Tanggapi laporan terhadap Din Syamsuddin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas serahkan sepenuhnya pada Inspektorat dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Terutama soal penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik Mantan Pimpinan Muhammadiyah itu sebagai dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Seperti yang diketahui, Gerakan Anti Radikalisme (GAR) yang berisikan 2.075 alumnus ITB, melaporkan Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara pada Oktober tahun 2020. Laporan itu kembali mencuat dan ramai dibicarakan akhir-akhir ini.
Menurut Gus Yaqut, soal dugaan pelanggaran kode etik tersebut, negara telah memiliki regulasi yang jelas untuk mengaturnya. Selain itu, prosedur penyelidikan pun telah diatur secara komprehensif oleh negara, antara lain melalui inspektorat maupun KASN. Karena itu, dia berharap, semua pihak untuk mendudukkan persolan ini dengan proporsional. “Persoalan disiplin, kode etik dan kode perilaku ASN sudah ada ranahnya. Namun, jangan sampai kita secara mudah melabeli Pak Din radikal dan sebagainya,” kata Gus Yaqut di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).
Ketua Umum GP Ansor tersebut meminta semua pihak untuk tidak mudah memberikan label radikal kepada seseorang atau kelompok. Pasalnya, penyematan predikat negatif tanpa dukungan data dan fakta yang memadai akan berpotensi merugikan pihak lain. “Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat persoalan, jangan sampai gegabah menilai seseorang radikal misalnya,” ujar Gus Yaqut.
Stigma atau cap negatif seringkali muncul karena terjadinya sumbatan komunikasi. Oleh karena itu, keterbukaan informasi saat ini penting untuk menciptakan pola komunikasi yang cair dan dua arah. Selain itu, Gus Yaqut melanjutkan, bahwa stigma radikal juga bisa jadi muncul karena seseorang kurang memiliki informasi dan data yang memadai terhadap sikap atau perilaku orang lain. “Dengan asumsi itu, maka klarifikasi atau tabayyun menjadi hal yang tak boleh ditinggalkan dalam kerangka mendapat informasi valid. Dengan model tabayyun ini, maka hakikatnya seseorang atau kelompok juga akan terhindar dari berita palsu atau hal-hal yang bernuansa fitnah,” katanya
Gus Yaqut menghimbau kepada semua pihak agar selalu mengutamakan komunikasi yang baik dan menempuh cara klarifikasi jika terjadi sumbatan masalah. Upaya ini diharapkan dapat mencegah segala polemik berkepanjangan yang merugikan bangsa. Kendati demikian, menurut Gus Yaqut, perataruan perundang-undangan melarang seorang ASN untuk berpolitik.
“Saya tidak setuju jika seseorang langsung dikatakan radikal. Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritik sah-sah saja sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang,” ujar Gus Yaqut.