Bendera: Sinyal Identifikasi hingga Propaganda Perang

Analisa

by Eka Setiawan

Sejak zaman kuno, bendera sudah digunakan sebagai identitas komunal. Dikibarkan tinggi-tinggi sebagai perlambang sesuatu.

Bahkan, ketika pendudukan Jepang di Indonesia, bendera jadi ajang propaganda kepentingan perang.

Bendera punya makna simbolik, menjadi identitas negara atau bangsa. Sebagai pembeda satu negara dengan negara lainnya. Pada konteks tertentu, bendera juga jadi identitas kelompok tertentu. Di bawah kibarnya, identitas individual melebur jadi satu.

Lantas dari mana awal mula bendera? Kompas.com (pada artikel berjudul: Sejarah Munculnya Bendera, diakses Kamis 3 Juni 2021 pukul 15.57 WIB)  menuliskan bangsa Mesir Kuno sudah menggunakan bendera pada kapal-kapal sebagai batas wilayah kekuasaan. Bangsa China pada zaman Kekaisaran Chou (1122 SM) juga melakukannya. Penemuan bendera selanjutnya ada pada abad ke-7 Masehi. Sejak abad ini, bangsa Inggris mulai menggunakan bendera yang berupa Palang Merah Saint George.

Pada konteks peperangan, bendera, panji atau pataka digunakan sebagai pendanda pasukan perangnya. Keberadannya yang dikibarkan tinggi-tinggi, termasuk oleh penunggang kuda, bisa mengobarkan semangat juang sekaligus sinyal identifikasi.

Pentingnya bendera sebagai simbol pemersatu juga digunakan betul oleh Jepang pada masa pendudukan di Indonesia. Jepang menduduki Indonesia pada 1942 hingga 1945.

Pada buku berjudul Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada masa pendudukan Jepang karya Harry J. Benda, dituliskan tentang bagaimana Jepang “mengibuli” Indonesia ketika itu dengan berbagai iming-iming.

Jepang ketika itu sedang menghadapi perang besar yakni Perang Asia Timur Raya alias Perang Pasifik. Ini merupakan buntut dari pengeboman Jepang ke Armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii pada 7 Desember 1941.

Pada perjalanannya, ketika menduduki Indonesia, perang itu makin berkecamuk. Jepang sadar betul, kekuatan Islam di Indonesia begitu besar. Ini juga berkaca pada Perang Diponegoro alias Perang Jawa di tahun 1825-1830 di mana Belanda rugi besar dari peperangan itu.

Akhirnya, dilancarkanlah berbagai propaganda Jepang. Salah satunya, membentuk PETA alias Pembela Tanah Air pada 3 Oktober 1943. Jepang membentuk PETA sekaligus benderanya; di situ ada Matahari Terbit dan Bulan Sabit.

Antara Matahari Terbit dan Bulan Sabit adalah dua simbol berbeda. Matahari Terbit adalah simbol Jepang berkaitan dengan mitologinya: Amaterasu Omikami, Dewi tertinggi dalam kepercayaan Shinto, dipercaya adalah leluhur kaisar Jepang.

Sementara Bulan Sabit memang kerap jadi simbol kejayaan Islam. Ini berkaitan dengan masa Ustmaniyah di Turki ketika mencapai kejayaannya. Mereka menggunakan simbol bulan sabit.

Dalam satu bendera, dua simbol itu disatukan. Jadi, ada harapan ketika dia dikibarkan, kelompok Islam di Indonesia merasa jadi bagian darinya. Para pemuda, khususnya PETA, rela bertaruh nyawa untuk mempertahankan wilayah dari Sekutu, yang notabene musuh Jepang ketika itu. Ini propaganda untuk melindungi kepentingan Jepang di Indonesia.

Pada perkembangannya, bendera dengan simbolnya digunakan untuk berbagai hal. Mulai dari partai politik, organisasi masyarakat (ormas) tertentu, klub-klub sepak bola bahkan kelompok teroris. Bukankah ISIS juga menggunakan bendera alias panji hitam sebagai identitas mereka?

ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar