Maizidah (2): Ketika itu Nur Hidayati Terancam Hukuman Mati di Hong Kong

Interview

by Abdul Mughis

Nur Hidayati sebetulnya korban trafficking yang diperalat oleh orang Ghana,”


Ini tahun ke-11, Nur Hidayati, pekerja migran asal Wonosobo Jawa Tengah itu harus menjalani kurungan jeruji besi di Hong Kong. Ketika itu, dia dituntut hukuman mati karena didapati membawa heroin. Meski dia sendiri meyakini tidak bersalah, melainkan diperalat oleh orang untuk membawakan sebuah barang yang ternyata berisi heroin.

Tetapi Nur hanyalah perempuan kampung yang tidak paham seluk-beluk hukum. Upaya bantuan dan advokasi hukum dari Pemerintah Indonesia hanya bisa meringankan tuntutan hukuman mati tersebut menjadi vonis 18 tahun penjara.

“Nur Hidayati sebetulnya korban trafficking yang diperalat oleh orang Ghana untuk menjadi kurir narkoba pada 2011 silam,” ungkap Maizidah Salas, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Wonosobo kepada ruangobrol.id dan ruangmigran.id, pertengahan Maret 2022 lalu.

Diceritakan Maizidah, saat itu, Nur Hidayati melakukan perjalanan dari Hong Kong ke Makau untuk suatu keperluan karena diperintah majikan. Perjalanan tersebut melewati Malaysia dan Guangzhou.

“Saat tiba di Bandara Guangzhou—berdasarkan pengakuan Nur Hidayati, dia bertemu dengan orang Ghana. Dalam pertemuan itu, orang Ghana tersebut mengiba-iba kepada Nur Hidayati agar membantu dibawakan benda berisi obat untuk ibunya yang sedang sakit keras,” ungkap Maizidah.

Tentu saja Nur Hidayati kebingungan. Namun orang Ghana tersebut terus membujuk dan meyakinkan dengan berkata: “Hanya kamu yang bisa membantu kesembuhan ibu saya, karena saya sedang bekerja mencari uang untuk pengobatan ibu”.

“Sebagai orang Indonesia yang mengenal istilah tolong-menolong, Nur Hidayati akhirnya menerima barang titipan tersebut. Ternyata saat digeledah petugas di Bandara Cina didapati heroin. Nur Hidayati ditangkap,” ujarnya.

Pembelaan Nur Hidayati di depan hukum telah dilakukan, namun pembuktian kepemilikan heroin tersebut kesulitan. “Karena proses penitipan heroin itu berbeda negara,” terang Maizidah.

Saat itu, tim SBMI melakukan advokasi untuk kasus yang menimpa Nur Hidayati. “Kami menemui Bupati Wonosobo, Kemenlu, Kemenaker, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), DPR RI, dan advokat Indonesia. Bahkan kami sempat melakukan aksi massa untuk mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan dan pendampingan hukum,” katanya.

Akhirnya Kemenlu mengirimkan surat kepada Pemerintah Cina untuk mempertimbangkan atau Peninjauan Kembali (PK). Sebelumnya, Nur Hidayati dituntut hukuman mati dan sempat divonis hukuman seumur hidup.

“Dari upaya itu, akhirnya vonis hukuman berkurang, menjadi 18 tahun penjara. Apabila selama 12 tahun pertama berkelakuan baik, maka akan mendapatkan remisi,” katanya.

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, SBMI sempat mengajukan permohonan kepada pemerintah agar bisa memfasilitasi orang tua Nur Hidayati untuk menjenguk di Cina.

“Sayangnya, saat kami dalam proses pembuatan paspor, bapaknya Nur Hidayati meninggal. Lalu kami perjuangkan anak lelakinya yang beranjak remaja. Alhamdulillah, dikabulkan dan bisa berangkat ke Cina. Meskipun di sana hanya bisa melihat wajahnya dengan dibatasi dinding kaca dan berbicara melalui telepon. Anaknya tersebut tahun lalu meninggal. Hingga sekarang, Nur Hidayati masih di penjara dan sudah menjalani hukuman selama 11 tahun,” kisahnya.

Itu menjadi salah satu contoh kasus yang dialami pekerja migran Indonesia. Bahkan hingga saat ini ada ratusan kasus yang dilaporkan ke SBMI Wonosobo. “Totalnya ada 140-an kasus. Itu pun belum discreening di seluruh wilayah Kabupaten Wonosobo. Ada kasus human trafficking, eksploitasi, kekerasan seksual, tidak menerima hak gaji, hilang kontak hingga tersandung masalah hukum,” katanya.

20 Tahun Hilang Kontak di Singapura

Kasus lain, sekarang ini, Maizidah di SBMI sedang melakukan pendampingan seorang pekerja migran warga Desa Ngaliyan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, bernama Fitri yang telah 20 tahun hilang kontak di Singapura.

“Hingga sekarang belum ditemukan. Kami masih mengumpulkan berbagai informasi untuk menulis kronologis secara rinci. Kasus ini juga baru ditemukan belum lama ini,” katanya.

BACA JUGA: Maizidah (1): Jejak ‘Merah’ Agensi Tenaga Kerja Indonesia

Belum ada pembuatan surat kuasa, kronologis secara detail, maupun dokumen-dokumen yang dimiliki oleh pihak keluarga. “Bahkan foto-foto Fitri masih dicari, sedangkan suaminya sudah menikah lagi,” katanya. (*)

Komentar

Tulis Komentar