Godaan Mengelola Dana Umat Tidak Hanya Terjadi pada ACT

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Cara mengambil harta pihak yang dianggap sebagai musuh.

Membaca berbagai pemberitaan tentang gonjang-ganjing dugaan penyelewengan dana umat yang dikelola oleh lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT), membuat saya gatal ingin menuliskan pengalaman pribadi sebagai mantan pengumpul dan penyalur dana untuk kegiatan terlarang. Namun karena sering terpotong oleh kegiatan anak-anak pra masuk jenjang sekolah yang baru, antar tes wawancara dan lain-lain, akhirnya menjelang hari raya Idul Adha baru sempat menuliskannya.

Sepanjang pengalaman saya selama tergabung dalam gerakan kelompok terlarang, berkali-kali saya menjumpai adanya penyelewengan dana oleh orang yang diamanahi urusan dana perjuangan. Baik yang saya ketahui secara langsung maupun baru diketahui kemudian setelah berkumpul bersama teman-teman sejawat lainnya di penjara.

Dari semua cerita soal penyelewengan dana itu, saya mengambil kesimpulan bahwa salah satu sebab utama hancurnya citra jihad adalah karena ulah oknum-oknum di bagian pendanaan ini. Bagaimana Allah SWT akan menolong kelompok yang tidak amanah soal harta? Bagaimana bisa orang yang menyebut dirinya memperjuangkan Islam dan umat Islam namun tidak amanah pada harta yang dipercayakan kepadanya?

Jenis-jenis Sumber Pendanaan

Di dalam kelompok jihadis radikal ada tiga jenis alur sumber pendanaan. Yaitu, dana yang diperoleh dari umat Islam yang bersimpati atau dari anggota kelompok tersebut, dari jaringan jihadis radikal internasional, dan dana yang diperoleh dari cara mengambil harta pihak yang dianggap sebagai musuh.

Dalam kelompok jihadis radikal yang berorientasi jangka panjang, dana yang diperoleh mayoritas berasal anggota kelompok atau dari umat Islam yang bersimpati pada model gerakan kelompok tersebut. Ditambah dengan hasil dari unit-unit bisnis legal yang dikelola oleh kelompok tersebut.

Sementara pada kelompok jihadis radikal yang berorientasi jangka pendek atau yang fokus untuk melakukan aksi serangan teror, ketiga jenis alur sumber pendanaan di atas bisa sama-sama besarnya tergantung sejauh mana kuatnya jaringan kelompok tersebut. Jika lebih kuat jaringan internasionalnya maka dana dari jaringan internasional akan lebih dominan. Jika jaringan dengan kelompok ‘perampas harta musuh’ lebih kuat, maka dana yang dihasilkan dari merampas harta musuh akan lebih dominan. Dan jika jaringan anggota dan simpatisannya lebih kuat, maka dana dari internal dan simpatisannya yang lebih dominan.

Kapan Penyelewengan Dana Mulai Terjadi?

Untuk pendanaan yang bersumber dari anggota dan simpatisan, penyelewengan mulai terjadi ketika dana yang diperoleh semakin besar. Semakin besar perolehan dananya semakin besar potensi penyelewengannya.

Modusnya biasanya dimulai dari menambah beban operasional. Misalnya: ketika perolehan dana masih sedikit, semua dana langsung disalurkan sesuai amanah dan tujuan pendanaan tanpa pengurangan. Semua yang terlibat dalam penggalangan dana pun rela tidak digaji. Tetapi ketika dana yang diperoleh semakin besar, sementara penyaluran di hilir harus sesuai dengan timing atau momentum tertentu, mulai muncullah godaan untuk menyalurkan sebagian dana untuk operasional aktivis penggalangan dana.

Yang tadinya ikhlas tidak dibayar, tiba-tiba karena melihat “kok banyak juga ya dana yang didapat dari umat”, akhirnya berpikir “tak ada salahnya kan kalau kami mendapatkan upah dari pekerjaan ini”.

Hal ini kemudian berlanjut dengan seberapa besar upah yang diambil dari dana yang terkumpul itu. Semakin tamak semakin parah penyelewengannya. Jika hanya mengambil secukupnya mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Masalahnya adalah jika berlebihan atau semakin besar seiring semakin besarnya perolehan dana.


BACA JUGA: Siasat Pendanaan Jamaah Islamiyah: Legal dan Berorientasi Jangka Panjang

Pada kasus mendapatkan dana dari jaringan jihadis radikal internasional dan dari perampasan harta musuh, godaan juga terjadi ketika dana yang didapat besar sementara untuk penyalurannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar sehingga terjadi pengendapan dana. Semakin besar dan semakin lama dana mengendap, semakin besar pula godaannya.

Saya pernah mengalami hal ini. Sempat pernah tergoda juga. Padahal dana yang lewat melalui saya paling besar tidak sampai Rp 20 juta. Lalu bagaimana jika dana yang didapat mencapai puluhan miliar atau bahkan ratusan miliar? Tentu godaan semakin besar.

Salah Satu Indikator Kualitas Beragama Adalah Akhlak Dalam Urusan Harta

Benarlah nasehat yang disampaikan para ulama di masa lalu, bahwa untuk melihat kualitas beragama seseorang bisa dilihat pada tiga kondisi, yaitu:

1. Akhlak terhadap istrinya.

Bisa jadi ia baik dengan orang luar karena memang statusnya rendah di masyarakat misalnya (maaf) hanya jadi cleaning service. Tentu akhlaknya akan baik (tidak berani macam-macam dan tidak “berulah”). Tetapi dengan istrinya ia kasar, dzalim dan tidak menunaikan hak-hak Istri. Sehingga akhlak seseorang bisa dilihat ketika kapan dia berkuasa dan leluasa.

2. Akhlak ketika dalam safar (perjalanan)

Karena dulu safar (perjalanan) adalah saat-saat sulit. Ketika senang semua bisa jadi teman tetapi ketika susah belum tentu semua bisa jadi teman yang baik. Ketika masa-masa sulit kemudian punya teman, itulah teman sejati dan itulah akhlaknya yang sebenarnya.

3. Akhlak terhadap harta.

Karena harta adalah salah satu fitnah/ujian terbesar umat Islam. Betapa banyak orang yang bisa jadi gelap mata karena harta. Karena warisan anak dan paman bisa saling bermusuhan bahkan saling bunuh. Bisa jadi tidak amanah ketika bisnis dan berdagang. Akhlak baik dan sering membantu tapi ternyata ketika dihadapkan dengan harta umat dalam jumlah besar dia tergoda untuk korupsi.

Pelajaran Dari Kasus ACT

Berbagai dugaan penyelewengan dana dan konflik kepentingan di tubuh ACT sejatinya menunjukkan bahwa setiap orang meskipun awalnya cukup amanah, tidak menjamin akan seterusnya amanah. Godaan harta itu sangat besar. Kita semua tentu masih ingat kasus korupsi yang melibatkan kader ‘partai dakwah’ satu dekade silam.

Ramai-ramai mencaci para pelaku penyelewengan dana namun tidak instropeksi diri adakah potensi tergoda akan harta pada diri sendiri juga tidak bagus untuk masa depan bangsa.

Maka yang lebih penting untuk dilakukan adalah, mari bersama-sama memperkuat benteng pertahanan diri dari godaan harta yang hanya akan nikmat di dunia tapi menyengsarakan di akhirat. (*)

Komentar

Tulis Komentar