Nama kelompok Jamaah Islamiyah (JI) sudah cukup dikenal publik sebagai kelompok yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai kelompok teroris sejak 2008. Kelompok ini dituduh berada di balik serangan bom dari 2000 hingga 2009. Sepengetahuan saya sebagai mantan binaan JI, secara resmi serangan bom itu memang bukan kebijakan JI, tetapi mengakui bahwa mayoritas pelaku serangan bom dalam rentang waktu itu merupakan kader JI.
Kelompok ini juga dianggap menjadi induk dari kelompok teror lainnya yang lahir belakangan. Meskipun kelompok-kelompok yang lahir belakangan semakin menyimpang, tapi dari rangkaian sejarah memang tidak bisa terlepas dari adanya gerakan yang memulai ‘perlawanan’ sebelumnya.
Fenomena yang paling berpengaruh dalam hubungan antara JI dengan kelompok teror yang lahir sesudahnya adalah munculnya forum jihad online pada awal 2008. Mengapa fenomena ini menjadi kunci penghubung? Berikut adalah penjelasan argumentasinya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman saya sebagai mantan binaan JI sekaligus mantan aktivis forum jihad online.
Pertama, di dalam forum jihad online beredar materi-materi yang dulunya hanya diajarkan pada kader JI setelah mencapai level tertentu.
Misalnya, materi-materi tentang fiqh jihad, teori pembuatan bahan peledak, teori perang kota dan perang gerilya, maps reading, dan lain-lain. Materi-materi ini rata-rata disampaikan oleh para alumni wilayah ‘operasi jihad’ Jamaah Islamiyah seperti Mindanao, Ambon, dan Poso yang dibumbui dengan kisah-kisah pengalaman di medan konflik. Jadilah orang-orang seperti saya saat itu menjadi sangat antusias mengikuti diskusi-diskusi di dalam forum.
Pergeseran metode transfer ilmu dari konvensional menjadi online membawa banyak perubahan. Perubahan terbesar adalah peningkatan peminat jihad yang cukup pesat tanpa bisa dikontrol sebagaimana jika menganut metode konvensional. Kontrol menjadi tanggungjawab individu, bukan lagi dikontrol melalui mekanisme organisasi.
Dalam konteks amalan jihad yang menyangkut soal darah, semakin tidak terkontrol sejatinya semakin berbahaya. Maka dari itu saya menyarankan agar bab jihad jangan sampai dibahas di ranah online. Harus kajian konvensional yang intensif dari pakarnya langsung. Bahaya jika dicerna dengan keterbatasan akal pembaca yang bermacam-macam latar belakangnya.
Kedua, saat itu kampanye jihad global Al Qaedah sedang gencar-gencarnya dan menjadikan forum jihad internasional sebagai corong propaganda utamanya.
Forum jihad di Indonesia merupakan duplikasi dari forum-forum jihad internasional. Isinya pun mayoritas sama dengan isi forum-forum jihad internasional di mana sebagian di antaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Yang membedakan adalah isi forum diskusi yang didominasi oleh pembahasan tentang bagaimana menghidupkan jihad di Indonesia.
Kampanye jihad global Al Qaedah sukses ‘meracuni’ orang-orang yang ‘marah’ dengan kondisi saat itu. Al Qaedah cukup sukses menanamkan ideologi perlawanan dengan kekerasan terhadap pihak yang dianggap bertanggungjawab atas penderitaan umat Islam.
BACA JUGA: Perempuan, Jihad dan Propaganda Kelompok Teror
Pada saat itu Al Qaedah membutuhkan dukungan dari umat Islam. Dukungan tidak akan diperoleh tanpa umat mengetahui perjuangan Al Qaedah. Maka, divisi media menjadi tumpuan utama dalam upaya mendapatkan dukungan dari umat. Agar umat tahu bahwa ada yang berjuang melawan musuh Islam dan kaum muslimin. Sehingga cerita-cerita kehebatan Al Qaedah dalam perang melawan Yahudi dan Amerika menjadi kebanggaan sebagian kaum muslimin.
Ketiga, masuknya pemahaman-pemahaman ekstrem melalui terjemahan dari kitab-kitab ulama pro jihad global di dalam forum.
Selain penyebaran propaganda jihad global, forum juga dimanfaatkan untuk menyebarkan pemahaman-pemahaman ekstrem dari ulama pro jihad global. Pemahaman ekstrem ini khususnya dalam masalah aqidah yang semakin memperbanyak musuh tanpa penguatan dari dalam.
Pemahaman yang seperti itu cukup laku keras karena di kalangan para peminat jihad status siapa yang menjadi musuh itu sangat penting. Jihad dalam arti perang di jalan Allah itu amalan yang memerlukan obyek berupa musuh yang diperangi sehingga dibutuhkan legitimasi syariat.
Aman Abdurrahman adalah tokoh yang paling berpengaruh dalam penyebaran paham-paham ekstrem yang semakin memudahkan para peminat jihad menentukan target serangan. Sejak tahun 2007 dia telah menerjemahkan banyak sekali kitab-kitab dan makalah-makalah yang memperkuat paham-paham ekstrem itu. Adanya forum jihad online menjadikan penyebaran paham-paham ekstrem itu semakin cepat meluas.
Propaganda jihad global yang dilakukan oleh Al Qaedah, penyebaran paham-paham ekstrem yang semakin memudahkan dalam menentukan target jihad, ditambah penyebaran materi-materi yang bersifat ‘petunjuk teknis’ pelaksanaan jihad seperti teori pembuatan bahan peledak dan lain-lain, serta adanya motivasi dari tokoh-tokoh jihad global, yang semua itu terjadi dalam forum, perlahan-lahan mempengaruhi pola gerakan kelompok teroris di Indonesia.
Perubahan besar yang menandai perubahan pola gerakan kelompok teroris adalah mengubah target serangan dari menyasar Yahudi dan Amerika beserta antek-anteknya menjadi aparat kepolisian dan tempat ibadah agama lain. Ini terjadi sejak akhir 2010 dan masih terjadi hingga saat ini.
Perubahan besar lainnya adalah aksi teror dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil yang antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak terhubung dalam sebuah mekanisme organisasi. Melainkan hanya terhubung dalam sebuah gerakan karena kesamaan pemikiran.
Kini di era setelah kemunculan ISIS dan semakin mudahnya akses internet serta maraknya penggunaan media sosial, penyebaran paham dan materi-materi terkait teknis yang dulu hanya ada di dalam forum menjadi semakin cepat. Apalagi di kalangan pendukung ISIS, menyebarkan paham dan propaganda kelompoknya merupakan pembuktian loyalitas.
Sehingga potensi atau peluang orang untuk terpapar paham-paham tersebut semakin besar. Maka berhati-hatilah dalam mencerna segala informasi dan pengetahuan yang didapat dari internet. Budayakan mencari sumber informasi pembanding dan mendiskusikannya dengan orang yang lebih paham sebelum meyakininya. (*)
Komentar