Dokter kok Jadi Teroris? Pahami Begini Alur Perjuangan Jamaah Islamiyah

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Penangkapan dokter Sunardi yang berujung dengan penembakan yang mengakibatkan yang bersangkutan meninggal dunia masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Setidaknya di media sosial sampai akhir pekan kemarin. Rata-rata masih mempertanyakan apakah benar dokter Sunardi terlibat terorisme? Bukankah itu kontradiktif?

Mengutip pernyataan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sukoharjo, sebagaimana ditayangkan Detik.com, mengungkapkan bahwa antara profesi dokter dan teroris itu kontradiktif.

"Bahwa kita bersumpah akan menjadi aktivis kemanusiaan tapi kok melakukan tindakan terorisme itu nggak jelas, kontradiktif. Jangan sampai ada distorsi dan lain-lain," beber Arif.

Betapa pun pihak kepolisian menyampaikan bahwa dokter Sunardi merupakan tokoh penting Jamaah Islamiyah yang berdasarkan gelar perkara sudah masuk kategori tersangka. Tetapi masyarakat tetap akan sulit menerima.

Masyarakat kita memang lebih mudah terpengaruh emosinya, daripada logika itu hanya salah satu penyebabnya. Namun ada sebab lain yang harus dijelaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat.

Masyarakat kita masih banyak yang bingung perbedaan yang ada pada kelompok-kelompok teroris yang ada di Indonesia. Masih banyak yang menganggap teroris itu satu jenis. Antara yang suka menyerang polisi dengan yang mengumpulkan dana dari kotak infak dianggapnya sama.

Meskipun nama kelompoknya sudah jelas disebut beda Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau Jamaah Islamiyah (JI), tetapi kebanyakan masyarakat masih menganggap paham terorisme keduanya sama.

BACA JUGA: Narasi JAD vs JI)

Dalam 10 tahun terakhir, kasus terorisme memang didominasi oleh kelompok-kelompok kecil yang cenderung brutal dan ngawur. Di tahun 2014, pasca deklarasi khilafah palsu ISIS, kelompok-kelompok kecil ini bersatu dalam satu bendera yaitu menyebut diri mereka sebagai anshar daulah atau anshar khilafah.

Hal ini menyebabkan orang lupa nama besar Jamaah Islamiyah (JI) yang menjadi pelopor eksperimen jihad di Indonesia. Tiba-tiba sejak akhir tahun 2019 hingga akhir 2021 penangkapan terduga teroris dari kelompok JI mendominasi operasi anti teror Polri. Ditambah lagi dulu pemberitaan dan pembahasan kasus terorisme tidak semasif saat ini di era kemudahan akses internet.

Masyarakat yang diharapkan akan menjadi partner dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme seharusnya diberikan penjelasan yang memuaskan. Jika tidak memuaskan, maka jangan kaget bila yang terjadi adalah masyarakat yang justru semakin abai akan isu radikalisme-terorisme ini. Mereka hanya akan ramai komentar tapi tak bisa memahami.

Untuk memahami kenapa ada dokter yang terlibat dalam kelompok teroris, khususnya dalam hal ini adalah kelompok JI, izinkan saya sebagai mantan binaan JI menjelaskannya secara singkat.



Kerja JI itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dakwah dan bagian militer (jihad).

Sebagai sebuah gerakan mereka punya sebuah ideologi dan cita-cita. Menegakkan syariat Islam melalui dakwah dan jihad adalah ruh perjuangan JI. Itulah mengapa kerja JI itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dakwah dan bagian militer (jihad).

Bagian dakwah adalah bagian yang terbuka, legal, dan bersentuhan langsung dengan umat Islam pada umumnya. Sedangkan bagian militer adalah bagian sirri (yang dirahasiakan) yang bahkan mayoritas anggota –apalagi simpatisannya-- tidak mengetahuinya.

Jihad bisa ditunda sampai umat membutuhkan jihad, namun tidak dengan dakwah dan aktivitas sosial membangun umat. Aktivitas dakwah dan membangun umat inilah yang akan terus mereka gencarkan. Dan di sinilah peran para dokter dan aktivis kemanusiaan yang berafiliasi dengan JI.

Sementara di sisi lain, JI meyakini suatu saat nanti umat pasti akan memerlukan jihad. Sehingga persiapan (i’dad) itu harus terus dilakukan. Persoalannya adalah i’dad itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan JI telah ditetapkan menjadi organisasi terlarang sejak 2008. Inilah dua hal yang menjadi biang utama kenapa saat ini JI sedang menjadi target utama operasi anti teror.

BACA JUGA: Dokter Sunardi yang Sederhana dan Ramah itu Telah Pergi

Memberikan dukungan kepada kelompok atau organisasi yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris bisa dikenakan pidana berdasarkan UU Terorisme No 5 tahun 2018. Maka, siapa pun yang berdasarkan bukti-bukti awal dianggap menjadi pendukung kelompok teroris, bisa ditangkap.Baik ia merupakan seorang dokter, pengusaha, guru, karyawan, ASN, atau bahkan tokoh agama.

Terorisme memang menjadi fitnah (ujian) bagi bangsa ini. Menurut pendapat saya, semakin banyaknya pemangku kebijakan yang terlibat di isu ini belum diiringi dengan semakin meningkatnya penjelasan soal isu ini kepada masyarakat.


BACA JUGA: Dokter Kelompok JI Tewas dalam Penangkapan di Sukoharjo

Banyak masyarakat yang menganggap isu ini hanya menghabiskan anggaran negara dan ternyata masih saja tetap ada. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menuduh isu terorisme ini sengaja dipelihara agar negara kelihatan hebat di mata rakyat.


BACA JUGA: Kompolnas Nilai Penangkapan Dokter Sunardi oleh Densus 88 Sesuai SOP

Pertanyaannya: penjelasannya yang kurang atau masyarakatnya yang kurang peduli? Atau masyarakat sudah semakin tidak percaya dengan pemerintah?

Komentar

Tulis Komentar