Pelajar di Singapura Teradikalisasi Online, Orangtua Diminta Rutin Buka Ruang Dialog dengan Anak-anaknya

News

by Eka Setiawan

Radikalisasi online itu nyata. Seorang pelajar di Singapura bernama Muhammad Irfan Danyal Mohammad Nor alias Irfan (18) teradikalisasi secara online.

Dia berencana mendeklarasikan Pulau Coney Singapura sebagai wilayah ISIS dengan harapan diakui ISIS sebagai afiliasi mereka. ISIS adalah kelompok teroris global yang bermarkas di wilayah Irak dan Suriah.

Tak hanya itu, dia juga berencana membunuh orang-orang yang dianggapnya kafir, berencana melakukan serangan massal di Kamp Amoy Quee dengan merekrut seorang pembom bunuh diri menggunakan mobil, membuat bom C4 untuk mengebom makam keramat Habib Noh di Masjid Haji Muhammad Salleh di Tanjong Pagar.

Sebagaimana dilaporkan The Straits Times Singapore, dia ditangkap Departemen Keamanan Dalam Negeri (ISD) beberapa hari sebelum melakukan baiat kepada Pemimpin ISIS Abu al Hasan al Hashimi al Quraishi pada 12 November 2022, mengenakan Korps Kader Nasional (NCC), bendera dan ikat kepala ISIS buatan sendiri.

Otoritas setempat menyebut Irfan teradikalisasi pada tahun 2020 setelah menemukan video YouTube pengkhotbah Zakir Naik. Kemudian makin radikal setelah menonton ceramah-ceramah lainnya termasuk konten ceramah Ahmed Deedat.

Konten sosok mujahidin dalam video-video yang ditontonnya juga membangkitkan semangat "jihadnya". Kini, Irfan ditahan akibat perbuatannya.

Menanggapi fenomena ini, Visiting Fellow, RSIS, NTU Singapore, Noor Huda Ismail menyebut radikalisasi online bisa terjadi di mana saja terutama menyasar anak-anak muda.
"Mereka sedang mencari role model atau panutan. Ironisnya, hari ini internet, terutama media sosial memberi ruang untuk itu," kata Huda, Rabu (1/2/2023).

Sebab itu, menurutnya, menjadi penting sekali bagi orangtua untuk selalu berdialog dengan anak-anak mereka.

Selain itu, media sosial digerakkan algoritma. Misalnya; jika mengklik satu konten radikal maka konten selanjutnya yang direkomendasikan mesin akan lebih radikal lagi.

"Agar kita terus scrolling hingga tercipta 'eco chamber'.  Sebab itu, kita harus sadar apa yang ada di media harus diverifikasi isinya, apakah sesuai dengan kehidupan kita yang multicurtulal atau tidak," tandas Huda yang juga Direktur PT. Kreasi Prasasti Perdamaian.

 

Komentar

Tulis Komentar