Kejutan di Bulan Ramadhan: Kisah di Balik Tulisan di The Jakarta Post

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Sebuah pesan WhatsApp masuk ke ponsel saya pada Rabu pagi yang lalu. Dari staf redaksi The Jakarta Post.

“Mas Arif, mohon kirim foto Anda ke email redaksi. Tulisan Anda akan terbit dalam dua bagian mulai besok”.

Saya kaget bercampur senang. Tulisan saya layak tayang di The Jakarta Post? Sebuah pencapaian yang tak pernah terlintas dalam benak saya sebelumnya. Bahkan mimpi pun tidak. Semuanya serasa mengalir begitu saja tanpa upaya yang khusus. Just doing the best I can do!

Sejak di dalam penjara pun itulah prinsip saya. Melakukan yang terbaik. Sisanya serahkan pada Tuhan. Melakukan sesuatu yang baik dengan tulus ikhlas pasti akan membuahkan kebaikan. Entah bagaimana caranya, Allah SWT pasti punya skenario terbaik untuk membalas kebaikan itu.

Dulu ketika pertama kali mulai menulis refleksi dan novel di penjara, saya hanya meyakini suatu saat karya itu akan menemukan jalannya. Jujur saja waktu itu saya tidak tahu kemana akan membawa karya itu. Pertemuan saya dengan My Best Mentor Noor Huda Ismail tiga tahun yang lalu itu pun terasa seperti sebuah kebetulan tak disengaja. Benar-benar skenario Tuhan.

Ketika saya menawarkan atau lebih tepatnya meminta bantuannya untuk menindaklanjuti novel yang saya tulis di penjara, saya malah diminta menulis buku lagi. Maka jadilah ‘Internetistan’ itu. Selain itu juga diajak untuk menjadi kontributor di ruangobrol.id. Maka jadilah saya hari ini dengan 360 tulisan lebih di ruangobrol.id sejak Juli 2018.

Menjadi bagian dari tim ruangobrol.id membuat saya berkenalan dengan peneliti, pemerhati, dan praktisi di isu radikalisme-terorisme dari dalam dan luar negeri. Juga beberapa jurnalis dari berbagai media. Jaringan pertemanan baru itulah yang membuat segalanya yang tadinya bahkan tak terlintas dalam pikiran bisa menjadi kenyataan.

Awal April yang lalu, salah satu rekan peneliti dari Australia yang lama di Indonesia mengusulkan agar saya menulis artikel tentang radikalisasi online untuk media berbahasa Inggris yang khusus menerbitkan artikel terkait isu keamanan regional. Ia menawarkan akan membantu untuk proses translate-nya. Dua minggu kami menyelesaikan tulisan itu. Setelah selesai, tulisan itu saya tunjukkan ke My Best Mentor.

Surprise. Menurutnya daripada ke media yang khusus untuk isu keamanan regional itu, lebih baik dikirim ke The Jakarta Post. “Apakah layak? Dan apakah tidak terlalu panjang?” Tanya saya ragu.

“Coba saja. Tak ada salahnya mencoba”. Tegasnya meyakinkan saya.

Ya. Benar. Tak ada salahnya mencoba. Sekali lagi biarkan karya itu menemukan jalannya.

Saya dedikasikan tulisan di The Jakarta Post itu untuk semua orang-orang baik yang dikirimkan Tuhan kepada saya sejak bebas dari penjara. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dengan sebaik-baik balasan.

Komentar

Tulis Komentar