Radikalisasi Online (1)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Tulisan ini saya buat untuk mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya radikalisasi yang makin menggila dengan memanfaatkan internet. Saya juga perlu sampaikan bahwa tulisan ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman pribadi selama berada di tengah-tengah kelompok radikal di masa lalu hingga saat ini, termasuk pengamatan di media sosial mereka.

Apa yang terjadi hari ini sebenarnya merupakan perkembangan dari apa yang terjadi di masa lalu, di mana beberapa di antaranya sudah terprediksi sebelumnya atau minimal sudah ada tanda-tandanya yang kemudian benar-benar terbukti pada hari ini.

Saya termasuk orang yang mendukung ungkapan: “kita harus mempelajari masa lalu untuk mempersiapkan masa depan”, sehingga saya merasa perlu menyampaikan potongan sejarah yang saya ketahui tentang dinamika radikalisasi di Indonesia.

Radikalisasi yang lebih instan itu sebenarnya sudah mulai terjadi sejak tahun 2008-2009 seiring mulai digunakannya internet dalam penyebaran pemikiran berhaluan ‘jihad global’ yang dipelopori oleh Al Qaeda. Aliran pemikiran ‘jihad global’ ini dipelopori dan disebarkan ke seluruh dunia oleh Al Qaeda sebagai bagian dari strategi jangka panjang mereka dalam memerangi Amerika dan sekutunya.

Al Qaeda membutuhkan dukungan dan kehadiran kelompok-kelompok jihad yang baru di seluruh dunia untuk menjadikan jihad sebagai ‘jalan perjuangan’ yang populer di dunia terutama di dunia Islam. Intinya ingin menghidupkan jihad di tengah-tengah umat Islam sedunia. Sebuah tujuan yang bagus dan cukup populer di kalangan aktivis pro jihad.

Saya dan teman-teman termasuk yang terpesona dengan gagasan Al Qaeda ini. Menurut kami ide meng-global-kan jihad itu sangat keren. Kami beramal di tingkat lokal tetapi menjadi bagian dari gerakan jihad global yang diinisiasi oleh Al Qaeda. Maka jadilah setiap arahan dan propaganda Al Qaeda menjadi semacam acuan dalam bersikap dan menentukan langkah.

Tetapi yang namanya strategi itu kan sebuah teori, di mana ketika bertemu dengan kondisi yang tidak sesuai dengan gambaran teori, para pelakunya harus berimprovisasi di tengah jalan. Atau atas dasar untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, maka dibutuhkanlah improvisasi.

Improvisasi inilah yang membuka peluang terjadinya penyimpangan dari arah tujuan dari strategi yang dibuat. Dan kelemahan terbesar konsep jihad global adalah kontrol yang lemah terhadap kelompok-kelompok kecil baru yang muncul dalam rangka mendukung gagasan jihad global itu.

Secara ide dan pola pergerakan mungkin bisa hampir sama, tapi dampak yang kemudian terjadi di masing-masing tempat di mana kelompok-kelompok jihad itu beroperasi tidak mungkin bisa sama. Nah dampak yang terjadi di masing-masing tempat itulah yang kemudian menuntut adanya improvisasi.

Ketika sudah bicara harus menyesuaikan dengan kondisi yang tercipta akibat eksperimen jihad masing-masing kelompok yang beroperasi, kontrol dari Al Qaeda sebagai penggagas strategi menjadi lemah karena bagaimanapun juga mereka tidak tahu kondisi yang dihadapi oleh kelompok jihad tersebut.

Mereka hanya bisa menyarankan atau mengarahkan tetapi akan kesulitan melakukan intervensi. Paling banter ketika kelompok itu sudah kebablasan dalam berimprovisasi, mereka akan menyatakan berlepas diri dari kelompok itu meski awalnya merekalah yang ikut membidani lahirnya kelompok tersebut.

Contoh terbaik dari kasus ini adalah ISIS. Pada awalnya mereka adalah sayap Al Qaeda yang beroperasi di Irak. Tapi di tengah perjalanan mereka banyak berimprovisasi terutama dalam perekrutan anggota dan pengangkatan jajaran petinggi mereka. Hingga masuklah orang-orang berfaham takfiri ekstrim ke dalam kelompok mereka.

Orang-orang berfaham takfiri inilah yang kemudian berperan besar dalam menjadikan ISIS menjadi seperti yang saat ini kita saksikan bersama.

Di Indonesia pun demikian. Awalnya eksperimen jihad yang dilakukan adalah mengikuti tren jihad global yang dilakukan oleh Al Qaeda dengan sasaran Yahudi-Amerika dan sekutunya. Tapi kemudian sedikit demi sedikit bergeser karena keterbatasan kemampuan dan sulitnya kondisi yang dihadapi.

(Bersambung)

ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar