Setelah seharian berada di jalan, akhirnya jam 5 sore kami sampai di rumah paman saya di daerah Tambun Bekasi. Menyaksikan kemacetan dan kondisi jalan di sepanjang perjalanan dari Lapas Salemba sampai ke Tambun (kami memilih tidak lewat tol karena seringnya tol juga macet, jadi mending sama-sama macet tapi nggak bayar), saya baru paham mengapa sebagian orang menyebut Bekasi sebagai ‘other planet’. Yaitu karena butuh perjuangan ekstra untuk bisa sampai di Bekasi.
Rasa-rasanya sejak semalam menunggu pagi sampai seharian di perjalanan itu mirip-mirip rasa bahagia yang saya alami ketika menantikan hari perikahann dan perasaan pada hari pernikahan dulu. Hahaha !
Selepas shalat maghrib, setelah makan malam yang spesial karena telah disiapkan secara khusus oleh istri paman, kami terlibat obrolan hangat sambil menikmati hidangan pencuci mulut. Saya menjelaskan kepada paman bahwa Pak Sapto yang mengantar saya itu adalah dari Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia (PRIK-KTUI) yang pernah melakukan kegiatan program re-edukasi bagi para napiter di Lapas Salemba. PRIK-KT UI itu juga yang menjadi Lembaga yang menjadi mitra Lapas Salemba dalam kegiatan asimilasi saya sebagai syarat mendapatkan pembebasan bersyarat.
Paman saya mewakili keluarga saya kemudian mengucapkan banyak terimakasih atas bantuannya selama ini kepada saya, termasuk telah menjemput ke lapas dan mengantarkan sampai rumahnya. Seharusnya dirinya yang menjemput tapi karena siang harinya baru balik dari luar kota, maka awalnya saya berencana pulang sendiri dari Bogor kalau tidak ada yang menjemput.
Malam itu saya bermalam di rumah paman sebelum melanjutkan perjalanan ke kampung halaman dengan bis umum pada keesokan harinya. Pagi harinya saya diantarkan paman untuk membeli tiket bis ke agen lalu ke tempat kos adik saya. Kebetulan ada agen bus malam ada di dekat tempat kos adik. Jadwal keberangkatan busnya adalah jam 2 siang, jadi saya akan menunggu di tempat kos adik. Siangnya saya diantarkan adik ke agen bis dan menemani saya sampai bis yang saya tumpangi datang.
Perjalanan pulang itu terasa sangat menyenangkan. Tak henti-hentinya saya terus memperhatikan pemandangan di sepanjang perjalanan, termasuk memperhatikan kendaraan di sekitar saya. Betapa selama tiga tahun lebih sudah banyak yang baru, termasuk bis antar kota antar provinsi yang semakin modern.
Meskipun menyenangkan tetapi perjalanan itu terasa lama banget tidak sampai-sampai karena hati ini sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan anak istri dan orangtua saya. Hehe…
Menjelang Shubuh keesokan harinya, alhamdulillah akhirnya saya sampai dengan selamat di rumah dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh keluarga saya. Suasana bahagia pun menyelimuti kami semua sepanjang hari itu.
Hal pertama yang saya lakukan bersama anak saya adalah mengantarkan mereka ke sekolah. Semua mata di sepanjang jalan tertuju kepada saya ketika saya mengantarkan anak-anak ke sekolah. Apalagi saya mengendarai motornya pelan-pelan, karena perlu menyesuaikan lagi setelah 3 tahun lebih tidak mengendarai motor.
Saya merasakan orang yang paling berbahagia adalah istri dan anak-anak saya. Dan saya paling bahagia ketika bisa bermain kembali dengan anak-anak, terutama dengan anak bungsu saya yang ketika saya meninggalkannya masih baru mau masuk TK dan pada saat saya pulang sudah kelas 2 SD. Saya telah kehilangan banyak momentum bisa bermain bersamanya.
Maka untuk menebusnya saya menuruti semua keinginannya dan menghabiskan banyak waktu untuk menemaninya bermain dan belajar di awal-awal saya kembali berada di rumah.
(Bersambung)