Sepanjang bulan Juni ini terjadi fenomena alam berupa meningkatnya curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia. Setidaknya di Pulau Jawa hampir semua daerah mengalami curah hujan yang lumayan tinggi. Padahal seharusnya telah memasuki musim kemarau.
Hujan di bulan Juni ini bagi sebagian petani yang mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan utama merupakan berkah. Seperti di daerah saya. Tanaman jagung tumbuh lebih subur dibandingkan tahun lalu.
Tetapi bagi sebagian yang lain, hujan di bulan Juni ini bisa menjadi sumber masalah. Bisa memicu timbulnya penyakit pada tubuh. Perubahan cuaca yang tiba-tiba dari panas menjadi hujan selama beberapa pekan membuat kondisi tubuh mengalami stres dan menurunkan imunitas. Pada saat yang sama penyebaran virus Covid-19 masih belum mereda. Bahkan muncul varian baru yang tenar dengan sebutan varian Delta.
Varian Delta ini konon penyebarannya berkali-kali lipat lebih cepat dari varian awal yang telah ada. Penelitian di Australia menyatakan bahwa varian Delta lebih cepat menular 10-15 detik saat individu berpapasan dengan orang lain tanpa memakai masker.
Selain lebih cepat menyebar juga lebih cepat merusak tubuh. Mengutip dari laman Detik.com, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim, sekaligus Dirut RS Islam Surabaya (RSIS) A Yani, dr Dodo Armando M.Ph menceritakan sadisnya varian Delta. Sebab, salah satu pasien Varian Delta hanya membutuhkan waktu 2 hari memiliki hasil paru-paru yang berbeda drastis.
Mulanya, pasien Varian Delta pada hari pertama datang dengan kondisi paru-paru bersih. Namun, dua hari setelahnya sudah tidak terlihat, alias putih semua. Lalu hari berikutnya pasien meninggal dunia. Sungguh mengerikan.
Bukti betapa mematikannya virus ini setidaknya saya ketahui langsung dari warga di dusun sebelah. Hanya butuh seminggu dari mulai terasa gejala sampai meninggal dunia. Padahal tadinya sehat-sehat saja, tidak pernah punya riwayat sakit yang serius. Orangnya pun masih muda, usia 30-an tahun.
Orang ini memang punya mobilitas tinggi. Pekerjaannya ada di Surabaya dan setiap akhir pekan dia pulang. Ini membuat saya jadi ‘takut’ keluar kota menggunakan kendaraan umum. Dan kasus ini membuat 5 keluarga diisolasi mandiri. Gara-gara dalam rentang waktu seminggu terakhir keluarganya kontak dekat dengan 4 keluarga yang lain di sekitar rumahnya. Kecamatan kami pun menjadi zona merah setelah 4 bulan lebih termasuk zona hijau.
Secara nasional, peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi sempat mencapai rekor baru, mencapai 21.342 lebih pada 27 Juni yang lalu. Ini benar-benar mengkhawatirkan. Melebihi angka tertinggi di awal-awal pandemi dulu. Bahkan, kekhawatiran ini membuat ada wacana untuk menerapkan 100% Work From Home di Jawa-Bali.
Vaksinasi yang kian digencarkan pun belum akan menampakkan hasil yang signifikan dalam wakru dekat ini. Apalagi ditambah kegaduhan di tengah masyarakat antara yang pro dan kontra vaksinasi. Mendadak masyarakat kita seakan menjadi lebih ahli dari para ahli ketika berdebat di media sosial.
Tantangan terberat menghadapi pandemi Covid-19 ini adalah rendahnya kesadaran masyarakat kita dalam menerapkan protokol kesehatan. Kurangnya edukasi ditambah ulah orang-orang yang tidak percaya adanya Covid-19 di media sosial kian memperburuk keadaan. Silahkan ada yang tidak pecaya tapi jangan diungkapkan di media sosial. Karena itu akan mempengaruhi persepsi banyak orang.
Hujan di bulan Juni dan naiknya angka positif Covid-19 ini semoga menjadi pengingat diri. Bahwa kita harus saling menjaga agar Covid-19 tidak semakin merajalela, karena kesehatan masyarakat sangat penting bagi kemajuan bersama.
Ingat, ketika kita abai pada protokol kesehatan, maka tanpa sadar kita telah turut andil dalam berkembangnya virus Covid-19 di negeri yang kita cintai ini. Jangan kendor. Memang akan butuh waktu yang lama. Tapi sekali kita kendor, boleh jadi kita harus memulai lagi dari nol dalam memerangi Covid-19 ini.
ilustrasi: pixabay.com