Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Polisi Listiyo Sigit prabowo menyampaikan bahwa pihaknya akan menggunakan kitab kuning dalam mencegah dan memerangi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Menurut Mantan Kapolda Banten tersebut, pihaknya akan bekerja sama dengan pondok pesantren dalam mengajarkan kitab kuning ke anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Sigit menjelaskan, ide program tersebut berawal dari nasehat Ulama saat dia masih menjabat sebagai Kapolda Banten beberapa waktu lalu. Karena dirasa bagus, akhirnya program tersebut dia bawa ke tingkat Nasional. “Ulama Banten mengusulkan untuk mencegah paparan radikalisme dengan belajar kitab kuning. Waktu itu, kitab kuningnya adalah karangan Syaikh Nawawi al Bantani yang sangat terkenal di dunia,” kata Listyo Sigit Prabowo saat berkunjung ke kantor Pengurur Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) di jalan Kramat Raya Jakarta Pusat Kamis (28/1/2021).
Selain itu, menurut Sigit, pihaknya juga akan merekrut Anggota Polisi yang berasal dari lulusan pesantren. Sehingga ketika sudah kembali ke masyarakat ada kedekatan antara polisi dengan masyarakat. Oleh karena itu, Sigit meminta jajarannya untuk bekerja sama dengan warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin. “Kita sangat senang kalau yang terpilih adalah lulusan dari madrasah. Misalnya anaknya tokoh ketika akan dikembalikan (bertugas) ke masyarakat, maka akan dihormati,” ujarnya.
Sigit yakin banyak program yang dapat dilakukan melalui kerja dengan NU. Terutama program dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Alumni SMA 8 Yogyakarta itu mempersilakan anggota NU berkoordinasi dengan aparat kepolisian di daerah. Dia bahkan mengancam, bagi anggotanya yang tidak mau kerja sama bisa dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
“Terhadap rekan-rekan NU yang ada di wilayah, bahkan sampai di level cabang, kalau ada polisi, kapolsek, kapolres, kapolda yang tidak mau bertemu dengan (warga) NU, berarti tidak menghormati saya sebagai warga Nahdliyin. Di sini ada Pak Kadiv Propam, tinggal dilaporkan saja Pak,” kata Sigit.
Sementara itu Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj menyampaikan bahwa pesantren yang berada di bawah naungan NU bebas dari unsur radikalisme maupun terorisme. Disana tidak ada upaya mengajari santri-santrinya untuk membuat bom seperti yang terjadi di salah satu pesantren di Bima, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu. “22 ribu pesantren kita gak ada satupun yang terlibat terorisme. Karena kita gak ada waktu buat ngajarin bikin bom,” kata tokoh asal Cirebon tersebut.
Selain itu Said Aqil mengapreasi silaturahim dari Kapolri yang baru terpilih tersebut. Namun silaturahim perlu dilanjutkan dengan silatul afkar dan silatul amal. PBNU menurut Said Aqil siap bersinergi dengan Kepolisian dalam mewujudkan negara yang kuat.
Lebih lanjut Said Aqil juga mengapresiasi program Kapolri yang akan menggalakkan kitab kuning untuk membendung narasi kelompok radikal. Menurut Said, hal itu sudah benar karena menggunakan kekuatan budaya. Sebuah negara yang kuat kalau budayanya kuat. “Kita siap bekerja sama. Negara sebesar apa pun kalau tidak punya civil society, kayak Timur Tengah akan mudah hancur. Kita kerjasama dengan kokoh, walaupun sudah kokoh dari atas sampe bawah. Kita tingkatkan dari tingkatan bawah. Oleh karena itu silaturahim ini harus dilanjutkan dengan kerja sama. Kita perkuat kerja sama kita demi merawat, mengawal, menjaga keutuhan, kekuatan NKRI,” tutur Said.
Hal senada disampaikan Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini. Mantan Menteri Era Presiden SBY tersebut menyampaikan bahwa belajar kitab kuning tidak perlu waktu yang lama. Menurut Helmy, yang terpenting Anggota Polisi tahu dan memahami khasanah dan garis besarnya saja. Helmy yakin dari kandungan kitab kuning tersebut membuat para anggota kepolisian tak terpapar paham radikal. “Tapi yang penting polisi ini memahami apa yang disebut sebagai khasanah budaya nusantara. Agar tidak punya paham yang aneh-aneh,” tandasnya