Ada yang berbeda dari ratusan warga binaan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Semarang (LPP Semarang) pagi itu. Pagi-pagi betul, mereka sudah berdandan, mengenakan baju yang hampir seragam bermotif batik dengan dominasi warna merah dan putih.
Sekira pukul 07.30 WIB, mereka sudah berkumpul di lapangan yang lokasinya persis setelah pintu kedua lapas. Mereka bersiap melakukan upacara dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa 17 Agustus 2021.
Upacara pun dimulai. Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik (Binadik) Mei Kartini. Mei mengenakan kerudung berwarna merah, baju warna putih dan kain batik sebagai bawahan. Kalapas setempat, Kristiana Hambawani sempat menyapa para peserta. Kristin, sapaan akrabnya, terlihat mengenakan baju adat Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia tak mengikuti upacara di lokasi itu karena harus mengikuti upacara dan rangkaian kegiatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah yang dipusatkan di Lapas Kelas I Semarang.
Di lapangan, baik Mei, maupun semua peserta upacara mengenakan masker. Di lapas yang berlokasi tak sampai 1 km sebelah barat Gedung Lawang Sewu ini, protokol kesehatan diterapkan ketat, maklum pandemi Covid-19 memang belum berakhir.
Upacara digelar dengan khidmat. Masing-masing peserta berbaris rapi sesuai dengan blok-blok yang sudah ditentukan. Para petugas, seperti; grup paduan suara, pembaca teks pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengibar bendera, pembaca teks proklamasi, semuanya adalah WBP alias narapidana setempat.
“Kita semua harus tetap tangguh menghadapi segala cobaan dan kemudian dengan perlahan tumbuh lebih baik,” kata Mei dalam amanatnya di depan para narapidana peserta upacara.
Upacara itu berlangsung sekira 40 menit. Prosesinya dari tahapan ke tahapan semuanya lancar. Di akhir upacara, semua peserta upacara sempat bersama-sama menyanyikan lagu Hari Merdeka karya Husein Mutahar dan Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki.
Berpadu dengan paduan suara, lagu itu dinyanyikan dengan apik. Apalagi sang dirigen yakni Sembiring, terlihat amat menikmati tugasnya memimpin paduan suara. Bergoyang-goyang mengikuti irama lagu.
“Kalau saya memang sejak di luar sudah sering (jadi dirigen), dulu saya di dinas,” kata Sembiring WBP setempat.
Begitu dua lagu itu selesai dinyanyikan, banyak di antara peserta meminta lagu lagi.
“Nyanyi lagi,” kata beberapa di antara peserta upacara setengah berteriak.
Setelah ditutup, peserta upacara bubar. Tetapi, banyak di antara mereka yang memilih tetap berada di lapangan upacara. Mereka meminta berfoto bersama, baik sesamanya maupun dengan para petugas dari lapas setempat. Banyak di antara mereka juga menghampiri ruangobrol.id untuk minta difoto.
“Kalau bisa diprint (dicetak) ya Mas, biar kami pajang. Kan kami tidak bawa handphone,” kata salah satu WBP kepada ruangobrol.id.

Upacara ini sebenarnya harus diikuti oleh semua warga binaan. Mereka yang tidak boleh ikut harus ada alasan kuat, salah satunya karena sakit. Salah satu WBP di sana, yakni Damayanti seorang terpidana kasus terorisme rangkaian kasus Bom Surabaya, tak terlihat ikut upacara itu.
Informasi yang dihimpun, dia belum mau mengikuti kegiatan seperti itu. Walaupun, pada kegiatan lain secara umum, seperti kegiatan membatik Damayanti masih mau mengikuti. Damayanti adalah satu-satunya narapidana kasus terorisme di lapas tersebut.
Remisi
Beberapa saat setelah upacara selesai, para WBP ini berkumpul di ruang serbaguna. Lokasinya setelah pintu ketiga lapas.
Mereka mengikuti prosesi Detik-Detik Proklamasi, yang digelar mulai pukul 10.00 WIB – 10.30 WIB. Berbaris dan menatap layar, mereka mengikuti prosesi secara virtual. Ini adalah momentum mengenang ketika teks proklamasi dibacakan Ir. Sukarno 76 tahun lalu di Jl. Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta.
Setelah prosesi selesai, tiba waktunya yang ditunggu-tunggu sebagian besar WBP. Adalah pembacaan remisi alias pengurangan hukuman sebagai semacam reward bagi narapidana yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif.

Di LPP Semarang, Remisi Umum (RU) dalam rangka HUT ke-76 Kemerdekaan RI ini juga diberikan. RU ini artinya semua narapidana mendapatkannya, terkecuali mereka yang mendapatkan vonis mati, seumur hidup ataupun sebab lainnya seperti belum menjalani pidana minimal 6 bulan, terdaftar register F alias buku catatan disiplin narapidana ataupun mereka yang belum mengikuti program pembinaan di lapas.
Narapidana lainnya yang termasuk kategori Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 99 Tahun 2012 harus memenuhi syarat-syarat khusus tambahan untuk bisa memperoleh remisi. Pidana yang terkait ketentuan ini adalah; korupsi, terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan HAM berat dan kejahatan transnasional terorganisir.

Di LPP Semarang ada 141 narapidana yang menerima RU Kemerdekaan RI ini dari total 295 WBP yang ada di sana, terinci 274 narapidana dan 21 orang lainnya masih berstatus tahanan. Jumlah WBP 295 orang itu tercatat per hari Selasa 17 Agustus 2021, dari kapasitas hunian 174 orang.
Mereka yang mendapatkan remisi alias pengurangan hukuman, rinciannya; 16 orang mendapatkan remisi 1 bulan, 32 orang memperoleh 2 bulan, 25 orang 3 bulan, 19 orang 4 bulan, 38 orang 5 bulan, 11 orang 6 bulan.
Dari total 141 penerima remisi ini, dua orang di antaranya mendapatkan RU II alias langsung bebas karena telah telah habis masa pidananya.
“Sebenarnya ada 3 orang yang RU II, tapi yang satu kena kasus lain jadi masuk lagi,” kata Mei Kartini.
Hemat anggaran makan
Sementara itu, di tempat lain yakni Lapas Kelas I Semarang ada 564 narapidana setempat yang menerima RU ini. Di antara mereka, 4 orang langsung bebas karena masa pidananya telah habis.

Di Jawa Tengah sendiri, total penerima RU ini adalah 7.154 narapidana, 138 orang di antaranya langsung bebas. Secara rasio, jumlah narapidana yang mendapatkan remisi ini mencakup 51,6 persen dari total jumlah WBP yang ada di lapas dan rumah tahanan negara (rutan) di wilayah Jawa Tengah.
Jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan di Jawa Tengah ada 46 unit, terinci 26 berstatus lapas dan 20 berstatus rutan. Berdasarkan informasi yang diakses secara online di Sistem Data Base Pemasyarakatan, per 20 Agustus ini hanya 11 UPT Pemasyarakatan yang tak mengalami over kapasitas, terinci; Lapas Kelas I Batu High Risk Narkotika Nusakambangan, Lapas Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Lapas Kelas IIA Pekalongan, Lapas Khusus Kelas IIA Karanganyar Nusakambangan, Lapas Narkotika Kelas IIB Purwokerto, Lapas Pemuda Kelas IIB Plantungan Kendal, Lapas Terbuka Kelas IIB Kendal, Lapas Terbuka Kelas IIB Nusakambangan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kutoarjo, Rutan Kelas IIB Banyumas dan Rutan Kelas IIB Rembang.
Sisanya, yakni 35 UPT Pemasyarakatan lain di Jawa Tengah mengalami over kapasitas hunian. Di website tersebut, yang ditulis dengan warna merah adalah UPT Pemasyarakatan yang mengalami over kapasitas hunian.
“Per tanggal 8 Agustus 2021, jumlah WBP di Jawa Tengah adalah 13.860 orang. Tentang remisinya ini variatif, mulai 1 bulan sampai 6 bulan,” kata Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah A.Yuspahruddin dalam siaran persnya yang diterima ruangobrol.id.
Pemberian remisi ini, selain dalam upaya perlahan menyelesaikan persoalan over kapasitas hunian lapas/rutan, juga berdampak pada penggunaan anggaran. Berkurangnya masa pidana otomasis akan mengurangi anggaran untuk makan harian narapidana. RU Kemerdekaan RI 2021 ini ada Rp.11.768.220.000 anggaran yang bisa dihemat Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah.
FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN (FOTO ATAS)
Tiga orang WBP Lapas Perempuan Semarang yang menjadi paskibra selesai mengibarkan bendera Merah Putih saat upacara peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa 17 Agustus 2021.