MUI Bantah Ada Islamophobia di Indonesia

News

by Akhmad Kusairi

Aksi penangkapan terhadap pemimpin dan anggota Khilafatul Muslimin dianggap sebagai tindakan Islamophobia. Namun hal itu dibantah Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Syauqillah.

Menurut Kepala Prodi Kajian Terorisme di SKSG UI itu, Umat Islam di Indonesia sangat lah besar di Indonesia. Sehingga tidak mungkin negara maupun pemerintah melakukan Islamophobia terhadap masyarakatnya sendiri.

“Terkait isu Islamophobia, apakah benar demikian. Ini yang seringkali muncul. Ini kan kelompok kecil. Umat Islam di Indonesia sangat besar mungkin dari 85 persen. Bagaimana negara sebesar ini melakukan Islamophobia terhadap umat dan masyarakat,” kata Syauqi dalam acara konperensi pers yang diselenggarakan BNPT di Jakarta Senin (20/6/2022).

Lebih lanjut Syauqi menjelaskan jika Indonesia sudah membuat berbagai macam regulasi dan aturan khusus untuk Umat Islam. Seperti misalnya UU Zakat, UU Haji dan Umron, UU Ekonomi Islam, UU Pondok Pesantren, Produk halal dan berbagai macam peraturan perundangan yang intinya memberikan aturan terhadap Umat Islam.

“Ada kompilasi hukum Islam, ada juga Pengadilan Agama khusus untuk orang Islam,” imbuhnya.

Lebih jauh Alumni salah satu Universitas di Turki itu menduga isu Islamophobia sengaja diembuskan oleh oknum-oknum tertentu yang menginginkan kondisi Indonesia tidak kondusif. Dia juga menegaskan apa yang dilakukan oleh aparat keamanan baik polisi maupun Densus 88 merupakan dalam rangka penegakan hukum.

“Jadi memang penegakan hukum dalam konteks terorisme dan radikalisme sengaja dibenturkan oleh oknum-oknum untuk bisa menjadikan kondisinya tidak kondusif. Tidak sejauh itu Islamophobia di Indonesia. Di Eropa itu, ISIS-nya menguat Islamophobianya menguat. Di Indonesia tidak demikian, yang ditindak itu pun hanya sebagian kecil saja,” katanya lagi

Karena itu, Syauqi mengapresiasi langkah kepolisian yang menindak tegas kelompok Khilafatul Muslimin. Kendati demikian, dia mengimbau agar aparat melakukan pendekatan yang manusiawi. Selain itu dia juga menyoroti proses deradikalisasi eks anggota Negara Islam Indonesia (NII). Menurutnya proses deradikalisasi tidak akan cukup dengan prosesi cabut baiat dan ikrar setia kepada NKRI seperti yang terjadi di Sumatara Barat Mei 2022 lalu.

"Kami bersyukur sekali sudah ada (pencabutan baiat). Tapi itu adalah langkah awal. Negara perlu memikirkan strategi besar deradikalisasi eks anggota NII tersebut, termasuk menyusun rencana pola-pola pembinaannya,” katanya

MUI menyarankan pola pembinaan tersebut sebaiknya mengupayakan penerapan nilai-nilai Islam wasathiyah atau Islam moderat. Menurutnya BPET MUI sangat terbuka terhadap upaya-upaya untuk menjadikan saudara-saudara kita ini berpaham moderat, berpaham tengah, tidak ke kiri, tidak ke kanan.

"Saya pikir itu suatu tawaran yang bisa kita gunakan untuk bisa secara berkelanjutan kita melakukan pembinaan terhadap saudara-saudara kita. Deradikalisasi ini, menjadi jalan untuk mendobrak keteguhan ideologi kekhilafahan yang mereka hayati, sekaligus membina ideologi eks anggota NII secara jangka panjang,” katanya.

BACA JUGA: Sejarah Jamaah Islamiyah dan Gerakan Jihad di Indonesia (2)

Kendati demikian, Syauqi tidak menjamin proses deradikalisasi yang diusulkan MUI itu akan berhasil 100 persen. Ia mengingatkan agar aparat mengantisipasi kegagalan pendekatan tersebut. Karena itu dia menegaskan jika di lapangan ditemui ada orang yang sudah dibina tapi masih melakukan tindakan teror, dia menyarankan aparat tidak ragu untuk mengambil tindakan tegas.

"Kalau memang sudah dilakukan pembinaan tapi masih menyeberang, misalnya ke organisasi-organisasi yang masuk dalam kategori teror, maka silakan dilakukan penegakan hukum berdasarkan mekanisme Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 (tentang Terorisme)," pungkas Syauqi

Hal senada disampaikan oleh Kepala BNPT Boy Rafly Amar. Dia juga membantah bahwa tidak ada Islamophobia. Menurut Boy isu Islamophobia sengaja diembuskan oleh pihak tertentu agar ketidaknyaman terjadi di kalangan umat Islam. Menurut Boy, jika ada yang ditindak hal itu disebabkan karena perbuatannya sendiri.

“Kalau ada yang melanggar hukum itu karena perbuatannya sendiri. Jadi ketika proses hukum bukan proses hukum terhadap Agama Islam, tetapi ke pelaku. Kepada media, agar tidak mengiyakan saja apa yang disampaikan mereka. Selain itu Umat Islam bebas beribadah di Indonesia. Ada ribuan masjid berdiri. Jutaan umat Islam berangkat umroh dan haji. Berapa majelis zikir dan istighosah dan peringatan hari besar Islam, halal bihalal. Kita ini sudah sangat Islami, kalau ada pihak tertentu yang mengaku kalau pemerintah Islamophobia itu tidak sesuai realitas. Hanya ingin mereduksi,” pungkasnya.

Komentar

Tulis Komentar