Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan luar biasa dan jadi salah satu ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada konteks ini, negara punya kewajiban memberikan rasa aman bagi warganya. Sinergi antarotoritas pemegangnya mutlak dilakukan, menghindari ego sektoral.
Salah satu upaya yang dilakukan ketika Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar rapat koordinasi dengan Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri pada Selasa (10/8) di Jakarta. Upaya ini juga sesuai mandat Undang-Undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan rapat tersebut fokus membahas sinergi dalam program deradikalisasi. Mencoba menyamakan frekuensi dan saling mendukung upaya pembinaan mitra deradikalisasi di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakatan (lapas).
“Banyak yang kita bahas. Namun, secara keseluruhan kita ingin kerjasama dan kolaborasi lebih meningkat lagi,” kata Boy saat memberikan sambutan kunjungan Densus 88 di dampingi jajarannya, di antaranya Sekretaris Utama BNPT Mayjen TNI Untung Budiharto.
Sinergi yang diharapkan BNPT, sebut jenderal polisi tiga bintang ini, di antaranya adalah saling bertukar informasi ataupun data untuk nantinya bisa ditindaklanjuti sesuai porsi masing-masing.
Kepala Densus 88, Irjen Pol Marthinus Hukom mengatakan ada perubahan besar dalam penanganan terhadap pelaku teror. Saat ini penanganan yang dilakukan lebih humanis, berbeda dengan sebelumnya yang keras.
“Salah satu tujuan ketemu adalah untuk penguatan koordinasi, Densus 88 merupakan penegak hukum yang saat ini implementasinya dengan pendekatan humanis,” kata jenderal polisi dua bintang ini.
Marthinus yang sempat bertugas di BNPT menyebut saat ini di Densus sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP). Salah satunya, tim yang melakukan penangkapan terhadap terduga teroris tidak dilakukan tim pengintai. Tim ini yang mengikuti gerak target, bekerja sangat keras di lapangan tak ada istirahat.
“Kalau yang menangkap mereka (tim pengintai) pasti ada (yang) terlampiaskan, karena mengikuti pasti dongkol, ada emosi yang terbangun sejak awal,” pungkasnya.