Insider Story: Adakah Hubungan antara Narkoba dan Terorisme? (3-habis)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Jadi, apakah ada hubungan antara narkoba dengan terorisme? Atau hanya adanya kemungkinan bahwa ada peluang titik temu antara narkoba dan terorisme? Lalu mengapa ada ungkapan narco-terorisme? Apa yang sebenarnya terjadi, sampai muncul istilah narco-terorisme itu? Pada tulisan kali ini akan kita tuntaskan bahasan itu.

Dari dua tulisan sebelumnya tentang fenomena orang baik-baik yang bila sedang sial bisa menjadi tersangka kasus narkoba, dan tentang premanisme di dalam bisnis narkoba yang memunculkan peredaran senjata api di kalangan mereka, maka bisa didapat sebuah kesimpulan bahwa:

Pertama, seorang anggota kelompok teroris bisa saja menjadi tersangka atau dikaitkan dengan jaringan narkoba bila secara tidak sengaja pernah berurusan dengan sindikat jaringan narkoba. Misalnya, ada seseorang yang pernah tidak sengaja meminjamkan rekening untuk sarana transfer uang bagi temannya yang ternyata adalah sindikat jaringan peredaran narkoba. Jika temannya yang anggota sindikat narkoba itu tertangkap dan menyebut bahwa dalam transaksi narkoba dipakai adalah rekeningnya, ia bisa jadi akan ikut jadi tersangka. Setelah diperiksa, ternyata ia juga menjadi pendukung ISIS dan menggunakan rekening yang sama untuk penggalangan dana di kelompok pendukung ISIS. Jika itu terjadi maka munculnya tuduhan bahwa teroris juga bermain bisnis narkoba akan memiliki dasar.

Kedua, bila ada terduga teroris yang tidak sengaja membeli senjata pada jaringan pemasok senjata sindikat narkoba, maka jika kemudian dikaitkan dengan jaringan narkoba pun jadi masuk akal.

Hal ini bukan tidak mungkin atau belum pernah dipikirkan oleh kami. Dulu ada salah satu rekrutan kami yang merupakan mantan anggota sindikat jaringan narkoba internasional. Ia berkata kepada kami bahwa ia masih bisa mencarikan senjata api dari jaringan pemasok senjata yang biasa memasok ke sindikat narkoba. Namun karena harganya sangat mahal bagi kami, usulan itu tidak ditindaklanjuti.

Sedikit kisah dari kawan yang mantan anggota sindikat narkoba internasional yang kebetulan ketika jadi DPO sering berkonsultasi dengan saya, bahkan saya beberapa kali datang ke rumahnya yang lumayan jauh dari tempat tinggal saya. Dia menceritakan soal jalur emas penyelundupan senjata dan narkoba dari jaringan internasional. Yang intinya jika dia ada duit dan ada kemauan dia masih bisa menjadi pemain narkoba yang bisa menghasilkan uang dalam waktu singkat. Hanya saja setelah ia telah benar-benar bertobat sejak ia selamat dari kejadian yang seharusnya membuatnya mati namun selamat karena saat itu ada transaksi yang dibatalkan sehingga ia tidak jadi berada di lokasi kejadian.

Meskipun kemungkinan adanya titik temu antara jaringan narkoba dengan jaringan teroris sangat terbuka, tetapi sejauh yang saya ketahui belum pernah sampai terjadi. Maksimal baru sebatas wacana pada kasus rencana pembelian senjata api di kelompok yang pernah saya bantu.

Cerita di Balik Munculnya Istilah Narco-terrorisme

Lalu atas dasar apa munculnya istilah narco-terorisme yang dilontarkan oleh mantan kepala BNPT Ansyaad Mbai pada tahun 2012 itu?

Simak kisah yang sebenarnya terjadi, sebagaimana yang diceritakan oleh pelakunya langsung kepada saya yang kebetulan satu lapas dan bersama saya selama dua tahun lebih. Namanya merupakan satu-satunya nama yang selalu dikaitkan jika menyebut narco-terorisme sejak pertama kali istilah itu muncul hingga hari ini. Dia adalah Fadli Sadama.

Fadli Sadama atau saya biasa memanggilnya bang Fadli adalah terpidana kasus terorisme yang memasok senjata untuk kelompok pelaku perampokan CIMB Niaga Medan pada Agustus 2010. Pernah termasuk narapidana yang kabur dari Lapas Tanjung Gusta sewaktu terjadi kerusuhan hebat pada Juli 2013. Sebelum akhirnya tertangkap lagi di Malaysia pada Desember 2013. Penangkapan di Malaysia itu adalah yang kedua kalinya setelah yang pertama pada Oktober 2010.

Suatu hari saya menanyakan bagaimana ia bisa dua kali ditangkap di Malaysia? Ternyata jawabannya sangat panjang dan akhirnya juga menjawab asal-usul istilah narco-terorisme yang pernah disampaikan oleh pihak kepolisian kepada masyarakat.

“Abang punya tiga paspor dengan tiga nama yang berbeda Rif”, begitu ia mulai ceritanya.

Bang Fadli rupanya memiliki tugas khusus di kelompoknya sebagai orang yang bertanggungjawab dalam pengadaan persenjataan. Ia biasa membeli senjata (jenis pistol) dari Thailand kepada sindikat jual beli senjata di pasar gelap. Dan juga senjata laras panjang ke mantan anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Bagaimana ia bisa mendapatkan koneksi dengan pasar gelap senjata di Thailand dan para mantan anggota GAM itu tidak bisa saya sampaikan di sini.

Saya bertanya, kenapa beli ke pasar gelap senjata bukan ke Filipina Selatan seperti yang pernah saya ketahui?

Menurutnya Filipina Selatan itu jalur yang sudah sangat masyhur di kalangan ikhwan dan aparat keamanan. Sudah cenderung sulit membawa masuknya. Beda dengan Thailand atau Aceh yang masih relatif lebih mudah. Tapi memang harus pakai jalur mafia. Harus bergaul dengan orang-orang di dunia hitam.

Tiga paspor yang berbeda identitas itu biasanya ia gunakan untuk jenis perjalanan yang berbeda. Biasanya jika berangkat ia akan memakai jalur laut atau bahkan katanya ada jalur penyelundup. Ketika sedang berada di wilayah operasinya ia akan memakai salah satu paspor asli tapi palsu (aspal). Nanti ketika mau pulang ia akan menggunakan rute dan jalur yang berbeda serta menggunakan paspor yang berbeda pula. Biasanya untuk pulangnya ia akan menggunakan jalur resmi naik pesawat dengan paspor yang resmi/asli. (Sudah kayak Jason Bourne aja nih, hehe)

Nah ketika ditangkap untuk pertama kalinya di Malaysia di bulan Oktober 2010, dalam pemeriksaan awal tercetuslah sebuah kalimat spontan untuk menjawab pertanyaan interogator. Di mana kalimat itu rupanya menjadi polemik di kemudian hari.

Ketika itu dalam tekanan fisik dan psikis yang luar biasa, interogator masih tidak puas akan jawabannya bahwa ia ke Malaysia hanya dalam rangka menjalankan misi mengumpulkan senjata bagi kelompoknya. Di sisi yang lain ia juga ingin kasus perampokan CIMB Niaga itu tidak dibawa ke ranah kasus terorisme. Agar dianggap hanya kasus kriminal biasa.(Tapi ternyata tidak bisa karena tersangka yang lain mengatakan hal yang membuktikan bahwa itu terkait terorisme). Maka untuk memuaskan interogator yang menanyainya ia menjawab ke Malaysia itu selain urusan cari senjata juga mau berbisnis sabu (narkoba).

Tapi hal itu tidak pernah masuk di BAP karena tidak bisa dibuktikan. Ternyata di kemudian hari, tepatnya di tahun 2012, keterangan tak berdasarnya kepada interogator itu menjadi dasar dari pernyataan Ansyaad Mbai soal narco-terorisme. Dari semua pemberitaan di media massa, menurut bang Fadli yang paling jujur adalah dari kompas.com (lihat di sini). Di situ disebutkan narasinya adalah “polisi menduga” dan “polisi masih belum menemukan barang bukti yang cukup kuat untuk membuktikannya”. Di media yang lain semua sudah menjustifikasi-nya, seakan itu telah terbukti di pengadilan.

Soal hasil interogasi yang tidak masuk BAP itu pun pernah terjadi pada saya. Dalam pemberitaan soal penangkapan saya (lihat di sini), saya disebut merencanakan penyerangan pos-pos polisi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Padahal jawaban itu lahir karena tekanan fisik dan psikis. Dan ternyata memang tidak bisa dibuktikan dalam pemeriksaan lebih lanjut.

Selain itu Bang Fadli juga membantah pemberitaan yang menyebutkan dirinya menjalin bisnis narkoba ketika menjalani pidana di Lapas Tanjung Gusta Medan. Yang benar adalah para pemain narkoba itu mendekat ke dirinya yang dituakan di kelompok teroris agar aman. Di Tanjung Gusta napi teroris sangat disegani.

Lalu ada tuduhan lagi bahwa ia mendalangi kerusuhan di Tanjung Gusta pada Juli 2013. Ia menjawab tuduhan itu bahwa semua saksi yang diperiksa menyebut itu adalah kerusuhan yang spontanitas terjadi. Tidak ada bukti yang kuat. Hanya berdasarkan asumsi segelintir oknum. Tidak ada tuduhan kasus baru pasca ia berhasil ditangkap lagi setelah sempat kabur dari Lapas Tanjung Gusta. Ia hanya menjalankan sisa masa pidananya yang lama.

Epilog

Dari semua tulisan sepanjang tiga episode yang cukup panjang ini, setidaknya Anda jadi mengetahui sedikit dari dinamika di kelompok sindikat narkoba dan dinamika teroris bagian pendanaan dan pengadaan persenjataan. Serta yang paling penting adalah soal asal-usul munculnya istilah narco-terorisme. Semoga bermanfaat.

ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar