Respons Stakeholder terhadap Upaya Reintegrasi Para Mantan JI Lampung (2-habis)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Pada 3 Maret 2023 bertempat di salah satu kafe di kawasan Lampung City Walk, saya bersama Kanit Idensos Satgaswil Lampung Densus 88/Antiteror Polri bertemu dengan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Lampung, Prof. Sudarman.

Dalam pertemuan itu kami membahas temuan dalam kegiatan terakhir di Pesawaran dan Pringsewu, yang salah satu poin utamanya adalah soal keinginan teman-teman mantan JI untuk bergabung dengan Muhammadiyah. Alasan dan urgensi dari keinginan tersebut saya jelaskan bergantian dengan Kanit Idensos. Prof. Sudarman pun menyimak dengan antusias penjelasan kami.

Sebelum menanggapi penjelasan kami, terlebih dahulu Prof. Sudarman menanyakan tentang pengalaman saya bersama Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP). Menurut beliau kehadiran lembaga non-pemerintah itu penting sekali dan memang sangat dibutuhkan. Beliau tertarik untuk bermitra dengan KPP dalam kerja-kerja pencegahan radikalisme-terorisme di wilayah Lampung.

Beliau juga menyampaikan bahwa di kalangan aktivis Muhammadiyah kesadaran akan pentingnya berperan dalam pencegahan radikalisme-terorisme masih perlu banyak ditingkatkan.

“Saya kira kami perlu sering-sering melakukan diskusi dan sharing dengan orang-orang seperti Mas Arif ini. Agar bisa saling melengkapi dari sisi pengetahuan dan pengalaman,” ujar beliau.

“Siap Prof. Insya Allah setiap saya datang ke Lampung akan saya kabari," saya menanggapi.

Kemudian menanggapi soal keinginan teman-teman mantan JI yang ingin bergabung dengan Muhammadiyah, beliau menyampaikan beberapa poin penting, yaitu:

Pertama, Muhammadiyah siap menerima dan membina para mantan JI yang ingin bergabung dengan Muhammadiyah. Ini sudah menjadi bagian dari komitmen PWM Lampung ketika diminta oleh Densus agar membantu dalam pembinaan para mantan JI setelah islah.

Kedua, di dalam struktur Muhammadiyah ada 28 majelis dan lembaga yang bisa difungsikan oleh teman-teman mantan JI yang ingin berkiprah untuk umat bersama Muhammadiyah sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Tapi tentu saja untuk bisa sampai di tahap itu harus melalui serangkaian proses seleksi secara alamiah. Sebagai sebuah ormas besar, tentu Muhammadiyah memiliki standar tertentu yang harus dipenuhi dan harus dibuktikan dulu oleh teman-teman mantan JI. Bahkan meskipun mereka ini memiliki keluarga yang merupakan anggota Muhammadiyah sekalipun, tetap harus melalui proses secara alamiah.

Menurut kami ini wajar, karena Muhammadiyah tentu tidak ingin ketika dalam perjalanan ada yang kembali terlibat kasus terorisme atau menyebarkan paham radikal. Apalagi di Lampung masih ada DPO kasus terorisme yang merupakan keluarga seorang tokoh Muhammadiyah sebuah kota.

Ketiga, perlunya dirumuskan mekanisme pengawasan atau kontrol terhadap para mantan JI ini. Sehingga untuk langkah-langkah strategis ke depan, Muhammadiyah akan bersinergi dengan berbagai pihak, baik dari lembaga keamanan, intelijen, pemerintahan setempat, maupun dengan lembaga non-pemerintah seperti KPP.

Keempat, Muhammadiyah akan mensinergikan langkah-langkah pembinaan para mantan JI dengan apa yang juga dilakukan oleh Nahdhatul Ulama (NU) dalam rangka pencegahan radikalisme-terorisme yang lebih masif dan lebih berdampak.

Pertemuan singkat selama kurang lebih satu jam itu harus kami akhiri karena Prof. Sudarman ada agenda lain yang sudah menunggu. Saya kemudian bertukar nomor telepon dengan Prof. Sudarman untuk koordinasi di lain waktu. Saya juga memberikan salinan handbook hasil FGD antara perwakilan mantan JI dan perwakilan pemerintah di Bandar Lampung September tahun lalu untuk beliau pelajari.


baca juga:https://ruangobrol.id/2023/05/09/ulasan/respons-stakeholder-terhadap-upaya-reintegrasi-para-mantan-ji-lampung-1/ 

Komentar

Tulis Komentar