Taliban: Membenci, Mengkritik dan yang Merindukan (1)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Fenomena kembalinya Taliban menguasai Afghanistan masih menjadi topik pemberitaan utama semua media di dunia. Masih didominasi oleh pernyataan-pernyataan resmi kelompok ini dan berbagai komentar serta tanggapan dari para pengamat, akademisi, diplomat sampai para pejabat tinggi negara.

Kembalinya Taliban menguasai Afghanistan memang patut menjadi perhatian dunia. Mampu berperang selama 20 tahun melawan Amerika dan sekutunya adalah sebuah prestasi tersendiri. Taliban yang notabene berperang dengan teknologi yang tergolong primitif melawan Amerika yang disokong oleh teknologi lebih canggih.

Mereka benar-benar unik. Sederhana namun tak mudah dikalahkan. Mundurnya pasukan Amerika dari Afghanistan adalah bukti yang paling absolut.

Bagi yang tidak suka dengan Amerika, kegagalan Amerika mengendalikan Afghanistan akan dijadikan sebagai salah satu bahan utama membangun narasi bahwa Amerika tidaklah hebat-hebat sangat. Menghabiskan anggaran puluhan ribu miliar dollar selama 20 tahun di Afghanistan seakan menjadi sia-sia ketika hasil akhirnya adalah ‘menarik mundur pasukan’ dari Afghanistan.

Sebagai sebuah fenomena, respon warga dunia termasuk yang di Indonesia pada kembali berkuasanya kelompok ini di Afghanistan pun bermacam-macam. Ada yang biasa-biasa saja seperti respon ketika ada artis yang sedang naik daun, ada yang membenci, ada yang mengkritik dan ada juga yang merindukannya.

Abaikan yang responnya biasa-biasa saja seperti respon ketika ada artis yang lagi naik daun. Mari kita bahas siapa yang membenci, siapa yang mengkritik, dan siapa yang merindukannya dalam lingkup Indonesia. Tentu saja ini pendapat saya pribadi sebagai mantan ‘teroris’ yang masih terus aktif mengamati perkembangan dunia pergerakan Islam. Khususnya dinamika yang terpantau melalui media sosial.

Pihak yang Membenci Taliban

Pihak yang membenci Taliban adalah orang-orang yang selama ini mengenal dari pemberitaan-pemberitaan media Barat.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa selama 20 tahun berperang melawan Amerika dan sekutunya, oleh media-media Barat yang kemudian dikutip dan disebarkan oleh media-media lokal di seluruh dunia, Taliban digambarkan sebagai kelompok yang terbelakang dan kejam.

Setiap kali ada bukti kekejaman Taliban akan diekspose sedemikian rupa agar seakan-akan seperti itulah mayoritas kelakuan kelompok ini. Padahal boleh jadi tidak demikian. Ada banyak tindakan Taliban yang justru mendapat simpati rakyat Afghanistan yang kebanyakan orang tidak tahu.

Salah satu kelakuan kejam yang paling populer di kalangan aktivis perdamaian adalah penembakan terhadap Malala Yousafzai. Meskipun Taliban menyatakan saat itu mereka tidak menarget Malala karena menyebarkan pendidikan, namun karena melecehkan Islam dan itu alasan yang cukup untuk menyerangnya. Tetapi dari peristiwa penembakan yang terjadi pada tahun 2012 itu digambarkan bahwa mereka sangat diskriminatif pada anak perempuan sekaligus kejam.

Pemberitaan semacam inilah yang menyebabkan banyak orang yang membenci Taliban hingga sekarang. Narasi tentang kekejaman mereka di masa lalu benar-benar sangat membekas di hati orang-orang ini. Sehingga ketika ada berita terbaru bahwa kelompok ini memburu beberapa jurnalis, sontak mereka berteriak: “Ini buktinya Taliban masih akan bertindak kejam”.

Maka sangat wajar bila orang-orang ini tidak yakin Taliban akan bisa berubah meskipun menurut pernyataan-pernyataan juru bicaranya mereka ingin mengubah diri menjadi lebih ramah dan moderat. (Bersambung)

Komentar

Tulis Komentar