Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) hingga saat ini terus melakukan Operasi Nemangkawi di Papua. Bersama TNI, Operasi yang hadir sejak tahun 2018 itu tak hanya melakukan penegakan hukum kepada kelompok teroris, tetapi juga operasi kemanusiaan lewat Binmas Noken Polri.
Binmas Noken Polri hadir melalui berbagai kegiatan. Di antaranya; Program Polisi Pi Ajar, di mana personil Polri bertugas mengajar anak-anak di sana dengan materi membaca, menghitung hingga memberikan wawasan kebangsaan. Polanya, belajar sambil bermain.
Binmas Noken Polri juga memberikan cara beternak dan berkebun kepada peternak maupun petani asli Papua. Pendampingan dan pemberian pupuk serta bibit juga dilakukan.
Polri sendiri menyebut untuk penegakan hukum kepada kelompok teroris yang tersebar di wilayah Papua juga terus dilakukan.
“Personil TNI-Polri telah melakukan pemetaan, tujuannya agar dapat membedakan mana bagian kelompok teroris dan mana yang masyarakat sipil, agar masyarakat sipil tidak menjadi korban,” ungkap Kepala Satgas Humas Operasi Nemangkawi Kombes M. Iqbal Alqudusy melalui keterangan tertulis yang diterima ruangobrol.id, Minggu 16 Mei 2021 siang.
Iqbal merinci; tewasnya Wendis Enimbo pada Kamis 13 Mei 2021 ajudan pribadi Lesmin Walker yang mendiami wilayah Pintu Angin sebagai komandan pasukan pimpinan teroris Lekagak Talenggeng dan tewasnya 2 dari 3 teroris Mayuberi pada Minggu 16 Mei 2021 pada kontak senjata di Kampung Wuloni dan Mayuberi dengan pasukan TNI-Polri membuktikan aparat melakukan penegakan hukum dengan tegas dan terukur.
“Tidak ada korban dari masyarakat dan TNI-Polri dalam penegakan hukum di Kampung Wuloni, Tagaloa dan Mayuberi,” lanjut Kombes Iqbal.
Operasi Nemangkawi sendiri dibentuk dengan pertimbangan adanya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang dilakukan kelompok teroris Papua. Teror bersenjata di sana mengganggu kehidupan masyarakat di beberapa wilayah di Papua.
Iqbal yang sempat bertugas di Jawa Tengah, merincil; tahun 2017 lalu ribuan warga disandera kelompok teroris di Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika.
Kemudian tahun 2018 puluhan pekerja PT. Istaka Karya dibunuh dengan sadis di Kabupaten Nduga oleh kelompok teroris Egianus Kogoya. Padahal para pekerja ini sedang membangun jalan Trans Papua untuk membuka akses jalan darat.
Pada tahun 2019, aksi teror penembakan dilakukan kelompok teroris di sejumlah kabupaten di pegunungan Papua. Tercatat ada 23 kasus, 20 korban meninggal terdiri dari 10 masyarakat sipil, 8 anggota TNI dan 2 anggota Polri.
Pada tahun 2020, aksi teror penembakan dari kelompok teroris ini meningkat menjadi 46 kasus. Jumlah korban meninggal 5 dari masyarakat sipil, 2 TNI dan 2 anggota Polri.
Sementara, di tahun 2021 kelompok teroris pimpinan Lekagak Talanggeng makin brutal di Kabupaten Puncak. Setidaknya, guru, pelajar hingga warga sipil ditembak mati. Tak hanya itu, bangunan sekolah, rumah guru, rumah warga hingga helikopter ikut dibakar.
“TNI-Polri akan selalu solid hadir di Papua melakukan penegakan hukum hingga operasi kemanusiaan. Kehadiran TNI-Polri di Papua untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dari gangguan kelompok teroris. Papua adalah bagian dari NKRI,” tegas Kombes Iqbal.
Pada bagian lain, Gubernur Papua Lukas Enembe melalui siaran persnya pada 29 April 2021 merespons tindakan pemerintah pusat yang mengumumkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua adalah teroris.
Ada tujuh poin yang disampaikan. Pertama; Gubernur Lukas Enembe menyebut terorisme adalah konsep yang selalu diperdebatkan dalam ruang lingkup hukum dan politik, dengan demikian penetapan KKB sebagai kelompok teroris perlu ditinjau dengan seksama dan memastikan objektivitas negara dalam pemberian status tersebut.
Kedua; Pemerintah Provinsi Papua sepakat bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai bagian dari KKB adalah perbuatan yang meresahkan, melanggar hukum serta mencederai prinsip-prinsip dasar Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketiga; Pemerintah Provinsi Papua meminta Pemerintah Pusat dan DPR RI agar melakukan pengkajian kembali menyoal penyematan label terhadap KKB sebagai teroris. Kami berpendapat bahwa pengkajian tersebut harus bersifat komprehensif dengan memperhatikan dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak hukum terhadap warga Papua secara umum.
Keempat; Pemerintah Provinsi Papua mendorong agar TNI dan Polri lebih dulu untuk melakukan pemetaan kekuatan KKB yang melingkupi wilayahnya, jumlah orang dan ciri-ciri khusus yang menggambarkan tubuh organisasi tersebut. Hal ini sangat dibutuhkan, sebab Pemerintah Provinsi Papua tidak menginginkan adanya peristiwa salah tembak dan salah tangkap yang menyasar penduduk sipil Papua.
Kelima; Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemberian label teroris kepada KKB akan memiliki dampak psikososial bagi warga Papua yang berada di perantauan. Hal ini ditakutkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua yang berada di perantauan.
Keenam; Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa Pemerintah Pusat sebaiknya melakukan komunikasi dan konsultasi bersama Dewan Keamanan PBB terkait pemberian status teroris terhadap KKB.
Ketujuh; Pemerintah Provinsi Papua menyatakan bahwa rakyat Papua akan tetap dan selalu setia kepada NKRI, sehingga kami menginginkan agar pendekatan keamanan di Papua dilakukan lebih humanis dan mengedepankan pertukaran kata dan gagasan bukan pertukaran peluru.
FOTO DOK MABES POLRI:
Kasatgas Humas Operasi Nemangkawi Kombes Pol Iqbal Alqudusy