Mantan Napiter : Masyarakat Harus Produksi Konten Alternatif

News

by Akhmad Kusairi

Penulis buku Internetistan Jihad Zaman Now, Arif Budi Setyawan, mengajak semua pihak agar aktif memproduksi konten alternatif untuk mengimbangi narasi propaganda dari kelompok teroris. Menurut mantan narapidana teroris (napiter) itu, kelompok teroris sangat aktif dalam membuat dan memproduksi konten di media sosial. Bahkan, mereka menganggap bahwa menulis maupun membuat konten di media sosial adalah bagian dari jihad di dunia maya.

“Kelemahan orang-orang moderat itu gak mau nulis. Sementara mereka sangat produktif menulis dan membuat konten di media sosial,” kata Arif dalam diskusi yang diselenggarakan Center for the Study of Islam and Social Transformation (CISFORM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta belum lama ini. Jika narasi alternatif tidak ditambah jumlahnya, maka orang-orang yang mengakses dunia maya akan lebih besar peluangnya untuk mengkonsumsi narasi kelompok teroris.

Saat ini, Arif aktif membagikan pengalaman dan perspektifnya di Ruangobrol sebagai upaya untuk memberikan narasi alternatif kepada publik. Kesalahan yang pernah dia lakukan sebelumnya bisa menjadi pelajari bagi para pembacanya. Dia mengawali kiprahnya menjadi Credible Voice sejak mengikuti pelatihan komunikasi untuk CVE (counter violent extremism) yang melibatkan ustad, ustadzah, dan mantan napiter. “Dari forum itu lah yang membuat saya bergabung dengan ruangobrol. Sebuah platform media sosial yang dibuat oleh Pak Huda. Dari ruangobrol pulalah saya mengkampanyekan kepada masyarakat luas bahanyanya propaganda kelompok teror,” pungkas Arif yang saat ini berstatus Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam tersebut.

Pada diskusi yang digelar sebelum berbuka puasa itu, Arif menjelaskan bagaimana dirinya bisa masuk ke kelompok teror. Dia sempat aktif mengikuti kajian tertentu, hingga kemudian kajian tersebut berhenti sejak kejadian Bom Bali 1. Belakangan diketahui bahwa pelaksana kajian tersebut adalah kelompok Jamaah Islamiyah. Dari persinggungan ini yang kemudian mengantarkannya masuk ke jaringan dari kelompok tersebut.  Disana dia berperan sebagai kurir. “Jadi kurir saya bertugas sebagai penyampai informasi maupun barang. Atau ada juga yang mengirimkan uang melalui perantara saya. Untuk detailnya sudah saya tulis di buku saya,” ujarnya.

Arif menemukan titik balik untuk keluar dari kelompok tersebut setelah menyadari bahwa perbuatannya membawa kerugian pada keluarganya. Ketika menjalani masa tahanan, Arif berusaha sekuat tenaga agar tidak menyusahkan keluarga. Bahkan dia berupaya untuk tetap dapat memberikan nafkah pada istri dan anaknya. “Dari mana saya mendapatkan uang? Saya jualan di penjara waktu itu. Hasilnya sebagian untuk keperluan saya. Sisanya saya kirim ke kampung. Saya juga wanti-wanti kalau ada orang dari kelompok saya ingin membantu agar menolaknya,” kenang Arif.

Komentar

Tulis Komentar