Narapidana teroris (napiter) perempuan, Nurhasanah alias Nana binti Japar, mengikrarkan diri untuk kembali setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Selasa (6/4/2021). Dia juga telah melepaskan baiatnya atau sumpah setia kepada Islamic State of Iraq and Syria (IS/ISIS).
“Saya berjanji setia kepada NKRI dan akan melindungi segenap Tanah Air Indonesia dari segala tindakan aksi-aksi terorisme. Saya melepas baiat saya terhadap pemimpin ISIS yaitu Abu Bakar al-Baqhadi maupun yang menggantikannya Abu Ibrahim al-Hashimi al-Quraishi,” ucap Nana. Setelah mengucapkan ikrarnya, terpidana kasus bom panci itu kemudian membaca Pancasila yang dilanjutkan dengan penghormatan pada Bendera Merah Putih.
Saat ini, Nana mendekam di Lapas Kelas IIA Bandar Lampung karena kasus bom panci di Indramayu, Jawa Barat pada 2016. Dia menghuni Lapas Perempuan itu sejak tahun 2018. Pada kasus bom panci itu, Suami Nana, Galih, juga ikut terlibat. Namun dia tewas tertembak oleh Polisi saat mereka hendak melakukan amaliyah (serangan) di salah satu kantor Polisi di Indramayu. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Majelis Hakim memvonis Nana enam tahun penjara. .
Sementara itu, Manager Program Ruangobrol.id, Rizka Nurul Amanah, menyambut baik keberanian Nana dalam melakukan ikrar setiap pada NKRI. Dia berharap ikrar setia Nana tersebut bisa mendorong napiter perempuan lain untuk mengikuti jejaknya.
Berdasarkan amatannya, sangat jarang ada perempuan pendukung ISIS yang ingin kembali ke pangkuan NKRI. Sebab, mereka cenderung sangat keras dan tingkat militansi yang sangat tinggi. “Bisa jadi mendorong perempuan lain untuk ikrar setia. Dalam konteks ISIS, perempuan jarang ada yang mau untuk ikrar setia karena faktanya memang yang masuk itu lebih militan. Banyak perempuan yang lebih memilih bebas murni,” katanya.
Seperti yang diketahui, pada ISIS memberikan peran lebih signifikan pada perempuan. Mereka bisa menjadi aktor utama serangan atau menjadi otak yang merancang serangan. Dalam beberapa kasus terorisme, perempuan kerap sekali muncul dalam beberapa tahun terakhir. Baru-baru ini, di Gereja Katedral Makassar, Yogi Safitri bersama dengan suaminya menjadi pelaku bom bunuh diri. Berselang dua hari berikutnya Zakiah Aini melakukan serangan seorang diri ke Mabes Polri. Baik Safitri maupun Zakiah, keduanya tewas di lokasi kejadian.
Menurut Institute for Policy Analysis for Conflict (IPAC) pada rentang tahun 2000 hingga 2020, jumlah tahanan dan napi teroris perempuan mencapai 39 orang. Sebagian besar tahanan perempuan ditempatkan di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Sementara 11 narapidana per akhir 2020 ditempatkan di sembilan lembaga permasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia.