NU dan Muhammadiyah Dihimbau Turut Jaga Remaja dari Terorisme

News

by Akhmad Kusairi

Ketua Forum Perjuangan Solidaritas Umat Islam Poso Haji Muhammad Adnan Arsal mengajak organisasi masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk aktif menjaga para remaja dari paparan radikal teror. Ia mewanti-wanti agar para remaja jangan sampai malah dibina oleh kelompok teroris.

“Masing-masing ormas Islam mengendalikan remajanya jangan sampai dibina oleh orang teroris,” kata Haji Adnan saat diskusi Poso pada Sabtu (3/7), kemarin.

Menurut Haji Adnan, kelompok teroris yang sekarang berada di di Gunung Biru merupakan musuh bersama. Ia mendorong agar negara memberikan perlindungan masyarakat kepada masyarakat di Poso dan sekitarnya terutama masyarakat petani.

“Kami tokoh umat islam menjadikan yang di atas itu menjadikan musuh bersama. Mari kita dorong negara menyelesaikan ini. Mereka yang jadi korban itu petani biasa, bukan melawan mereka,” kata Haji Adnan lagi

Haji Adnan juga mendesak agar negara melalui Presiden memberikan jaminan berupa Instruksi Presiden maupun Keputusan Presiden. Untuk keperluan tersebut, Haji Adnan bersama tokoh lintas  agama Poso ingin menemui Presiden Joko Widodo secara langsung.

“Harus ada jaminan negara, berupa Inpres atau Kepres. Kami ingin bertemu langsung dengan Bapak Presiden. Karena ini masalah kemanusiaan,” imbuhnya.

Selain itu, masyarakat Poso terutama di wilayah Gunung Biru itu harus sejahtera. Kelompok teroris yang bercokol menyebabkan Poso sangat tertinggal dibanding dengan daerah lain di Sulawesi Tengah. Ia menyarankan pemerintah membuat jalan yang representatif yang memanjang dari Palu, Sigi hingga Poso sehingga jika ada ganguan keamanan aparat bisa cepat dilakukan pengejaran.

“Karena sudah lama terjadi,  menyebabkan Poso sudah ketinggalan sekali, bahkan dari Morowali yang merupakan Kabupaten baru. Karena ada kelompok Gunung Biru.  Awalnya memang konflik antar agama. Dari situ kita kita sepakat, kalau tidak ada konflik lagi. Mereka bikin kekacauan supaya masyarakat merasa tidak aman,” tegas Haji Adnan.

Sementara itu akademisi Lukman S Tahir menyatakan jika kasus poso menyumbang hampir 25 persen kasus tindak pidana terorisme secara nasional. Ketika bebas menurut Lukman, para mantan narapidana terorisme (napiter)tersebut biasanya anti sosial. Selain itu mereka ada yang berpikir tidak akan mengulangi perbuatannya kembali. Para mantan napiter itu  juga ada yang masih memegang teguh ideologi jihad mereka.

Terhadap mereka, pihaknya melakukan pendekatan hati. Pada perjalanannya, para mantan napiter di Poso itu mendirikan organisasi bernama Kafilah Pejuang Perdamaian. Salah satu tokohnya adalah Ustaz Hasanuddin. Dia adalah pentolan ketika terjadi insiden Tanah Runtuh di era-2000 an.

“Mereka itu menjadi narasumber di mana-mana, mengkampanyekan betapa bahayanya terorisme. Mereka juga mengajak para mantan napiter lain untuk turut mengkampanyekan perdamaian," tutupnya.

Komentar

Tulis Komentar