18 Tahun Zulkarnaen Buron dan Sistem Pendanaan JI

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Arif Sunarso alias Zulkarnaen (59 tahun) yang disebut-sebut sebagai mantan panglima militer Jamaah Islamiyah (JI) mendapatkan vonis 15 tahun penjara. Vonis dibacakan dari ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (19/1/2022).

Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni seumur hidup. Sebelumnya, Zulkarnaen dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup oleh JPU. Zulkarnaen ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri di daerah Lampung pada 10 Desember 2020 silam. Ia diketahui buron selama 18 tahun atau sejak akhir 2002.

Polisi dan jaksa menuduh Zulkarnaen berperan dalam pembuatan bom yang digunakan dalam serangan Bali, serta dalam aksi serangan bom di hotel JW Marriott, Jakarta tahun 2003 yang menewaskan 12 orang.

Tapi Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak lagi mendakwa dengan tuduhan mendalangi bom Bali karena undang-undang pembatasan telah kedaluwarsa. Hukuman yang dijatuhkan disebutkan tidak berhubungan langsung dengan serangan bom di Bali pada tahun 2002, yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.

Zulkarnaen dinyatakan bersalah membantu dan bersekongkol dengan pelaku teror dengan meminjamkan uang, memberikan perlindungan dan menyembunyikan informasi tentang aksi teror. Selama persidangan, Zulkarnaen mengatakan dia adalah pemimpin sayap militer JI, tetapi membantah keterlibatan dalam pemboman klub malam di Bali dan beberapa peristiwa pemboman setelahnya.



Bagaimana Zulkarnaen Bisa Bertahan 18 tahun Menjadi DPO?

Sebagai orang yang pernah berada dalam lingkaran JI di masa lalu, saya tahu bahwa JI punya program dan tim khusus yang menangani para DPO yang di dalam kelompok JI disebut sebagai matlubin. JI selalu punya alasan dalam setiap program mereka. Termasuk dalam urusan merawat DPO yang sejatinya merupakan pelanggaran hukum dalam UU Terorisme.

Dalam pedoman organisasi JI tersebut, seorang DPO akan dirawat apabila ia merupakan asset penting bagi organisasi JI karena faktor sejarah, atau memiliki keahlian dan kemampuan yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu oleh dan untuk kepentingan organisasi (JI).

Dalam hal ini Zulkarnaen dianggap memiliki keahlian militer dan penggunaan senjata, pernah mengikuti pelatihan militer di Afghanistan, menjadi instruktur militer di Afghanistan dan Filipina, serta memiliki pengalaman pada kegiatan-kegiatan di organisasi (JI) termasuk pelaksanaan jihad di beberapa medan konflik.

Berdasarkan salinan surat dakwaan yang didapatkan tim peneliti kami, selama menjadi DPO, Zulkarnaen selalu mendapatkan support dana untuk menjalani kehidupannya sebagai DPO. Dana itu sebagian diberikan untuk modal usaha sebagai cover dalam kehidupan sehari-hari agar tidak dicurigai, dan sebagian lagi diberikan secara rutin setiap bulan dalam jumlah nominal yang tidak tetap. Dana itu diambil dari dana operasional organisasi yang diperoleh dari infak para anggota dan simpatisan, serta dari hasil unit bisnis milik organisasi (JI).

Beberapa waktu yang lalu terungkap adanya modus penggalangan dana melalui kotak infak yang dilakukan oleh anggota JI dengan menggunakan cover Lembaga Amil Zakat, Baitul Mal, dan yayasan sosial. Dilansir dari IDN Times, Dana yang diperoleh dari lembaga-lembaga dan yayasan itu beroperasi pun mencapai angka yang fantastis. Bisa mencapai Rp. 28 Milyar per tahun.

Apakah ada dana dari masyarakat umum itu yang digunakan untuk keperluan merawat DPO ini? Untuk menjawabnya memang harus mengkonfirmasi kepada para pelaku penggalangan dana itu. Tetapi menurut saya sebagai orang yang pernah hidup dalam lingkaran JI, kemungkinan itu ada meskipun harus dicarikan justifikasinya dulu.

Justifikasi itu misalnya: penggunaan dana untuk santunan keluarga dhuafa (tidak mampu). Seorang DPO yang dirawat oleh JI bisa saja dimasukkan sebagai keluarga dhuafa sehingga bisa menerima dana yang diperoleh dari masyarakat umum itu.

Jamaah Islamiyah adalah sebuah organisasi yang sangat dinamis dan para anggotanya sangat setia pada doktrin ‘jalan perjuangan’ JI. Apapun akan dilakukan untuk terus bertahan sampai cita-citanya tercapai. Menyiasati pemanfaatan dana yang diperoleh dari masyarakat umum itu hanya salah satu keahlian JI dalam bertahan dan mengembangkan organisasi.

Meskipun saya pribadi masih meyakini JI tidak akan pernah berkhianat dalam penggunaan dana, tetapi menyiasati agar tidak melanggar amanah itu bukan sesuatu yang sulit. Contohnya adalah seperti teori kemungkinan pada kasus merawat DPO atas nama Zulkarnaen selama 18 tahun. Yaitu kemungkinan justifikasi penggunaan dana dengan memasukkan DPO ke dalam keluarga dhu’afa (tidak mampu) yang berhak mendapatkan santunan.

Komentar

Tulis Komentar