besar.

Dari sosok Hatta, kita belajar bahwa buku bukan sekadar kertas yang bertulis tinta saja. Lebih dari itu, buku adalah sumber kemajuan. Kecintaan Hatta terhadap buku sama halnya dengan kecintaannya pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah kunci majunya sebuah peradaban.

Pada konteks itu, minat membaca buku menjadi sangat penting. Membaca buku adalah kunci untuk membangun kehidupan yang berkualitas.

Namun, sangat disayangkan, minat baca buku bangsa Indonesia saat ini masih belum menggembirakan. Salah satu penyebabnya; tingginya ketergantungan masyarakat dalam menyerap informasi melalui internet. Padahal, informasi yang bertebaran di internet, tentunya belum pasti kebenarannya.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, pada tahun 2018 dari total jumlah penduduk Indonesia, 54 persen di antaranya menggunakan internet.

Sementara, hasil riset yang dilakukan Wearesosial Hootsuite (Januari 2019),  prosentase pengguna media sosial di Indonesia sebesar 56% dari 48% masyarakat. Artinya ada sekitar 150 juta orang Indonesia yang setiap harinya menggunakan media sosial.

Tim dari Fact Checker MAFINDO mencatat, sepanjang tahun 2018 terdapat 997 hoaks beredar di tengah masyarakat, yang 448 di antaranya adalah pemberitaan hoaks bertema politik.

Dari kajian data diatas, menandakan bahwa masyarakat haruslah berpikir secara kritis dan bijak dalam menggunaan media sosial, sembari mencari referensi lain ketika menerima sebuah informasi. Membaca buku salah satu solusinya.

Hari Buku

Pada 23 April ini, diperingati Hari Buku Internasional, sebagaimana ditetapkan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Peringatan ini untuk memperingati hari kematian penulis-penulis terbaik dunia, seperti Cervantes (Spanyol), Shakespeare (Inggris), dan Inca Garcilaso de La Vega (Spanyol).

Peringatan Hari Buku ini diharapkan menjadi pengingat dan katalisator untuk menggenjot minat baca agar semakin tinggi. Sebab, berkembangnya ilmu pengetahuan menjadi alasan mutlak bagi berkembangnya peradaban sebuah bangsa.

Maka, melalui momentum peringatan itulah, penting bagi kita untuk mulai berfikir ulang tentang menumbuhkan minat membaca buku.

Salah satu hal mendasar yang bisa kita lakukan adalah memulai dari lingkungan kita sendiri. Misalnya lingkup keluarga.

Kita tentu masih ingat, dulu, sejak internet belum segampang sekarang diakses, ketika kita masih bocah kemudian rewel, pasti ibu memberikan bahan bacaan, seperti majalah anak, komik, atau bacaan tentang kisah dongeng kancil dan buaya.

Saat ini, ketika anak rewel orang tua cenderung langsung memberikan gadgetnya kepada anak, dengan harapan si anak tidak rewel. Padahal apa yang tersaji di gadget itu kontennya belum tentu semuanya mendidik.

Cara-cara menggampangkan anak memegang gadget inilah yang harus segera kita ubah. Anak-anak harus dikenalkan lagi dengan buku-buku bacaan. Baik komik atau majalah, dan sebisa mungkin mengurangi interaksi mereka dengan gadget.

Para orang tua harus kontrol betul anak-anaknya. Sebab, kurangnya kontrol kepada anak selain menyebabkan berkurangnya minat baca dan belajar mereka, juga dapat menjerumuskan anaknya ke dalam jurang kebodohan. Ini jika setiap harinya, para anak dibiarkan saja bermain dengan gadget.

Sebagai generasi penerus bangsa, amat penting bagi anak-anak untuk mengakrabi buku. Dari merekalah kita bisa berharap melihat kembali sosok-sosok Hatta yang baru. Sosok negarawan besar yang mencintai buku.

Sejatinya kehadiran buku bukan sekedar pajangan di rak-rak perpustakaan atau koleksi di lemari-lemari ruang tamu saja. Buku merupakan aspek terpenting dalam kemajuan kehidupan manusia.

 

Sumber Gambar: https://3.bp.blogspot.com/-76hBIR0Rsh0/WSlO9Eqq0mI/AAAAAAAAAEo/AagCaE7tkk0y6id05mXNC_lFo7Fks_A-QCEw/s1600/WorldBookDay.jpg

Komentar

Tulis Komentar