Novi Basuki: Persoalan Muslim Uighur di Xinjiang bukan Masalah Komunisme VS Islam

News

by Akhmad Kusairi

Peneliti dan Penulis Buku Islam di China Novi Basuki menegaskan jika persoalan Muslim Uighur di Xinjiang China bukanlah masalah benturan antara komunisme versus Islam. Pasalnya, menurut Novi jauh sebelum China dikuasai partai Komunis, persoalan Uighur sudah ada dan mirip masalahnya.

“Jadi lebih politis ketimbang menyangkut agama,” kata Novi Seminar yang diselenggarakan Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) dan Sino Nusantara Institute menggelar Seminar Publik berjudul “Politisasi Xinjiang: Kasus Propaganda Hitam Amerika  di Negara-Negara Muslim dalam Menekan China” pada Jumat (7/10/2022) di Aula Padepokan Aswaja, Pisangan, Tangerang Selatan.

[caption id="attachment_14115" align="alignnone" width="768"] Seminar publik berjudul “Politisasi Xinjiang: Kasus Propaganda Hitam Amerika  di Negara-Negara Muslim dalam Menekan China” yang diselenggarakan oleh Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) dan Sino Nusantara Institute di Aula Padepokan Aswaja, Pisangan, Tangerang Selatan, pada Jumat (7/10/2022). (ruangobrol.id)[/caption]

Lebih lanjut Novi mengatakan bahwa wilayah Xinjiang pernah dijadikan alat politik oleh kolonial Inggris dan kemudian Soviet. Wilayah itu karena disponsori, selalu berhadap-hadapan dengan pemerintahan China baik sejak era kedinastian, kemudian era nasionalisme dan sekarang komunis.  Novi juga melihat, pemerintah China sudah belajar soal ini dan dia meyakini bahwa politisasi Xinjiang oleh Amerika, tidak memiliki dampak atau sampai kemudian merobohkan China sebagaimana Amerika pernah merobohkan Soviet melalui propaganda hitamnya.

“Jadi apa yang dilakukan Amerika dan Barat saat ini dalam bentuk yang sama dengan sebelumnya dalam mempolitisasi Xinjiang,” jelas Novi.

Sementara itu Direktur IMCC Robi Sugara dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu tujuan diselenggarakan seminar publik ini adalah karena isu Xinjiang atau politisasi Xinjiang oleh Barat telah mempengaruhi kelompok-kelompok teroris di Indonesia. Karena propaganda itu kelompok teroris memasukkan Etnis China, warga Negara China dan kepentingan China di Indonesia menjadi sasaran target teroris.

“Jadi sejak politisasi Xinjiang membawa isu Muslim Uighur atas dugaan refresif oleh pemerintah China ke internasional, maka kelompok teror juga memasukkan China sebagai target teror mereka,” ungkap Robi yang juga dosen di Hubungan Internasional, FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kemudian Dosen Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta Mutiara Pratiwi menjelaskan bahwa politisasi Xinjiang bisa menjadi positif atau negatif. Positif bagi negara atau kelompok yang tidak memiliki kekuatan (powerless), maka bisa dijadikan sebagai senjata untuk bertahan dari ancaman pihak-pihak aktor internasional yang memiliki kekuatan (power).

BACA JUGA: Xinjiang, Melting Pot Dari Beragam Budaya

Sementara, lanjut Mutiara, itu bisa menjadi negatif ketika digunakan oleh negara yang memiliki kekuatan seperti Amerika. Sebagaimana Amerika sering menggunakan propaganda negatif terhadap negara-negara yang dianggap akan menggangu stabilitas politik dan keamanannya.

Sedangkan Pengamat Politik Hubungan Internasional Ahmad Syaifuddin Zuhri mengatakan bahwa isu Xinjiang dijadikan oleh Amerika dan Barat sebagai alat politisasi untuk menekan China. Mereka melakukan propaganda tertentu bahwasannya terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia dan sebagainya di Xinjiang.

Zuhri juga mengatakan bahwa propaganda itu terencana dan terstruktur melalui media Barat yang diolah dan dikembangkan ke negara-negara berkembang, diproduksi berulang dalam bentuk narasi yang sama.

“Contohnya soal pelarangan puasa untuk umat Islam di sana, padahal mereka baik-baik saja dalam melancarkan ibadah puasanya,” pungkas Zuhri. (*)

Komentar

Tulis Komentar