Pada sebuah ceramahnya, Gus Baha pernah menyampaikan bahwa salah satu masalah terbesar kita adalah melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang materalistis. Ini membuat orang sulit merasakan kenikmatan yang sebenarnya mudah didapatkan.
“Sejak kecil sampai tua, kita seringkali ketemu dengan orang yang sangat materialistis. Misalnya soal makanan. Makan enak itu apa? Makan enak itu ya makan rendang, pizza, bakso, dan sebagainya. Itu selalu mengacu pada bentuk fisik. Tapi kalau kita ngaji ke ulama, kemudian bertanya makan enak itu apa? Jawabannya ya makan saat kamu lapar. Para ulama dulu itu mengatakan makanan yang enak adalah yang dimakan dengan lauk lapar. Kalau kamu lapar, semua makanan enak. Ini yang dinamakan kearifan,” terang Gus Baha.
Nikmat terbesar nyatanya berada di balik hal-hal yang tidak bersifat materialistis. Karenanya orang yang terlalu rakus mengejar dunia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali umur yang sia-sia.
Gus Baha kemudian mengisahkan, dulu ada ulama yang pulang melihat istrinya makan hanya satu piring. Ditanya: ”Kenapa tidak nambah?,”
“Sudah kenyang,” jawab istrinya.
“Alhamdulillah, ternyata istri saya makan satu piring saja sudah kenyang, sehingga saya tidak perlu mencari nafkah dengan cara yang haram,” timpalnya.
Beliau kemudian melanjutkan dengan memberi penjelasan bahwa para ulama dan orang-orang saleh dulu menjaga diri dari melakukan maksiat justru dengan kenikmatan-kenikmatan yang sederhana.
Misalnya orang yang hanya dengan minum kopi saja sudah merasa senang, seharusnya mengerti bahwa bahagia itu ternyata sederhana. Bila dengan ngopi dia bisa merasa senang, berarti untuk senang itu tidak perlu maksiat.
“Nah, kenapa orang merasa butuh maksiat? Karena mereka tidak bisa menikmati hal-hal yang seperti ini. Makanya beragama itu harus nyaman. Dengan nyaman, orang tidak butuh menemukan kenyamanan dengan jalan tidak benar,” terangnya.
Menurut Gus Baha, nikmat Allah ada banyak. Jauh lebih banyak daripada jumlah kemaksiatan. Kita hanya perlu melihat nikmat ini dari sisi yang berbeda. Yaitu dengan tidak terbentur pada wujud materialistisnya saja.
Makan bakso atau pizza memang nikmat, tetapi letak kenikmatannya bukan pada benda berupa bakso atau pizza. Melainkan karena Allah menitipkan kenikmatan di dalamnya melalui rasa lapar. (Diolah dari berbagai ceramah Gus Baha yang beredar di media sosial)