Dua Faktor Para Napiter Menjadi Residivis

News

by Akhmad Kusairi

Kriminolog dan Dosen Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, Sapto Priyanto sebut dua faktor penting yang membuat seorang mantan narapidana terorisme (napiter) bisa menjadi residivis. Yaitu soal penolakan masyarakat dan ketergantungan pada keleompok lama.

Penolakan masyarakat memunculkan kendala yang signifikan bagi mantan napiter yang sudah bebas dan ingin hidup normal di masyarakat. “Bahkan di Malang ketika dia mau kontrak, dia diusir-usir sampai akhirnya dia minta tinggal di kantor polisi saja. Penolakan masyarakat ini menjadi kendala dalam proses reintegrasi sosial dari mantan napiter,” kata Sapto dalam diskusi Peran Yayasan Debintal dalam reintegrasi mantan Narapidana Terorisme di Indonesia yang diselenggarakan oleh Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Universitas Indonesia (UI) pada Sabtu (12/6/2021).

Kemudian terkait faktor ketergantungan terhadap kelompok lama, hal ini sering terjadi pada mantan napiter yang tidak mau mengikuti program deradikalisasi dari BNPT, Densus maupun dari masyarakat sipil. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan khusus untuk dapat mengurangi resiko residivisme itu.

Menurut Sapto, kehadiran Yayasan Debintal bisa mengurangi dua faktor residivisme tersebut. “Kelebihan debintal, saya kagum karena semangatnya. Mereka tidak memperkerjakan sendiri. Mereka membersihkan sendiri RPH Debintal. Ini wadah bagi mantan napiter di jabotebek yang proses melakukan reintegrasi sosial,” ujar Sapto.

Sementari itu, Pengurus Yayasan Debintal, Aznop Priyandi mengungkapkan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab mantan narapidana terorisme (napiter) kembali ke jaringan lamanya. Sehingga, program ekonomi menjadi pilihan dari yayasan Debintal dalam melakukan deradikalisasi bagi mantan napiter yang telah kembali ke masyarakat.

"Karena salah satu faktor utama ketika mereka keluar dari penjara, lapas (lembaga pemasyarakatan), mereka bisa gabung kembali ke jaringannya karena faktor ekonomi. Ketika keluar dari penjara, tidak ada pemasukan, tidak ada biaya. Mau buka usaha tidak ada modal, tidak ada support. Nah ini rentan jaringan teroris mendekati," kata Aznop

Aznop menjelaskan, melalui Yayasan Debintal pihaknya memberdayakan para mantan napiter dalam program ekonomi. Sebagai contoh, mereka diajak menjadi mitra usaha seperti penjual daging ayam, membuka lapak di pasar dan lain-lain. Sehingga tersedia lapangan kerja baru untuk mereka.

"Bagi para mantan napiter kami sudah siapkan beberapa pekerjaan. Kita sudah siapkan motor untuk mereka berjualan ayam atau mau jualan di pasar kita persilakan. Program paling luar biasa itu bisa menjemput dan mendampingi mantan napiter. Alhamdulillah. Ini luar biasa. Bagi teman-teman mantan napiter ini akan menimbulkan ikatan karena dijemput teman-teman eks napiter. Karena teman-teman eks napiter itu akan tertutup kalau keluar dari penjara. Karena itu kami datang jemput mereka. " tutup Aznop.

 

Komentar

Tulis Komentar