Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa’adi, mengimbau masyarakat Indonesia agar tidak ragu untuk menggunakan vaksin AstraZeneca. Pasalnya, vaksin tersebut sudah mendapatkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, vaksin AstraZeneca sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EAU) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut Zainut, masyarakat seharusnya tidak mempermasalahkan perbedaan fatwa tentang kehalalan vaksin AstraZaneca. Karena, kedua fatwa yang muncul sama-sama berkesimpulan bahwa vaksin AstraZeneca boleh digunakan karena ada unsur kedaruratan dan kebutuhan syar’i yang mendesak. Yaitu, untuk mengatasi pandemi Covid 19 yang sudah banyak menelan korban jiwa manusia.
“Dalam ajaran agama, menjaga keselamatan jiwa manusia itu harus lebih diutamakan dan didahulukan. Pemerintah telah menargetkan herd immunity masyarakat bisa tercapai pada Maret 2022. Untuk hal tersebut, kami mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk ikut mendukung program pemerintah tersebut agar masyarakat terbebas dari virus Corona,” kata Zainut di Jakarta Senin, 22 Maret 2021.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 BPOM, Dr. Lucia Rizka Andalusia, menyatakan bahwa tidak ada permasalahan terkait kualitas vaksin secara menyeluruh. Hasil evaluasi pembahasan bersama BPOM dan Komnas Penilai Obat menunjukkan bahwa manfaat pada pemberian vaksin dapat merangsang pembentukan antibodi baik pada usia dewasa maupun lansia.
“Manfaat pemberian vaksin covid AstraZeneca lebih besar dibandingkan resiko yang ditimbulkan sehingga vaksin ini dapat mulai digunakan,” kata Lucia dalam Konferensi Pers Perkembangan Terkini Terkait Vaksin Covid-19 dari AstraZeneca, Jumat (19/03)
Terkait efek samping dari penggunaan vaksin, dia menjelaskan bahwa efek samping yang ditimbulkan relatif ringan. Seperti pusing dan ngilu di area tangan yang divaksin. Sedangkan resiko penggumpalan darah, atau kejadian penggumpalan darah secara keseluruhan pada mereka yang divaksinasi, hal ini tidak ada kaitannya dengan vaksin.
“BPOM bersama Kemenkes dan Komnas Penilai Obat akan terus memantau keamanan vaksin. Oleh karena itu, masyarakat diharap untuk tidak ragu dan tetap harus mendapat vaksinasi Covid 19 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,” ujar Lucia.
Masih terkait keamanan vaksin, Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementrian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmidzi, menegaskan bahwa vaksin yang disediakan oleh pemerintah adalah vaksin terbaik. Hal ini dibuktikan dengan digunakannya vaksin produksi AstraZeneca ini di 70 negara lain termasuk negara-negara di Eropa dan Timur Tengah.
“Vaksin Ini telah disetujui lebih dari 70 negara di seluruh dunia, serta banyak dewan Islam di seluruh dunia telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini diperbolehkan untuk digunakan. Kepada masyarakat agar tidak ragu melakukan vaksinasi untuk mempercepat Indonesia mencapai tingkat kekebalan dan keluar dari ancaman pandemi ini. Vaksin yang terbaik adalah yang tersedia, jadi untuk masyarakat jangan ragu untuk vaksinasi,” ujar Nadia.
Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI Pusat menetapkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi Astra Zeneca. MUI memutuskan bahwa vaksin produksi Astra Zeneca hukumnya haram tetapi mubah digunakan.
Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh, vaksin ini haram karena dalam proses pembuatan inang (rumah) virusnya, produsen menggunakan tripsin dari pankreas babi. Tripsin ini bukan bahan baku utama virus, melainkan sebuah bahan yang digunakan untuk memisahkan sel inang virus dengan micro-carier virus. Vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca ini menjadi mubah karena darurat.
Ketua MUI Bidang Fatwa itu pada Jumat (19/3) menyampaikan bahwa ada lima hal yang membuat vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca mubah digunakan. Pertama, dari sisi agama Islam, ada hal mendesak yang membuat ini masuk dalam kondisi darurat. Sumber-sumber hukum dari Al-Quran, Hadist, Kitab Ulama, maupun kaidah fiqih membolehkan penggunaan (mubah) sebuah obat meskipun itu haram jika dalam kondisi darurat.
Kedua, beberapa ahli kompeten yang dihadirkan dalam sidang fatwa MUI, menyebutkan bahwa akan ada risiko fatal jika vaksinasi Covid-19 ini tidak berjalan. Tujuan vaksinasi adalah melahirkan kekebalan komunal (herd immunity) sehingga virus tidak berkembang lagi di lingkungan. Itu terjadi bila 70 persen penduduk sudah tervaksinasi. Jika kurang dari 70 persen, entah karena ketidakmauan atau kekurangan tersediaan vaksin, maka vaksinasi akan percuma dan kondisi yang lebih berbahaya akan terjadi.
Ketiga, memang paling utama menggunakan vaksin yang sudah terjamin halal dan suci seperti vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Namun Indonesia hanya memperoleh jatah sekitar 140 juta vaksin dan yang bisa digunakan hanya 122,5 juta dosis. Jumlah itu tentu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat herd immunity karena hanya bisa digunakan untuk 28 persen penduduk. Untuk menambah pasokan, maka perlu ada vaksin yang diproduksi produsen lain seperti Astra Zeneca ini.
Keempat, persaingan mendapatkan vaksin di seluruh dunia begitu ketat. Seluruh negara berlomba-lomba mendapatkan kuota vaksin lebih untuk warganya. Indonesia, setelah melakukan lobi, baru memperoleh dari Sinovac dan Astra Zeneca. Itupun termasuk istimewa untuk negara di dunia yang saat ini sedang berebut jatah vaksin. Karena itu, pemerintah tidak memiliki wewenang untuk memilih vaksin mana yang diprioritaskan dipilih karena keterbatasan jumlah vaksin ini. Pzifer, Novavac, Sinopharm, dan Moderna memang sudah berkomitmen, namun belum menetapkan jatah vaksin untuk Indonesia.
Alasan terakhir, BPOM telah mengeluarkan izin edar darurat Vaksin Covid-19 produksi Astra Zeneca Sejak 22 Februari 2021. Ini menandakan bahwa vaksin ini sudah terjamin keamanan (safety), kualitas (quality), dan kemanjuran (efficacy). Kemudian ada jaminan keamanan pengunananya oleh pemerintah.