Kendala Internal Membina Mantan Jamaah Islamiyah Lampung (1)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Pembinaan terhadap para mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang telah melakukan islah memiliki karakteristik yang berbeda dengan model pembinaan terhadap mantan narapidana terorisme. Perbedaan itu utamanya disebabkan oleh fakta bahwa kelompok JI merupakan gerakan yang memiliki sistem organisasi yang solid dan teruji bisa bertahan selama puluhan tahun.

Ditambah lagi mereka tidak melewati masa penahanan di penjara yang memiliki sistem pembinaan terhadap narapidana selama menjalani pidananya di penjara. Di samping itu, proses islah itu merupakan pertama kalinya dipilih sebagai salah satu upaya pencegahan terorisme.

Beberapa alasan kenapa kelompok JI layak diberikan kesempatan untuk melakukan islah adalah:

1. Jumlah mereka yang cukup besar.

Diperkirakan jumlah mereka sekitar 6000-7000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Tidak mungkin jumlah sebesar itu harus melewati pembinaan yang dimulai dari penjara semua. Meskipun secara undang-undang mereka semua bisa diproses hukum.

Operasi penegakan hukum dan pembinaan di penjara itu akan memakan biaya yang besar. Belum lagi dampak sosial dari operasi penegakan hukum, seperti keluarga yang ditinggalkan harus menghadapi banyak masalah, yang jika dibiarkan berlarut-larut juga akan menimbulkan masalah di masa depan.

2. Banyak melakukan kebaikan di masyarakat.

Berbeda dengan kelompok teroris lainnya yang tidak memiliki amal kebaikan di masyarakat, JI justru banyak melakukan kebaikan di masyarakat melalui lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang mereka miliki. Meskipun jika dilihat dari strategi Tamkin, yang merupakan strategi jangka panjang perjuangan JI, amal kebaikan itu merupakan bagian dari strategi mendapatkan simpati umat. Tetapi kenyataan bahwa kerja-kerja mereka itu telah membantu banyak orang untuk mendapatkan pendidikan, dan layanan sosial yang tidak terlayani oleh pemerintah, merupakan sesuatu yang patut diapresiasi.

Strategi Tamkin yang dianggap bermasalah adalah di bagian ujung, yaitu ketika berada di tahapan yang mengancam keutuhan bangsa. Tetapi dalam hal kegiatan positif mereka di masyarakat bisa dibina dan dikontrol agar tidak mengarah pada tahapan strategi Tamkin yang bermasalah itu. Menurut kami, di sinilah titik temu antara tujuan pemerintah dengan tujuan teman-teman eks anggota JI, yaitu sama-sama berorientasi membantu menyelesaikan persoalan masyarakat. Sehingga ini bisa menjadi titik awal pembinaan yang bagus.

3. Kuatnya ikatan antar-anggota.

Dalam pengamatan saya sejauh ini, kunci dari cepatnya program “islah” para eks anggota JI Lampung adalah karena kedekatan antar anggota yang cukup intens. Intensitas ini tercipta dari kedekatan hubungan yang telah ada sejak sebelum bergabung dengan JI dan lebih ditingkatkan lagi setelah sama-sama bergabung di JI.

Hal itu dikarenakan dalam perekrutan anggota baru, rata-rata orang-orang JI (khususnya di Lampung) mengutamakan perekrutan kepada orang-orang terdekatnya. Misalnya kepada saudara, saudara ipar, saudara sepupu, paman, tetangga, besan, rekan kerja di perusahaan/kantor, teman nongkrong. Jika dari orang-orang terdekat ini ada yang ikut bergabung, tentu ikatan yang sudah ada akan semakin kuat.

Sehingga ketika ada sebagian dari anggota JI yang melakukan islah, potensi untuk dikuti oleh anggota-anggota yang lain cukup besar. Setidaknya itu terbukti di Lampung. Ketika beberapa tokoh senior mereka melakukan islah, banyak yang kemudian mengikutinya melakukan islah.

Namun, setelah mereka melakukan islah, apakah mereka masih akan sekompak itu dalam program pembinaan lanjutan setelah islah?

Sejauh pengalaman saya melakukan pendampingan kepada mereka, ada beberapa persoalan di internal mereka setelah islah di samping persoalan yang mereka hadapi dengan masyarakat sekitar. Apa saja persoalan internal mereka itu dan apa yang harus dilakukan untuk membantu mengatasi persoalan internal mereka itu? Tunggu di tulisan berikutnya.

(Bersambung)

 

Komentar

Tulis Komentar