Meneladani Cara Pandang Kiai Hasyim Muzadi dalam Beragama dan Bernegara

News

by Eka Setiawan

Moderasi beragama menjadi hal yang perlu aktif digaungkan dan terus diupayakan guna membentuk cara pandang masyarakat yang moderat. Langkah ini dipandang perlu mengingat saat ini masih terjadi fenomena ekstremisme, radikalisme, terorisme hingga ujaran kebencian. Ancaman laten ini tidak boleh luput dari perhatian.

Hal itu terungkap saat kegiatan pembukaan Halaqoh Nasional di Pondok Pesantren (ponpes) Mahasiswa Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/3/2023). Ponpes ini merupakan lembaga pendidikan yang didirikan mendiang K.H. Hasyim Muzadi.

“Sebelum Abah (Hasyim Muzadi) wafat, beban pikirannya adalah agama dan negara, tentang bagaimana keislaman di Indonesia dan nasib negara Indonesia sendiri,” ungkap Pengasuh Ponpes Al Hikam, M. Yusron Sidqi, pada sambutannya sebagaimana siaran pers Ponpes Al Hikam Depok yang diterima ruangobrol.id.

Yusron melanjutkan, almarhum sebelum wafat sempat menitipkan dua hal. Yakni; kepada para kiai dan tokoh agama mengenai Islam di Indonesia dan menitipkan Indonesia kepada negarawan.

“Tidak ada jarak antara negara dan agama, ini pertemuan antara orang-orang yang memperjuangkan nilai-nilai agama dan negara sekaligus. Agama dan negara bisa bersinergi satu sama lain,” lanjutnya.

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengemukakan Indonesia dan Pancasila turut menyuguhkan keistimewaan.

“Ada rajutan antara sila pertama tentang ketuhanan dan pengakuan terhadap agama lain dengan sila ketiga Pancasila yakni tentang persatauan Indonesia,” sambungnya.

Dia mengemukakan selalu mengakui, menghormati dan mampu bekerja sama merupakan ciri masyarakat yang religius.

Di tahun politik ini, Wiranto menyebut sangat tepat jika terus menggaungkan moderasi beragama. Itu disebutnya bisa mendinginkan suasana, agar masyarakat tidak terpolarisasi.

“Alhamdulillah bahwa suasana panas itu hanya sementara, setelah pemilu dingin kembali dan utuh kembali. Penyebab utamanya, karena syahwat politik atau syahwat untuk menang, sehingga menghilangkan perasaan kita sebagai bangsa,” sambungnya.

Dia juga menjelaskan bahwa kekuatan agama dengan konsep moderasi bergama menjadi salah satu yang menbuat negeri ini utuh. "Yang sama jangan dibedakan, yang beda jangan disamakan,” jelasnya.

Di tengah pembahasan tentang moderasi beragama Wiranto juga turut menyampaikan kedekatan hubungan emosional dengan mendiang Hasyim Muzadi, sosok pendiri Pesantren Al Hikam Depok tersebut.

"Saya sangat bersyukur apa yang banyak diceritakan oleh beliau satu per satu terwujud,” sebut dia.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghafur menjelaskan spirit santri yang pertama adalah komitmen terhadap kesatuan Republik Indonesia. Jati diri pesantren sejak didirikan oleh para ulama dari dulu hingga sekarang adalah ukhuwah wathaniyyah yakni kerukunan tanpa memandang perbedaan hingga ruuhul mahad alias ruh dari pesantren itu sendiri.

“Pesantren yang tidak punya komitmen kepada kemanusiaan dan kenegaraan, itu merupakan penyimpangan dari kultur pesantren yang telah digagas oleh para kiai terdahulu,” sebut Waryono pada acara yang terselanggara atas kerjasama Balitbang Kemenag RI dan Ponpes Al Hikam Depok ini.

Haul Kiai Hasyim Muzadi yang ke-6 ini mengusung tema “Moderasi Beragama di Kalangan Pendidik, Dai dan Santri”. Pembukaan acara itu dihadiri sejumlah tokoh, di antaranya Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Cholil Nafis dan Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Rochmat Wahab.

 

baca juga: Kemenag Susun Aturan Teknis Moderasi Beragama

Komentar

Tulis Komentar