Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri (Bareskrim Mabes Polri) menetapkan tiga orang anggota Polri dari Polda Metro Jaya sebagai tersangka dalam kasus meninggalnya enam orang anggota Front Pembela Islam (FPI). Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono penetapan tersangka tersebut didasarkan pada hasil gelar perkara pada Rabu (10/3).
“Hari ini, hasil gelar perkara ini status dinaikkan ke penyidikan terhadap tiga anggota Polri,” kata Rusdi dalam Konferensi Pers yang ditayangkan secara live melalui Facebook pada Rabu (10/3). Dia menegaskan bahwa Mabes Polri akan menyelesaikan perkara ini sejalan dengan rekomendasi dari Komnas HAM beberapa waktu lalu. Proses penyelesaian itu dia tekankan untuk dilakukan secara professional, transparan dan akuntabel.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa peristiwa KM50 terbagi menjadi dua laporan polisi. Pertama, laporan penyerangan anggota Polisi oleh Enam Anggota Laskar FPI. Kedua, laporan yang mengindikasikan pada tiga anggota Polri yang menjadi tersangka meninggalnya anggota FPI.
Laporan pertama sudah dinaikan ke prose penyidikan tersangka enam anggota FPI yang tewas. “Kita tahu enam orang itu meninggal dunia. Berdasarkan KUHAP Pasal 109, penyidikan bisa dihentikan jika nebis in idem, tersangka meninggal dunia dan kasusnya kadaluarsa. Karena itu berdasarkan KUHAP tersebut, maka perkara LP 1340 dihentikan penyidikannya,” pungkas Rusdi. Sedangkan perkara yang merujuk pada laporan kedua tetap dilanjutkan.
Sementara itu, pada Selasa (09/03/2021), Anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI bertemu dengan Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Istana Merdeka, Jakarta. Terkait pertemuan itu, Mahfud MD mengatakan bahwa anggota TP3 menyampaikan temuannya bahwa telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada peristiwa tewasnya enam laskar FPI di Tol Cikampek KM 50. Karena itu, TP3 yang dipimpin mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua itu mendesak Pemerintah agar membawa kasus itu ke Pengadilan HAM.
“Hanya itu yang disampaikan oleh mereka, bahwa mereka yakin telah terjadi pembunuhan yang dilakukan dengan cara melanggar HAM berat, bukan pelanggaran HAM biasa, sehingga enam laskar FPI itu meninggal,” kata Mantan Menteri Pertahanan Era Presiden Gus Dur tersebut. Dalam pertemuan itu, dia menambahkan, Presiden Jokowi menyatakan sudah meminta Komnas HAM bekerja secara independen dan menyampaikan laporan apa yang sebenarnya terjadi dalam peristiwa naas tersebut.
“Komnas HAM sudah menyampaikan laporan dan empat rekomendasi kepada Presiden agar diproses secara transparan, adil, dan bisa dinilai oleh publik. Berdasarkan temuan Komnas HAM, peristiwa yang terjadi di Tol Cikampek KM50 yang mengakibatkan tewasnya enam laskar FPI adalah pelanggaran HAM biasa ,” imbuh Tokoh asal Madura tersebut. Temuan ini berbeda dengan yang disampaikan oleh TP3 bahwa peristiwa KM50 itu terdapat pelanggaran HAM berat.
Menanggapi perbedaan itu, Mahfud menyatakan, pemerintah terbuka jika memang anggota TP3 mempunyai bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut. Menurutnya, suatu peristiwa dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat jika memenuhi tiga unsur, yaitu sistematis, terstruktur, dan masif.
“Kita minta ke TP3 atau siapapun yang punya bukti-bukti lain dikemukakan di proses persidangan. Sampaikan melalui Komnas HAM, kalau ragu terhadap polisi atau kejaksaan, sampaikan di sana. Tapi kami melihat yang dari Komnas HAM itu sudah cukup lengkap,” pungkasnya.
Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan pristiwa penembakan terhadap empat anggota Laskar Front Pembela Islam pada 7 Desember merupakan pelanggaran HAM. Karena itu Komnas HAM merekomendasikan kepada aparat kepolisian agar membawa kasus itu ke pengadilan pidana.