Fanatisme Melukai Kemanusiaan

Other

by Eka Setiawan

Pekan ini, ada salah satu kabar yang tak mengenakkan tersiar. Adalah tentang meninggalnya Haringga Sirila. Seorang suporter sepak bola yang meregang nyawa pada Minggu (23/9/2018) siang jelang duel Persija Jakarta melawan Persib Bandung di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).

Kabar ini tersiar ke mana-mana, dari media massa, media sosial sampai status ucapan belasungkawa. Bahkan videonya bertebaran. Di sana, kita menyaksikan bagaimana seorang suporter dikeroyok begitu sadis hingga akhirnya meregang nyawa.

Ini jelas melukai kemanusiaan kita. Akal sehat tak mungkin bisa menerimanya. Nurani kita pasti menangis dipertontonkan kebrutalan seperti itu.

Bagaimana mungkin, kita yang sama-sama Indonesia, hanya (mungkin) karena berbeda dukungan klub, dukungan kepada kami tertentu, lantas bisa berbuat seenaknya. Atasnama fanatisme?

Sepak bola dan aksi brutal jelas-jelas dua hal berbeda. Sepak bola yang merupakan olahraga, jelas-jelas menjunjung tinggi sportivitas. Mau menang, kalah, yang penting sportif bertanding.

Sementara, aksi brutal jelas-jelas bukanlah manifestasi dari sportivitas. Itu murni merupakan kejahatan, perbuatan melawan hukum, dari hukum positif kita itu adalah tindakan pidana.

Jadi apapun tindak pidana yang terjadi, haruslah mempunyai akibat hukum. Di sini, penegakkan hukum haruslah betul-betuk ditegakkan oleh aparatur negara.

Mungkin sebagai introspeksi bersama, kejadian itu bisa saja salah kita bersama. Sebagai individu yang bermasyarakat, keluarga, pemerintah maupun negara yang tidak ambil bagian dalam mendidik anak-anak muda generasi penerus bangsa untuk menjadi manusia beradab dan bertuhan.

Kita tentunya sama-sama punya harapan bangsa ini bisa terus maju, tak terkecuali di bidang sepak bola.

Di bawah tiang bendera, sama-sama kita bernaung. Di tanah, di air yang sama kita ada. Di Merah Putih yang sama, itulah semangat kita. Seharusnya.

Jadi, fanatisme berujung kebrutalan, bertindak semena-mena, melupakan kebhinnekaan kita, tentunya tidak dibenarkan. Fanatisme tertentu berujung tindakan anarkistis mencabut nyawa adalah tragedi kemanusiaan. Tragedi yang tidak boleh terjadi lagi di Indonesia ini, di kehidupan ini, di bumi tempat kita tinggal ini.

 

SUMBER GAMBAR: https://law-justice.co/ainoo/news-detail/2018/09/24/berduka-suporter-persija-tewas-ripharingga-ramai-di-twitter.jpg?svn=201712100800

Komentar

Tulis Komentar