Netizen Indonesia Paling Tak Sopan Se-Asia Tenggara?

Analisa

by Rizka Nurul

Netizen Indonesia kali ini meraih prestasi sebagai netizen paling tak sopan di Asia Tenggara. Hal ini dirilis oleh Microsoft dalam laporan Digital Civility Index (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan di media sosial.

Survey ini dilakukan kepada 16.000 responden di 32 wilayah selama April - Mei 2020. Indonesia menempati angka 76 memburuk 8 poin dari tahun sebelumnya. Survey tersebut mencangkum pengguna dewasa dan remaja berdasarkan interaksi online mereka.

Angka ini berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi. Tiga hal tersebut adalah hoax dan penipuan yang nai 13 poin ke angka 47 persen, ujaran kebencian naik 5 poin ke 27 persen dan diskriminasi naik 2 poin ke 13 persen tahun ini. Pengguna dewasa menjadi pendorong peningkatan ketidaksopanan ini.

Hasil ini terbukti beberapa waktu setelah rilis riset tersebut. Akun Microsoft diserang secara  barbar oleh netizen Indonesia melalui instagram. Microsoft sampai harus menutup kolom komentar akun Instagram mereka. Alih-alih berbenah diri, sejumlah netizen menganggap bahwa Microsoft tidaklah adil dan bahkan mengatakan survey tersebut palsu.

Hal ini menjadi kita semakin miris pasalnya negara tetangga seperti Singapura menempati peringkat ke-4 di dunia sebagai netizen tersopan. Perlu diakui, barbar-nya netizen Indonesia memang tak pantas dilawan. Sejumlah artis Indonesia hingga luar negeri pernah menjadi korban ke-barbar-an netizen +62.

Baru-baru ini kita melihat Nissa Sabyan yang menjadi bulan-bulanan. Ratusan ribu komentar dari yang paling sopan hingga paling menyayat ada di ratusan komentar post terakhir Nissa Sabyan. Bahkan dengan rajin, netizen mencari post Nissa dengan kolom komentar yang terbuka. Padahal kabar yang beredar belum jelas kebenarannya.

Dayana menjadi korban lain yang juga menjadi bulan-bulanan. Ratusan ribu pengikutnya hilang setelah ia mengatakan tak butuh netizen Indonesia. Para pengguna media sosial pun terus menyerangnya dengan Bahasa Indonesia hingga bahasa Rusia hasil terjemahan. Dayana terakhir mengatakan bahwa ia kemungkinan akan menutup akunnya.

Kita juga tak bisa melupakan Han So Hee. Perempuan muda ini berperan sebagai perempuan perebut suami orang lain pada sebuah drama korea The World of Married pada tahun lalu. Kolom komentarnya diserang oleh netizen Indonesia dengan berbagai bahasa seakan Han So Hee berperilaku sama di dunia nyata, padahal semua itu hanya peran dalam drama.

Kebutuhan Literasi Digital Semakin Nyata


Indonesia sebagai negara yang terkesan ramah dan menggunakan adat ketimuran yang sopan dan santun dalam berperilaku dan bertuturkata. Sejumlah nama telah masuk dalam daftar kepolisian bahkan sempat ditahan karena perilaku tak beradab di media sosial. Sejumlah artis pernah juga melaporkan mereka yang menghujatnya.

Ada beberapa faktor mengapa netizen Indonesia tidak sopan dan mudah menghujat di media sosial. Berdasarkan Orami, ada 5 alasan mengapa orang menjadi mudah berperilaku tidak sopan di dunia maya.

1. Kemudahan akses

Media sosial membuat orang mudah dalam mengakses orang lain termasuk dengan hal-hal yang tak ia suka. Jika dulu kita perlu mendatangi seseorang jika ingin melontarkan kata yang tidak baik, maka media sosial memberikan jalan pintas. Padahal kemudahan akses tersebut sepatutnya digunakan sebagai ajang berbagi hal positif.


2. Merasa tak perlu bertanggung jawab

UU ITE sebenarnya mengatur bagaimana seseorang harus bertanggung jawab atas pengunaan di dunia maya. Apalagi saat ini kepolisian sudah memberlakukan polisi virtual. Tapi seringkali kita merasa apa yang dilontarkan tidak perlu dipertanggungjawabkan dan tak ada yang dirugikan. Bahkan jika ada yang tersinggung, netizen Indonesia akan terbiasa berdalih "itu resiko publik figur".

3. Anonim

Ketidakbertanggungjawabnya netizen Indonesia juga terlihat dari banyaknya akun anonym di Indonesia. Apalagi mereka yang menghujat nyaris dipastikan adalah akun anonym tanpa foto, nama tak jelas dan jumlah followers yang tak sebanyak following-nya. Akun ini juga semakin sejahtera setelah beredarnya  buzzer.

4. Rasa Iri

Rasa iri bisa sangat berbahaya bukan hanya untuk yang dihujat, tapi juga yang menghujat. Mereka yang menghujat rentan terkena anxiety atau penyakit psikologis lain.

5. Bentuk pelampiasan yang mudah

Tak jarang orang kecewa akan kehidupan nyata terutama dalam masa pandemic seperti ini. Jika di dunia nyata mungkin ia tak bisa mengeluarkan emosinya, media sosial sering menjadi pelampiasan.

Indonesia membutuhkan literasi digital dalam penggunaan media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sepatutnya tidak hanya menaikkan  bandwith internet, namun juga menyebarkan edukasi kepada masyarakat. Literasi digital sepatutnya dienyam oleh anak-anak sekolah sehingga memahami bagaimana menggunakan media sosial. UU ITE tidak cukup sebagai regulasi karena netizen Indonesia juga butuh edukasi.

 

Komentar

Tulis Komentar