Sejarah Gashibu: Perkembangan dan Inspirasi Gerakan Serupa (2-habis)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Gashibu dinyatatakan bubar setelah semua rekening yang digunakan untuk menampung donasi ditutup oleh pihak bank secara bersamaan. Ketika coba diurus ke masing-masing kantor bank, didapat penjelasan bahwa rekening mereka dibekukan dari kantor pusat yang alasan pastinya disuruh menanyakan ke call center pusat. Akhirnya diketahui bahwa entitas Gashibu dan beberapa nama terkait Gashibu telah ditetapkan ke dalam DTTOT.

Baca Ulasan Sebelumnya : Sejarah Gashibu: Pelopor Fundraising Keluarga Napiter (1)

Meskipun Gashibu secara resmi dibubarkan tak lama setelah mendapat kejelasan alasan di balik penutupan rekening mereka, namun gerakan penggalangan dananya masih terus berlangsung menggunakan modus kaleng infak yang hanya disebar ke para simpatisan mereka yang dipercaya.

Pada awal berdirinya di tahun pertama jumlah dana yang berhasil dihimpun masih tergolong sedikit. Seingat saya masih berkisar antara 2-3 juta-an. Namun sejak kedua tokoh eks napiter senior itu bebas dari penjara di pertengahan 2011, Gashibu mengalami kenaikan jumlah donatur yang sangat signifikan. Ini dikarenakan kedua tokoh di atas lebih mudah meyakinkan orang-orang karena keduanya sudah bebas dan mendukung sepenuhnya gerakan itu.

Menurut kedua eks napiter itu, keluarga napiter rata-rata sangat memerlukan bantuan dari umat Islam. Keduanya tentu saja pernah mengalami bagaimana rasanya punya keluarga yang ikut menderita karena dirinya dipenjara. Terutama sekali akan sangat terasa di tahun-tahun pertama.

Oleh karena itu keduanya menjadi sangat diikuti perkataannya. Mereka berdua ini menjadi semacam credible voice untuk kampanye penggalangan dana. Kata-katanya ampuh membuat orang-orang untuk percaya.

Selain itu sebagai eks napiter keduanya juga sangat paham bahwa bermain di ranah penggalangan dana untuk menyantuni keluarga napiter itu tidak akan terkena delik hukum. Mereka masih ingin terus terlibat dalam memelihara ‘ruh perjuangan’ di kelompoknya dengan membantu keluarga yang ditinggalkan oleh para napiter.

Dan keduanya juga menyadari bahwa sebenarnya banyak orang yang bersimpati pada gerakan mereka namun masih takut untuk membantu. Takut disebut atau membantu pendanaan terorisme. Kedua orang itulah yang paling getol menjelaskan kepada khalayak bahwa membantu keluarga napiter itu tidak masuk delik terorisme. Dan perlahan-lahan upaya ini mulai membuahkan hasil.

Di akhir 2011 setidaknya angka donasi yang didapat telah mencapai belasan juta. Angka ini juga dibarengi dengan semakin bertambahnya keluarga napiter yang dijangkau oleh program mereka. Program bantuan yang pertama kali mereka lakukan bertajuk Bantuan Rutin Orang Tua Asuh (BR-OTA), yaitu bantuan yang diberikan kepada keluarga napiter berdasarkan jumlah anak-anak mereka yang sudah bersekolah dengan besaran bantuan Rp. 300.000 per anak per bulan.

Kemudian seiring semakin bertambahnya jumlah donasi yang berhasil dikumpulkan tiap bulannya, mereka juga membuka program besukan rutin ke lapas-lapas tempat para napiter klien mereka ditahan.

Jumlah donasi terus mengalami kenaikan sampai pada puncaknya di era 2014-2020 yang rata-rata berhasil menembus angka Rp.30-50 jutaan per bulan. Di setiap bulan Ramadhan mereka juga membuka program penerimaan zakat fitrah/mal yang hasilnya akan disalurkan kepada keluarga napiter yang membutuhkan. Dan di bulan Dzulhijjah juga menerima hewan kurban yang akan disalurkan ke lapas-lapas tempat para napiter ditahan dan juga kepada keluarga mereka yang bisa dijangkau.

Selama berdirinya sejak 2009 sampai setidaknya menjelang pertengahan 2014 Gashibu juga sering diterpa berita miring. Beberapa di antaranya adalah tuduhan bahwa Gashibu hanya membantu para napiter yang dikenal oleh para pengurus dan relawannya, tidak transparan dalam laporan, dan ada yang menganggapnya sebagai lembaga abal-abal yang digunakan untuk keuntungan pribadi beberapa pengurusnya.

Tudingan bahwa Gashibu pilih-pilih napiter yang diberi bantuan itu muncul karena banyaknya daerah asal napiter yang tidak terjangkau oleh program mereka. Jadi bukan karena Gashibu pilih-pilih, tetapi tidak terjangkau. Hal ini yang kemudian membuat beberapa orang kemudian mencoba menginisiasi gerakan pengumpulan donasi serupa di daerah yang belum terjangkau oleh Gashibu.

Maka sejak di akhir 2014 mulai muncul lembaga-lembaga atau gerakan sejenis. Ada Azzam Dakwah Center (sudah bubar), Anfiqu Center, Gubuk Sedekah Amal Umat (GSAU), At Taawun, Baitul Mal Al-Iltizam (BAZAM), Uma Nami Fastabiqul Khoirot, Lan Tabur, Muhzatul Ummah, dan lain-lain. Mereka ini memiliki wilayah operasionalnya masing-masing dan sejauh ini masih terus eksis meskipun jumlah donasi yang diterima masih selalu fluktuatif (naik-turun).

Pada Juni 2020 yang lalu kami sempat melakukan riset kecil-kecilan mencoba mendata berapa jumlah donasi yang bisa dikumpulkan oleh lembaga-lembaga tersebut (kecuali Azzam Dakwah Center yang sudah bubar) selama bulan Ramadhan. Data itu kami peroleh dari laporan keuangan yang selalu mereka posting di akun resmi mereka di media sosial. Hasilnya mereka berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 255 juta.

Jumlah perolehan donasi sebesar itu setidaknya membuktikan bahwa banyak orang-orang yang bersimpati pada model gerakan kelompok ini. Meskipun tentu saja yang menyebabkan simpati mereka itu bermacam-macam. Dari berbagai narasi yang digunakan untuk penggalangan dana, entah di narasi mana yang membuat orang kemudian bersimpati.

Kapan-kapan kita akan coba bahas lebih jauh soal narasi yang biasa digunakan oleh kelompok ini dalam menggalang dana.

Komentar

Tulis Komentar