Jamaah Islamiyah: Target Jangka Panjang Operasi Anti-teror di Indonesia (2-habis)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

I’dad dan Merawat Buronan Kepolisian: Kewajiban yang Bermasalah

Pertentangan dalam tubuh Jamaah Islamiyah (JI) tentang boleh tidaknya melakukan amaliyah (operasi "jihad") muncul setelah peristiwa Bom Bali I pada tahun 2002 silam. Namun demikian, untuk urusan i'dad alias persiapan, mayoritas anggota dan kader JI masih sepakat itu jadi kewajiban. Hal inilah yang bisa jadi salah satu delik jeratan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Di sisi lain, berdasarkan pengamatan di media sosial, fenomena keberhasilan Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan, bagi kelompok JI dianggap sebagai bukti yang semakin menguatkan bahwa perjuangan itu memang harus jangka panjang. Meskipun konteksnya tentu saja berbeda karena tidak ada pendudukan tentara asing di Indonesia.

Lalu kira-kira apa hubungannya penggalangan dana melalui ribuan kotak infak di minimarket-minimarket dengan aktivitas yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 alias Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme?

Untuk menjawab pertanyaan ini saya harus menjelaskannya agak panjang.

Pertama soal pola pendanaan di dalam JI. Sumber pendanaan JI itu setahu saya hanya ada dua jenis, yaitu dari infak dan dari hasil usaha aset-aset produktif JI. Terungkapnya aset JI berupa kebun sawit, kebun coklat, dan beberapa perusahaan itu hanya sebagian saja. Fenomena penggalangan dana melalui kotak infak di minimarket-minimarket dan warung-warung itu adalah salah satu upaya mengumpulkan infak dari luar anggota/simpatisan JI.

Kedua, soal bagaimana penggunaan dana di dalam JI. Setahu saya dana yang diperoleh dari umat Islam di luar anggota/simpatisan JI akan digunakan sesuai dengan amanah dari umat. JI tidak akan berkhianat. Misalnya dana untuk kepentingan dakwah dan sosial tidak akan digunakan untuk kegiatan berbau askari (militer). Yang akan digunakan untuk kepentingan askari adalah dana yang diperoleh dari infak para anggota/simpatisan JI atau dari hasil usaha aset-aset JI.

Ketiga, mengapa para pengurus yayasan pengelola infak dari ribuan kotak amal itu ditangkap aparat kepolisian? Menurut saya setidaknya dalam hal ini ada dua kemungkinan penyebabnya, yaitu;

Kemungkinan pertama, sebagian dana itu digunakan untuk kegiatan sosial yang bersinggungan dengan orang-orang di bagian askari. Misalnya memberikan subsidi finansial bagi anggotanya yang termasuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan keluarganya atau anggota bidang askari.

Atau kemungkinan kedua adalah, para pengurus yayasan itu juga merangkap mengelola keuangan JI secara umum, tidak hanya yang untuk urusan pendidikan dan sosial saja. Sehingga dianggap mengetahui aliran dana JI selama ini.

Dari penjelasan tentang sepak terjang JI di atas, dapat disimpulkan bahwa memang benar untuk jangka panjang JI akan lebih berpeluang untuk bertahan, minimal sebagai gerakan dakwah dan sosial. Karena mereka punya tujuan yang jelas, memiliki struktur organisasi yang solid dan bisa menyesuaikan dengan tuntutan kondisi. Ditambah lagi fenomena keberhasilan Taliban yang seakan membenarkan model perjuangan jangka panjang yang dilakukan oleh JI.

Bila mengacu pada perkembangan jihad global yang sedang terjadi saat ini, di mana Taliban sedang unggul atas IS/ISIS dan Al Qaeda, maka menurut saya JI akan menjadi target utama jangka panjang operasi anti-teror di Indonesia. Apalagi bila Taliban berhasil membawa Afghanistan menjadi lebih baik dari sebelumnya, maka Taliban benar-benar akan menjadi role model bagi perjuangan JI meskipun konteksnya pasti berbeda.

Dan saya juga meyakini, bahwa kelompok JI akan terus berusaha untuk bertahan dengan melakukan banyak upgrade strategi.

Komentar

Tulis Komentar