Pak Ucup, Sosok yang Selalu Menyenangkan Bagi Orang Lain

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Pagi tadi pukul 05.12 sebuah pesan masuk di grup ikhwan mantan narapidana terorisme (Napiter) yang saya bergabung di dalamnya. Pesan dari Pak Sri Pujimulyo Siswanto Semarang. Mengabarkan bahwa Mahmudi Hariono alias Yusuf Adirima atau yang biasa dipanggil Pak Ucup telah meninggal pada subuh tadi. Sontak kabar itu mengejutkan seisi grup.

Pak Ali Fauzi bahkan spontan membalas.” Astaghfirullah, beneran ini mas Puji?”. Baru kemudian mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un”. Pak Puji kemudian menjelaskan kronologi kejadiannya.

Kemarin sorenya, Pak Ucup sibuk mengantarkan paket sembako kepada ikhwan-ikhwan mantan Napiter di wilayah Semarang dan sekitarnya. Setelah mengantar ke tujuan terakhir, ia mengeluh capek dan agak nggreges (demam). Malam itu masih sempat berbalas pesan WA dengan Pak Puji, terakhir aktif pukul 22.30 WIB.

Setelah itu pesan dari Pak Puji tidak dibalas, hanya centang dua, belum centang biru. Oh mungkin sudah tidur karena capek pikir Pak Puji. Betapa terkejutnya ketika setelah subuh Pak Puji mendapat kabar bahwa Pak Ucup telah tiada. Kepergian Pak Ucup baru diketahui keluarga ketika hendak membangunkan salat subuh, ternyata sudah tiada.

Pak Ucup telah pergi dengan tenang. Bahkan sangat tenang. Sampai keluarganya pun tidak tahu kapan persisnya kepergiannya. Banyak yang merasa kehilangan dan memberikan kesaksian tentang kebaikan Pak Ucup. Tak terkecuali saya. Sampai saya menuliskan tulisan ini rasanya masih ada yang selalu mengganjal di dada.

Awal Mengenal Pak Ucup

Pertama kali saya bertemu Pak Ucup adalah ketika sama-sama menghadiri acara Silaturahmi Kebangsaan yang diadakan oleh BNPT pada akhir Februari 2018. Saat itu saya satu meja dengannya bersama almarhum Pakde Zahri. Kesan pertama saya saat itu adalah Pak Ucup merupakan sosok humoris dan mudah akrab dengan siapa saja. Juga orang yang sangat peduli dengan orang lain.

Dari mana saya menyimpulkannya? Yaitu ketika dia mengeluarkan beberapa buah jeruk untuk dimakan bersama oleh orang-orang yang semeja dengannya. Jeruk-jeruk itu diambilnya dari tempat sarapan yang disediakan hotel. Kalau kebanyakan orang mengambil buah untuk dimakan sendiri di meja makan, Pak Ucup tidak. Dia ambil untuk dibawa ke tempat acara.

Itulah kesan pertama yang semakin kuat seiring perjalanan waktu. Sejauh pergaulan saya dengannya selama ini, seperti itulah Pak Ucup. Selalu peduli dengan orang lain. Saya mencoba untuk bisa seperti dirinya soal kepedulian terhadap sesama, tapi sepertinya masih jauh.

Perkataan Inspiratif

Suatu ketika saya menemukan apa yang membuat Pak Ucup bisa sebaik itu. Yaitu ketika dia mengantarkan saya dengan mobilnya ke terminal Terboyo Semarang setelah menyelesaikan serangkaian acara di Semarang.

Saat itu saya menyodorkan amplop berisi uang untuk pengganti BBM dan sebagai ucapan terimakasih karena telah menemani dan mengantar saya selama di Semarang sejak sehari sebelumnya. Tapi dia menolaknya sambil berkata:

Ini saatnya saya membantu antum. Saya bisa begini juga karena banyak dibantu orang lain. Hidup itu harus saling membantu. Bila tidak, maka hidup ini tidak akan berarti”.

Oh inilah rupanya rahasia Pak Ucup bisa semudah itu melakukan banyak kebaikan bagi orang lain.

Lalu ada satu lagi ucapannya yang juga sangat berkesan bagi saya. Yaitu ketika ia dengan ringannya membagikan kopi produksi salah satu mantan napiter kepada beberapa orang yang ditemuinya di perjalanan. Saat itu saya bersamanya selama 3 hari untuk sebuah kegiatan lapangan bersama almarhum Mas Hakiim.

Setiap kali sehabis memberikan kopi, ia selalu berkata, “melalui perantaraan sebungkus kopi ini kita bisa jadi saling mendoakan. Dan kita ini tidak tahu dari mulut siapa doa itu dikabulkan”.

Ucapan ini bahkan membuat salah satu ustaz pesantren yang kami kunjungi dan menerima kopi pemberiannya terkesan dan membagikan kata-kata itu sebagai kata inspiratif di status media sosialnya.

Pak Ucup benar. Tidak ada yang tahu dari mulut siapa doa kebaikan bagi kita itu dikabulkan. Itu sangat menginspirasi saya untuk terus berbuat baik kepada siapa saja termasuk kepada orang-orang yang baru ditemui di perjalanan.

Dan kini telah tiba saatnya dia memanen hasil dari amal kebaikannya itu. Terlalu banyak kenangan kebaikan bersamanya untuk diceritakan. Saya mencukupkan dengan mengutip dua perkataannya yang menginspirasi itu. Semoga itu bisa menjadi tambahan amal jariyah baginya di alam sana.

Selamat jalan Pak Ucup. Selamat beristirahat menantikan hari pertemuan dengan Sang Pencipta di surga-Nya kelak, Insya Allah.

Engkau telah melaksanakan semua tugasmu. Kini tinggallah kami menyelesaikan bagian kami. Kelak kita sama-sama akan menemui Tuhan dengan membawa amal masing-masing.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu anhu...

Jatirogo, 5 Oktober 2022 pukul 16.35 WIB

Komentar

Tulis Komentar