Tiga mantan Anak Buah Kapal (ABK) migran akhirnya mencabut gugatan yang dilayangkan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Secara resmi penggugat menyampaikan pencabutan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Kuasa hukum ketiga ABK, Viktor Santoso Tandiasa menjelaskan, pencabutan gugatan tiga mantan ABK migran ini karena Presiden RI telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran pada Rabu, 8 Juni 2022, lalu
“Artinya, objek gugatan telah gugur pasca terbitnya PP Penempatan dan Pelindungan ABK,” terangnya.
Meski begitu, apakah Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran itu telah memberikan pelindungan bagi ABK migran Indonesia atau belum, itu perlu dipelajari dan didalami lebih lanjut.
“Apabila belum memenuhi harapan, maka bisa dilakukan pengajuan uji materiil ke Mahkamah Agung,” terangnya.
Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Afdillah, mengatakan PP Penempatan dan Pelindungan ABK tersebut harus menjadi instrumen untuk melindungi ABK sejak proses rekrutmen, penempatan, selama bekerja hingga kembali pulang ke Tanah Air.
“Perusahaan agensi penyalur ABK harus mengacu aturan tersebut saat merekrut dan menempatkan ABK migran di kapal-kapal perikanan asing,” katanya.
Dia mengapresiasi keberanian tiga mantan ABK tersebut untuk melawan ketidakadilan dengan cara menggugat presiden. “Ini bukan hanya kepentingan pribadi, tetapi juga melindungi ribuan ABK lain yang bernasib serupa,” katanya.
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan sejak 2013 hingga akhir 2021, SBMI menerima sebanyak 634 aduan kasus pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia.
“Dengan terbitnya PP Penempatan dan Pelindungan ABK ini, kami akan mengawal implementasinya di lapangan. PP ini sangat penting. Tapi yang juga tidak kalah penting adalah pemulihan hak para ABK. Kami akan melakukan upaya ke Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengejar perusahaan-perusahan yang melanggar hak-hak para ABK,” ujarnya.
BACA JUGA: Pasca Digugat, Presiden Terbitkan PP Pelindungan ABK Migran
Ketiga mantan ABK penggugat Presiden itu masing-masing; Jati Puji Santoso dan Rizki Wahyudi, warga Jawa Tengah serta Pukaldi Sassuanto, warga Bengkulu. Selama ini, mereka mengganggap pemerintah lamban dalam menangani permasalahan ABK migran di kapal asing.
Pemerintah tidak kunjung meresmikan peraturan turunan setelah terbitnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Kekosongan instrumen hukum ini memperparah karut-marut tata kelola perekrutan dan penempatan ABK perikanan migran Indonesia.
Dampaknya, semakin banyak ABK perikanan asal Indonesia yang menjadi korban perbudakan di kapal asing. Mereka bekerja tanpa aturan waktu, tidak mendapatkan akses kesehatan, makan tidak layak, korban kekerasan, hingga hak gaji tidak dibayar.
“Kami masih akan terus memperjuangkan hak-hak kami yang belum terbayarkan,” kata salah satu ABK penggugat, Jati Puji Santoso. (*)