Pendiri NII (Negara Islam Indonesia) Crisis Centre, Ken Setiawan mengatakan semua orang bisa terpapar virus radikalisme. Ken mencontohkan ada kasus artis hingga anak Kapolda yang terpapar paham radikalisme. Mereka hijrah dan berbaiat kepada kelompok NII. Ironisnya, fenomena tersebut bukan suatu hal yang baru. Kondisi seperti ini sudah terjadi sejak tahun 2000 lalu.
“Bukan saat ini saja, sejak tahun 2000 sudah banyak artis yang bergabung. Bukan hanya sebagai jamaah, tapi menjadi leader atau perekrut untuk di lingkungan entertainment,” kata Ken Setiawan saat menjadi pembicara dalam sebuah acara diskusi di Hotel Diradja Jakarta, Rabu (17/2/2021). Dia menjelaskan bahwa para artis tersebut mendukung didirikannya negara Islam atau khilafah. Karena itu, tidak mengherankan jika mereka selalu bersebrangan dengan Pemerintah. Ken mengungkapkan, salah satu artis yang bergabung dengan kelompok radikal NII ini adalah DS. Artis ini sudah berhasil merekrut puluhan artis yang lain.
“DS sejak tahun 2000 sudah berhasil merekrut puluhan artis. Ada juga artis inisial AS yang sudah berpangkat Camat di tahun itu (2000) juga sudah banyak merekrut dari kalangan artis,” kata Ken. Selain DS dan AS, Ken juga menyebutkan, bahwa ada artis yang kerap membintangi Sinetron dan FTV berinisial MS. Artis ini bahkan siap berjuang menegakkan Khilafah. Dari beberapa artis tersebut, Ken khawatir mereka dapat mempengaruhi para fans-nya untuk mengikuti ideologi mereka.
“Yang dikhawatirkan para artis yang terpapar radikal itu mempunyai follower di medos yang cukup banyak. Jadi, statement dan gaya hidupnya akan mempengaruhi pengikut di akun medsosnya,” kata Ken. Selain dari kalangan artis, Ken menyebutkan adanya anak seorang Kapolda di Indonesia yang juga ikut bergabung dengan NII. Menurutnya, anak tersebut terpapar ideologi radikal saat menempuh pendidikan di salah satu Universitas di Indonesia. “Saya tidak menyalahkan siapa pun. Karena ketika di kampus, kampus itu kan pusat ide. Orang bisa mengekspresikan idenya, ketika ide-ide itu diterima, ide itu akan berkembang. Jadi luar biasa,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Ken meminta kepada semua pihak agar selalu waspada terhadap ancaman paham radikal. Sebab, paham tersebut dapat menimpa siapa saja. Sebagai upaya pencegahan, dia mendorong agar Perpres RAN PE Nomor 7/2021 untuk segera diefektifkan. “Ini bisa menimpa siapa saja. Jadi yang kita harus kampanye-kampanye adalah agar bagaimana nanti Perpres ini bisa efektif, supaya kita belajar agama kepada ahlinya dengan paripurna. Mungkin orang bisa terpapar karena melihat, secara tampilan orang ini rajin ibadah, ikut pengajiannya, lalu bagus sugestinya dengan agama,” pungkas Ken
Selain Anak Kapolda maupun Artis yang terpapar paham radikal di atas, berdasarkan catatan penulis bahkan ada oknum anggota polisi yang terlibat dalam aksi terorisme. Salah satu contohnya adalah dua oknum Polwan Polda Maluku Utara yang sudah dipecat dari Kepolisian. Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 9 September 2020 lalu berhasil membutikan kedua oknum Polisi wanita itu terlibat dalam aksi terorisme.
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa Nesti Ode Samili (23) dan Rini Ilyas (22), berpartisipasi di sejumlah pengajian kelompok ekstremis pro-ISIS di Ternate, Maluku Utara. Mereka juga aktif dalam pengajian daring via aplikasi pesan instan Telegram. Keduanya bersama dengan Gilang Pradana yang merupakan suami dari Nesti hendak melakukan aksi amaliyah di sejumlah tempat di Indonesia.
Oleh Hakim, Nesti divonis hukuman 3 tahun enam bulan penjara. Sedangkan Rini Ilyas divonis lebih berat setengah tahun, menjadi 3,5 tahun. Selain kedua Polwan itu, nama Sofyan Tsaury juga masuk dalam daftar anggota polisi yang terjerat kelompok teror. Ketika itu, dia terlibat dalam pelatihan militer di Aceh. Namun, Sofyan saat ini sudah kembali ke pangkuan NKRI dan membantu dalam pencegahan dan program deradikalisasi terhadap para napiter maupun mantan napiter.
Sekadar diketahui, NII Crisis Center atau NCC merupakan Lembaga Pusat Rehabilitasi Korban Negara Islam Indonesia. Lembaga ini secara resmi telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Pemerintah. NCC digawangi oleh para mantan aktifis NII yang telah sadar.
Pembentukan NCC ini merupakan perwujudan dari tanggung jawab moral anak bangsa yang terus melihat adanya korban di kalangan anak muda atas perekrutan gerakan NII. Dilain pihak, pemerintah belum mengambil sikap jelas terhadap NII. Sehingga, gerakan NII menjadi semakin besar dan dapat merusak norma agama, norma sosial dan merongrong kedaulatan NKRI dimasa yang akan datang.
Visi dari NCC adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang aman dan damai tanpa ideologi radikalisme berbasis agama serta aliran sesat. Sedangkan misi dari NCC adalah memperkuat dan membangun solidaritas terhadap nasib anak bangsa agar tidak terpengaruh oleh aliran sesat yang dilakukan oleh gerakan NII. Selain itu Misi NCC juga ingin memupuk saling pengertian dan kerja sama antar sesama lembaga yang memiliki kepedulian dan perhatian terhadap upaya penanggulangan aliran sesat yang ada di Indonesia khususnya yang dilakukan oleh NII.