Dokter Sunardi yang Sederhana dan Ramah itu Telah Pergi

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Peristiwa penangkapan yang berujung pada penembakan dan meninggalnya dokter Sunardi oleh personel Densus 88 di Sukoharjo pada Rabu malam (9/3/2022) masih ramai diperbincangkan di media sosial. Pada Kamis malam (10/3/2022) tagar #PrayForDokterSunardi sempat jadi salah satu trending topik Twitter di Indonesia dengan 27 ribu tweet lebih. Mayoritas tidak percaya keterlibatan dokter Sunardi dalam jaringan teroris dan mempertanyakan prosedur penangkapan.

Kenapa tidak ditangkap di rumahnya? Bukankah akan lebih baik bila ditangkap hidup-hidup? Karena ditangkap di jalanan seperti itu, banyak yang berprasangka buruk pada kinerja Polri di kegiatan itu.

Ketika masih menjadi binaan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dulu, saya pernah berinteraksi dengan dokter Sunardi. Yaitu ketika menjadi panitia acara bakti sosial pengobatan gratis dan workshop Thibbun Nabawi alias pengobatan ala Nabi Muhammad ﷺ di mana beliau menjadi salah satu narasumbernya.

Terlepas benar atau tidaknya sangkaan kasus terorisme yang dialamatkan kepada beliau, berikut ini adalah kisah saya bersama dokter Sunardi yang terjadi di tahun 2008.

Berjalan dengan Bantuan Kruk Karena Kecelakaan

Saat itu di pertengahan tahun 2008 di sebuah pesantren yang berafiliasi dengan JI diadakan serangkaian acara untuk menyambut wisuda santri kelas terakhir. Ada bedah buku, pengobatan gratis, dan daurah (workshop). Saya mendapatkan tugas sebagai bagian dekorasi dan dokumentasi di semua kegiatan itu.

Pada saat kegiatan daurah Thibbun Nabawi yang dilanjutkan dengan pengobatan gratis itulah saya bertemu pertama kalinya dengan dokter Sunardi. Tak seperti sosok dokter yang biasanya selalu tampil rapi dan klimis, dokter Sunardi justru tampil sederhana yang bahkan kalah klimis dengan kami para panitia. Ditambah lagi ketika berjalan beliau memerlukan alat bantu kruk, semakin membuat kesan sederhana itu begitu kuat.

“Masih belum pulih Dok?” sapa salah satu dari kami yang menyambut kedatangannya.

“Alhamdulillah, yang penting masih diberi kemampuan untuk berbuat baik meskipun dalam kondisi begini,” jawabnya sambil tersenyum lebar dengan wajah yang cerah.

Dalam pemaparannya ketika menjadi pemateri daurah, dokter Sunardi menjelaskan keterkaitan antara pengobatan ala Nabi ﷺ dengan kedokteran modern. Di mana keduanya sejatinya saling melengkapi dan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Ketika ada yang bertanya: “Mana yang lebih Anda pilih antara kedokteran holistik atau pengobatan ala Nabi ﷺ?,” beliau menjawab, “Saya dokter umum tapi selalu mengkonsumsi suplemen dari Thibbnun Nabawi. Silahkan disimpulkan sendiri”

Jawaban beliau itulah yang saya pegang dalam prinsip pengobatan dan menjaga kesehatan hingga saat ini. Yaitu memadukan antara kedokteran moderen dan Thibbnun Nabawi.

Ajakan Menanam Pohon

Ketika menceritakan bagaimana dirinya kemudian memilih menjadi dokter sebagai bentuk berkhidmat bagi kemanusiaan, sempat menyinggung tentang inspirasi dari banyaknya tanaman buah yang dimiliki oleh kakeknya. Menurutnya menjadi dokter itu filosofinya mirip dengan menanam pohon.

Membesarkan pohon itu memerlukan usaha sendirian tetapi manfaatnya bisa dinikmati orang lain tanpa bersusah payah. Kerindangannya, buahnya, oksigen yang dihasilkannya, semua itu bisa dinikmati banyak orang. Sama dengan bidang dokter yang dipilihnya. Menjadi dokter itu butuh perjuangan yang dilakukannya sendiri, tetapi nanti harus bisa mendatangkan manfaat yang besar bagi sesama.

Ia juga terkesan dengan pohon-pohon yang ditanam kakeknya yang bisa terus memberikan manfaat hingga ke cucu-cucunya. Entah sudah berapa banyak pohon itu menghasilkan pahala jariyah bagi kakeknya. Maka saat itu ia mulai rajin menanam dan merawat pohon buah sebagai salah satu investasi masa depan (akhirat).

“Bayangkan, dengan menanam pohon buah minimal kita bisa sedekah oksigen setiap saat. Belum lagi bila berbuah hingga ke anak cucu nanti,” begitu katanya.

Kata-kata ini pun menginspirasi saya untuk menyukai kegiatan merawat dan menanam pohon hingga saat ini.

Hilal Ahmar Solo: Berawal dari Ide Pengobatan Gratis Dokter Sunardi

Keinginan agar masyarakat luas bisa mendapatkan manfaat dari ilmu kedokteran yang dimilikinya melahirkan ide membuat klinik pengobatan gratis bagi masyarakat tidak mampu. Klinik pengobatan gratis itu diberi nama Hilal Ahmar Solo. Klinik itu dalam operasionalnya dibiayai sendiri dari kantong pribadi dan dibantu oleh para donatur.

Nama Hilal Ahmar Solo pertama kali saya ketahui dari acara bakti sosial pengobatan gratis itu. Belakangan nama Hilal Ahmar mencuat hingga ke dunia internasional karena dianggap terafiliasi dengan kelompok teroris.

Sekali lagi, terlepas dari keterkaitan dokter Sunardi atau Hilal Ahmar dengan kelompok teroris seperti pernyataan aparat keamanan, bagi saya dokter Sunardi tetap meninggalkan teladan yang baik dalam kemanusiaan.

Dari kisah hidup dokter Sunardi yang diceritakannya dalam daurah itu bisa disimpulkan bahwa ingin bermanfaat bagi sesama tanpa pandang bulu seperti tumbuhan yang menghasilkan oksigen, merupakan prinsip hidupnya. Maka jangan heran bila banyak pihak yang merasa kehilangan dan bersimpati atas kepergiannya.

 

Komentar

Tulis Komentar