Ratusan pekerja pengabdi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang amatlah “kompak”. Terbukti, lebih dari 500 abdi negara di sana ramai-ramai tak mau mengindahkan larangan mudik Lebaran kemarin.
Akibatnya, mereka yang berstatus non aparatur sipil negara (ASN) dipecat sementara untuk ASN masih lumayan mujur nasibnya: tidak mendapatkan tunjangan penghasilan pegawai (TPP).
Mengutip dari berbagai sumber, hal itu dikatakan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi, Senin 1 Juni 2021. Total pegawai pengabdi yang diberi sanksi ada 669 orang, dengan rincian 484 non-ASN sementara sisanya 185 orang berstatus ASN.
“Cukup banyak di bagian PU (Pekerjaan Umum),” kata Hendi.
Orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kota Semarang itu mengatakan para pengabdi di sana sebetulnya sudah berulangkali diingatkan untuk tidak mudik, cuti atau pergi ke luar kota terhitung sejak 6 Mei 2021 – 17 Mei 2021.
Bahkan aturan ini dipertegas dengan Surat Edaran (SE) Nomor B/1 806/443/V/2021 tentang pemberlakuan karantina atau isolasi bagi warga pendatang pada masa mudik Lebaran. Aneka regulasi itu tentunya dimaksudkan dalam rangka memutus penyebaran penularan Covid-19.
Alasannya mereka yang melanggar pun macam-macam. Ada yang absen dari luar Kota Semarang ada pula yang mengaku lupa absen.
Tidak mudik Lebaran memang berat. Tapi untuk kepentingan bersama, kesehatan bersama dan kita-kita yang mungkin hampir putus asa corona tak kunjung mereda, sudah sepantasnya sama-sama mau berkoban lah.
Betul-betul tak habis pikir apa yang ada di benak para abdi negara itu. Dulu, waktu saya zaman sekolah, memang ada kelompok kawan yang kerap membolos. Tapi tak sebanyak itu juga!
Ini bukan mau membandingkan. Kalau zaman sekolah mungkin masih wajarlah. Bisa dikatakan kenakalan remaja. Nah ini para abdi negara “membolos dan melanggar aturan” apa iya harus dicap kenakalan orang dewasa atau kenakalan orangtua? Kan jadi tidak lucu juga kalau mereka yang melanggar terus dikumpulkan di lapangan, dijemur di bawah matahari dengan sikap hormat bendera. Ditonton seantero kantor pemerintahan. Bisa-bisa yang ditonton nanti lebih banyak dari yang menonton. Lha wong lebih dari 600 abdi negara yang melanggar!
Memang susah juga kalau yang melanggar itu ramai-ramai. Dengan dalih macam-macam, sesuatu yang melanggar dianggap lumrah. Lantas jadi “pembenaran”. Kalau mayoritas sudah begitu, nanti akan repot. Mereka yang memilih tetap tertib, malah bisa jadi bahan “nyinyiran”.
Menjadi abdi negara memang berat. Harus berangkat pagi, diseragami, pulang sore, setiap hari. Setiap bulan dapat gajian rutin, belum tunjangan lain-lain. Mereka seharusnya jadi pengabdi. Bekerja melayani masyarakat. Lha wong gaji mereka itu dari pajak rakyat kan? Walaupun ada sumber pendapatan lain untuk menggaji mereka: non pajak hingga hutang. Intinya sumbernya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Semoga tak ada lagi insiden seperti ini. Apalagi kasus 97ribu ASN fiktif yang terima gaji buta belum sepenuhnya kelar kan?
Salam hormat untuk mereka yang tetap mengabdi melayani masyarakat!
ilustrasi: pixabay.com