Peneliti Senior Wahid Foundation Alamsyah Djakfar memberi tiga catatan penting soal Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2021 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Yang Mengarah Pada Terorisme (RAN PE). Catatan ini sebagai refleksi dari keterlibatannya mengadvokasi RAN PE ini sejak awal prosesnya.
Pertama, kebijakan yang tertuang di dalam RAN PE itu menjadi legitimasi bagi masyarakat sipil untuk menjalankan dan mengembangkan program-program pencegahan ekstremisme kekerasan bersama dengan pemerintah. Sehingga dia berharap tidak ada lagi kasus-kasus penolakan pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja sama dengan civil society organization (CSO).
“Kecurigaan terhadap sebagian CSO sebagai antek asing di kalangan pejabat pemerintah juga bisa berkurang. Sebab pada pilar ketiga, Kemitraan dan Kerjasama Internasional, tersedia aturan yang menjamin legitimasi dan pola kerjasama internasional yang terbuka, sehat, serta akuntabel. Kerjasama bisa dari mana saja, Barat atau Timur Tengah,” kata Alam saat menjadi pembicara dalam acara Kenduri Perdamaian yang diselenggarakan AMAN Indonesia dan Working Group on Women and CVE (WGWC) pada Jum’at (29/1).
Kedua, menurut Alam, RAN PE dapat memperkuat tradisi dan mekanisme kolaborasi dan sinergi antara Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil maupun antara masyarakat sipil sendiri sembari tetap menjaga independensi dan sikap kritis. Sehingga dia berharap perpres ini dapat mendorong lahirnya kerangka dan mekanisme sinergi tersebut dengan mempertimbangkan prinsip, nilai, dan cara kerja di antara mereka.
Ketiga, Lebih lanjut Alam menambahkan RAN PE itu dapat meningkatkan usaha pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi kerja Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah (Pemda). Sehingga kritik-kritik atas RAN PE dapat difasilitasi dengan memberi ruang bagi masyarakat sipil terlibat menyusun berbagai “perangkat” pelaksanaan bagi Kementerian/Lembaga dan Pemda. Hal itu diperlukan untuk mencegah berbagai kekhawatiran yang akan menciptakan bias, stigma, dan pertentangan di masyarakat
“Point ketiga RAN PE dapat terus memperkuat CSO mengembangkan berbagai terobosan dan inovasi dalam pencegahan ekstremisme kekerasan dan isu-isu terkait seperti gender, agama, pembangunan wilayah, ketimpangan sosial-ekonomi, intoleransi, dan tata-kelola yang buruk,” pungkas Pengarang Novel Lelaki Laut itu.
Sementara itu Deputi Bidang Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Andhika menyatakan bahwa terbitnya perpres ini merupakan sebuah pencapaian BNPT dan masyarakat sipil. Pencapaian itu didapatkan setelah melewati proses panjang dan memakan waktu 3 tahun untuk pengesahannya. Menurut Andhika, RAN PE adalah sebuah strategi yang komprehensif dengan program yang terkoordinasi. Pelaksanannya tidak hanya ditangan BNPT saja, tetapi juga dilakukan oleh 24 Kementerian dan Lembaga.
Melalui kegiatan Kenduri Perdamaian, Andhika mengharapkan masyarakat terus merapatkan barisan untuk bersinergi dan memberikan dukungan sepenuhnya agar RAN PE ini berhasil dan sukses mewujudkan nilai-nilai kerukunan di tengah keberagaman. Dia juga berharap RAN PE dapat mewujudkan nilai-nilai toleransi di tengah keberagaman, dan di tengah perbedaan suku antar bangsa.
“Sehingga landasan konstitusi yang kita miliki dengan ideologi negara Pancasila dapat kita jadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat,” kata Andhika
Pada kegiatan yang sama, Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah menilai pentingnya Pemerintah pusat dan Pemda untuk memperhatikan buruh migran perempuan yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita di luar negeri. Hal ini penting karena sudah ada beberapa kasus buruh migran yang direkrut oleh kelompok teroris untuk menjadi pelaku aksi teroris.