Keluarga menemukan sejumlah kejanggalan hingga curiga bahwa kematian Lia akibat dibunuh.
Lia Binti Aep Hindi (33), salah satu Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi yang hingga sekarang tidak diketahui keberadaannya. Warga Desa Cikancana, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dikabarkan meninggal dengan cara gantung diri. Namun hal itu tidak disertai bukti-bukti yang menunjukkan indikasi kuat bahwa dia meninggal bunuh diri.
Pemerintah dinilai tidak serius menangani kasus ini. Sebab terkesan membiarkan permasalahan ini berlarut-larut. Lia dikabarkan meninggal sejak 2018 silam dan hingga sekarang tidak ada kejelasan penanganan. Bahkan keberadaan jenazahnya tidak diketahui secara pasti.
Pihak keluarga menemukan sejumlah kejanggalan hingga curiga bahwa kematian Lia akibat dibunuh. Bahkan pihak keluarga mengaku memperoleh informasi yang menyebut adanya dugaan bahwa jenazah Lia masih berada di sebuah rumah sakit di Arab Saudi.
“Saya memohon kepada Presiden Joko Widodo, Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Arab Saudi untuk membantu penanganan kasus kematian adik ipar saya yang bernama Lia Binti Aep Hindi. Selama hampir empat tahun masalah ini berlarut-larut dan tidak ada kejelasan,” ungkap, Kartika, kakak ipar Lia, Selasa (19/7/2022).
Pihak keluarga tidak percaya disebut bahwa Lia meninggal bunuh diri karena tidak ada bukti forensik maupun hasil autopsi yang mendukung kesimpulan itu.
Ia telah mengadu dan meminta pendampingan kepada Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) untuk mengawal kasus ini. Sejauh ini, pihak keluarga tidak percaya disebut bahwa Lia meninggal bunuh diri karena tidak ada bukti forensik maupun hasil autopsi yang mendukung kesimpulan itu.
“Dalam Surat Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kepada Unit Pelaksana Teknis (UPT) BP2MI Bandung Nomor B 117/PL-MA/II/2019 tertanggal 19 Februari 2019, Lia disebut meninggal karena gantung diri di Arab Saudi,” katanya.
Menurutnya, banyak hal janggal. Salah satunya, Lia diduga meninggal sejak 18 Juli 2018, tapi baru dilaporkan 19 Februari 2019. Anehnya, pihak keluarga tidak pernah menerima penjelasan resmi dan langsung oleh pemerintah yang berwenang.
“Informasi tersebut tidak langsung disampaikan kepada keluarga, tetapi melalui pihak Pemerintah Desa Cikancana. Dari petugas P4TKI Sukabumi (sekarang UPT BP2MI Sukabumi) yang disampaikan melalui pesan WhatsApp,” katanya.
Pihak keluarga sempat mendatangi UPT BP2MI Sukabumi didampingi kepala desa setempat untuk meminta bantuan pemulangan jenazah. “Namun hingga sekarang tidak ada tindakan lebih lanjut,” ujar Kartika.
Selain tidak ada kejelasan mengenai penanganan atas kabar kematian tersebut, masih kata Kartika, hak gaji Lia selama hampir sembilan tahun bekerja tidak dibayarkan. “Kami mewakili keluarga Lia tidak pernah menerima penjelasan resmi dari pemerintah,” katanya.
Lia berangkat ke Arab Saudi pada 22 Januari 2010 silam, melalui calo penyalur tenaga kerja (mereka menyebutnya ‘sponsor’) bernama Agus dan Didin, yakni PT Abdi Bela Persada.
“Lima tahun sejak keberangkatannya ke Arab Saudi, Lia hanya dua kali berkomunikasi dengan keluarga. Komunikasi terakhir pada 2015,” katanya.
Sekretaris Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Bobi Anwar Ma’arif mendesak agar pemerintah Indonesia harus segera menuntaskan permasalahan ini. “Perwakilan pemerintah Indonesia di Arab Saudi harus berani mengungkap penyebab kematian Lia secara transparan. Informasi yang saya dapat, bahkan jenazah Lia masih berada di salah satu rumah sakit. Meskipun informasi ini masih perlu dilakukan klarifikasi lebih lanjut,” katanya.
Perwakilan pemerintah Indonesia juga harus mendapatkan keterangan dari pihak rumah sakit terkait hasil investigasi medis jenazah untuk memeriksa penyebab kematian Lia.
“Jika meninggalnya Lia karena dibunuh, maka perwakilan pemerintah Indonesia harus berani menuntut pidananya. Perwakilan pemerintah Indonesia harus memfasilitasi pemulangan jenazah,” tegasnya.
BACA JUGA: Maizidah (1): Jejak ‘Merah’ Agensi Pekerja Migran Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang (UU), lanjut Bobi, perusahaan berkewajiban untuk memulangkan jenazah Pekerja Migran Indonesia yang telah diberangkatkannya.
“Selain itu juga harus menjelaskan penyebab meninggalnya dan mengurus hak gaji dan santunan asuransinya. Pemenuhan hak gaji Lia selama 8 tahun lebih, yakni kurang lebih 96.000 Riyal atau setara kurang lebih Rp 383.617.141 harus diberikan,” ungkap dia. (*)