Peristiwa Bom Bali pada tahun 2005 yang terjadi di Kuta dan Jimbaran menyisakan duka hingga sekarang. Insiden yang kerap disebut Bom Bali 2 itu menimbulkan korban jiwa.
Salah satu korban adalah seorang perempuan asal Kota Semarang. Namanya Heni. Dengan emosional dia bertanya kepada beberapa mantan narapidana terorisme (napiter) di Kota Semarang pada sebuah acara di Taman Budaya Raden Saleh, 4 Mei 2021 alias Ramadan lalu.
“Anak dan Ibu saya jadi korban, saat itu di Jimbaran Bali. Saya dengar sebelum kejadian pelakunya sempat diinapkan di Semarang, saya ingin tahu siapa (yang menginapkan)?,” kata Heni.
Saat itu, mantan napiter yang ada di panggung forum adalah Badawi Rachman. Badawi sendiri sebelumnya ditangkap di Klaten pada 2014 silam kasus bengkel senjata untuk terorisme.
Namun, buru-buru mantan napiter lainnya yakni Sri Pujimulyo Siswanto yang menjawab.
Puji yang tinggal di Kecamatan Genuk Kota Semarang mengakui kalau dua pentolan kasus teror itu yakni Dr. Azhari dan Noordin M Top memang sempat 3 hari menginap di rumahnya.
“Kemudian geser ke tempat teman kami Joko Padang (Joko Suroso). Di situ perencanaan Bom Bali 2 dilakukan,” jawab Puji.
Dia mengatakan, meski sama-sama di kelompok Jamaah Islamiyah (JI) tetapi tidak mengetahui apa yang sedang direncanakan. Dia mengatakan ada perbedaan tugas di masing-masing tim di JI, yang kerap tidak saling tahu apa yang sedang dikerjakan maupun direncanakan.
Puji juga mengatakan bahwa sebenarnya di tubuh JI sendiri tidak semuanya sepakat dengan serangkaian pengeboman yang terjadi di Indonesia.
“Saya dan Pak Badawi Rachman sempat ditantang begini, Anda ikut keduanya (Azhari dan Noordin) atau tetap ikut perjuangan kami (JI),” sambungnya.

Jawaban itu ternyata tak memuaskan Heni. Bahkan tetap menyebut mereka termasuk Sri Puji dan Badawi sebagai teroris hingga sekarang.
Sebutan itu sempat diluruskan pembawa acara yakni Rachman seorang jurnalis.
“Mereka sudah mantan teroris,” kata Rachman.
“Apapun sebutannya! Kenapa tidak Anda sendiri membuat bom kemudian ditaleni (diikat) bersama keluarga Anda sendiri di kamar kemudian diledakkan? Katanya iming-iming masuk surga bertemu bidadari?,” timpal Heni.
Puji kembali menjawab bahwa dalam kelompok JI kerap ada yang tidak sabar (ingin beraksi), kemudian bergabung dengan kelompok bomber tersebut.
“Kami sebenarnya prihatin apa yang ibu rasakan kami juga rasakan, sedih betul. Kami juga sedih, dan juga bertanya-tanya bagaimana kalau keluarga kami sendiri yang jadi korban?,” jawab Puji.
Tak lama setelah dialog itu, Heni terlihat buru-buru meninggalkan forum. Dia terus menangis.
Sebaran di Jateng
Forum paparan dan tanya jawab itu berlangsung hingga beberapa saat menjelang waktu berbuka puasa. Selain Badawi dan Sri Puji, hadir pula Machmudi Hariono alias Yusuf. Kemudian ada beberapa mantan napiter lainnya; sebut saja Nur Afifudin (asal Kota Semarang), Zamiin (Kendal), Eko Purwanto alias Pakde Pur (Kendal), Supyanto (Batang) hingga Avik Rizal Fattah asal Kota Salatiga yang baru bebas 25 April 2020 lalu.
Yusuf yang biasanya jadi narasumber di berbagai forum, pada kegiatan itu tampak lebih banyak menyimak jalannya dialog. Pun termasuk mantan napiter lainnya. Sore itu, Sri Puji dan Badawi yang memberikan materi.
Hari ini, para mantan napiter itu tergabung dalam Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani), ketuanya Yusuf, sementara Badawi adalah wakil dan Sri Puji di Persadani menjabat wakil sekretaris. Itu yang tercatat di akta pendirian Yayasan Persadani tertanggal 28 Februari 2020.
Semua pengurusnya tinggal di Kota Semarang, yang semuanya berasal dari kelompok JI. Hari ini, anggota Yayasan Persadani sekira 25 orang, tak hanya bekas JI namun juga ada yang bekas anggota JAD (Jamaah Anshor Daulah) yang berafiliasi ke ISIS. Mereka tersebar, rata-rata di pantura Jawa Tengah, juga ada yang hari ini tinggal di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sementara itu, Kepala Unit Identifikasi dan Sosialisasi (Idensos) Satgaswil Densus 88/AT Mabes Polri, yang hadir pada kegiatan itu sempat memaparkan rincian.
“Sekarang ada 244 (teroris) yang ditahan di Nusakambangan. 26 di luar Nusakambangan, dan tersebar di 11 lapas di Jawa Tengah, dominan di Nusakambangan ada 6 lapas. Untuk mantan napiter di Jawa Tengah ada 165 orang, dua pertiganya ada di Solo Raya,” ungkap perwira Densus itu.
Pada kegiatan itu, hadir pula perwakilan dari Polda Jawa Tengah, yakni Direktur Pembinaan Masyarakat (Binmas) Kombes Pol Lafri Prasetyono, Direktur Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Kombes Pol Djati Wiyoto Abadhy, Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah Syamsul Maarif hingga Sekretaris Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah Irna Setyowati.
FOTO-FOTO: RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN