Beberapa waktu lalu sebuah video sempat viral di dunia maya. Di dalam video tersebut, orang tua siswi di SMKN 2 Kota Padang mempertanyakan aturan seragam sekolah yang mewajibkan anaknya menggunakan jilbab di sekolah. Hal ini menjadi perbincangan, sebab siswi tersebut adalah seorang Non-Muslim. Soal atribut keagamaan ini, kejadian yang relatif hampir mirip terjadi di Bali. Beberapa sekolah di sana melarang para siswinya menggunakan Jilbab.
Guna menghindari kejadian serupa terjadi kembali, maka Pemerintah pada Rabu (3/2/2021) mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri. SKB tersebut mengatur tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi Peserta didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengakui, bahwa selama ini masih banyak sekolah yang tidak sesuai dengan SKB Tiga Menteri tersebut. Menurutnya, agama bukan menjadi justifikasi untuk bersikap tidak adil kepada orang lain yang berbeda keyakinan. Lahirnya SKB itu menjadi upaya untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan di masyarakat.
“Bukan memaksakan supaya sama tapi masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara substantif bukan hanya simbolik. Memaksakan atribut agama tertentu kepada yang berbeda agama, saya kira itu bagian dari pemahaman (agama) yang hanya simbolik, Kita ingin mendorong semua pihak memahami agama secara substantif,” kata Yaqut dalam jumpa pers virtual penandatangan SKB Tiga Menteri itu di Jakarta, Rabu (3/2/2021). .
Lebih lanjut Yaqut menjelaskan, salah satu indikator keberhasilan moderasi beragama terletak pada toleransi, harmonisasi umat beragama melalui perlindungan hak sipil dan hak beragama, serta mengukuhkan kerukunan sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Hal itu sudah tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.
Selain itu, Yaqut yakin keluarnya SKB Tiga Menteri itu bisa memperkokoh sikap toleransi dan menumbuhkan saling kesepahaman antar pemeluk agama. Pasalnya, menurut Yaqut, keluarnya SKB Tiga Menteri ini dilatarbelakangi nilai keagamaan dan keyakinan bahwa agama dan seluruh ajarannya mengajarkan perdamaian, menyelesaikan perbedaan dengan baik, dan saling menghormati. Karena itu, Yaqut berharap SKB Tiga Menteri itu bisa mencegah muculnya konflik yang bersumber dari nilai agama.
“Regulasi ini juga bukan dasar kelompok atau sekolah untuk memaksakan atribut keagamaan tertentu. Melainkan agar masing-masing pemeluk agama saling memahami dan bersikap toleransi,” tegas Yaqut
Lebih lanjut Yaqut juga menjelaskan bahwa SKB ini memberikan Kementerian Agama (Kemenag) wewenang dalam melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah dan/atau sekolah yang bersangkutan. Kemenag juga dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi
“Keputusan Bersama Tiga Menteri ini adalah kiat pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, Kemendagri dan Kemenag untuk terus menerus mengupayakan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk Indonesia yang lebih baik,” jelas Yaqut
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan tiga pertimbangan menyusun SKB ini. Pertama, sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang dianut peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Kedua, sekolah berfungsi untuk membangun wawasan, sikap, dan karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Serta membina dan memperkuat kerukunan antar umat beragama. Kemudian ketiga, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.
“Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” imbuhnya.
Lebih lanjut, di dalam SKB itu disebutkan bahwa Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama tiga puluh hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
“Implikasinya, kalau ada peraturan yang dilaksanakan baik sekolah maupun oleh Pemda yang bertentangan dengan aturan ini, dalam waktu 30 hari maka aturan tersebut harus dicabut,” tegas Mendikbud.
Nadiem menjelaskan, jika terjadi pelanggaran terhahadap aturan di dalam SKB itu maka aka nada sanksi bagi pihak yang melanggar. Salah satu sanksinya menurut Nadiem adalah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Ada sanksi yang jelas bagi pihak yang melanggar,”
Sedangkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan sekolah sejatinya harus membangun sikap dan karakter Peserta didik dan Tenaga Kependidikan untuk menyemai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Sekolah juga harus mengajarkan sikap toleransi dan menjunjung tinggi sikap menghormati perbedaan agama dan budaya.
Mantan Kapolri itu berharap dengan SKB ini Pemda dapat mengambil langkah-langkah sesuai dengan aturan di dalam SKB. Bagi yang tidak sesuai, dia minta untuk segera menyesuaikan karena ada sanksi bagi yang tidak sesuai.
“Kemendagri memberi perhatian penuh terhadap kualitas pendidikan yang berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila agar tercipta karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang menjunjung tinggi toleransi, sikap saling hormat-menghormati di tengah berbagai perbedaan latar belakang dan budaya,” tegas Mantan Kepala BNPT itu,