Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan Kepolisian agar membawa kasus tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) pada 6 Desember 2020 lalu ke Pengadilan Pidana. Direktur Institut Demokrasi Republikan Subairi Muzakki mendorong Presiden Joko Widodo menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
“Temuan Komnas HAM harus ditindaklunjuti oleh Presiden. Bagaimanapun, Komnas HAM adalah government body yang hasil kerjanya dilandasi oleh Undang-Undang, dan tentunya punya legitimasi kuat. Untuk itu, hasil kerja Komnas HAM jangan sampai berhenti begitu saja, tanpa tindaklanjut yang jelas. Dalam hal ini penting Presiden sebagai kepala negara untuk mendorong agar apapun hasil investigasi Komnas HAM agar ditindaklanjuti,” jelas Subairi Muzakki saat dihubungi Ruangobrol Selasa (12/1/2021)
Selain itu Subairi juga mendesak kepada aparat Kepolisian agar membuka kasus ini selebar-lebarnya. Menurut Subairi, Presiden harus mampu meyakinkan publik bahwa tidak ada yang ditutup-tutupi dan tidak ada yang dilindungi.
Hal ini penting karena ini menyangkut masa depan supremasi hukum dan integritas penegak hukum di negara ini.
“Kasus ini harus dibuka selebar-lebarnya. Jika tidak dibuka lebar-lebar dan ada kesan perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu, khawatir legitimasi hukum dan integritas penegak hukum runtuh, yang dampaknya akan sangat fatal bagi stabilitas sosial politik ke depan,” kata Subairi lagi
Lebih lanjut Subairi menambahkan Temuan Komnas HAM cukup memberikan titik terang. Terutama terkait konstruksi peristiwa kejadian. Pasalnya, dari konstruksi peristiwa itu terkuak bahwa kasus ini harus ditelaah dengan lebih proposional dan tidak memihak. Karena itu dia setuju dengan rekomendasi Komnas HAM yang membawa kasus ini ke Pangadilan Pidana.
“Berdasarkan itu (Temuan Komnas HAM), Tidak bisa dibaca dalam kaitan dukung mendukung, mendukung FPI atau mendukungn Polri. Semua pihak harus mengambil posisi netral, bahwa baik Polri dan FPI tidak sepenuhnya keterangannya salah dan juga tidak sepenuhnya benar. Untuk itu, sebelum kasus ini dibawa ke pengadilan, semua pihak untuk menahan diri untuk memberikan komentar yang bisa memperkeruh suasana,” pungkasnya
Sebelumnya Komnas HAM merekomendasikan Kepolisian agar membawa kasus tewasnya empat anggota FPI pada 6 Desember 2020 lalu ke Penegakan hukum pengadilan pidana. Sebab, tindakan tersebut merupakan pelanggan HAM. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan. Lembaga ini berharap pengungkapan peristiwa kematian 6 (enam) Laskar FPI secara transparan, proses keadilan yang profesional dan kredibel.
“Terkait peristiwa Km 50 terhadap empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari Peristiwa Pelanggaran HAM. Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap ke 4 anggota Laskar FPI,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam siaran pers Jumat (8/1).
Selain itu menurut Choirul Anam, timnya juga merekomendasikan agar juga mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil avanza hitam B 1739 PWQ dan avanza silver B 1278 KJD. Pasalnya kedua kendaraan tersebut menurut Komnas HAM juga terlibat dalam operasi penguntitan terhadap FPI.
Rekomendasi selanjutnya, Kepolisian diminta untuk mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI yang digunakan saat kontak antara Laskar FPI dan Polisi di Karawang. Menurut Khoirul Anam, berdasarkan keterangan Ahli dari PT Pindad besar kemungkinan senjata tersebut merupakan senjata rakitan.
“Kita juga merekomendasikan proses penegakan hukum, akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia,” kata Choirul Anam
Lebih lanjut Choirul Anam menjelaskan rekomedasi itu berdasarkan peninjauan langsung ke lokasi peristiwa, Karawang, pada 8 Desember 2020. Selain itu Komnas HAM sebelumnya telah membentuk tim penyelidikan sesuai mandat Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sejak 7 Desember 2020.
Menurut Choirul Anam dalam penyelidikan tersebut pihaknya menemukan beberapa benda yang diduga sebagai bagian peristiwa tersebut. Di antaranya tujuh buah proyektil, tiga buah slongsong, bagian peluru, pecahan mobil, dan benda lain dari bagian mobil seperti baut.
Selain itu Komnas HAM juga memperoleh barang bukti dari kepolisian antara lain Sejumlah powerpoint yang menjelaskan peristiwa (Inafis, labfor, kedokteran, siber) disertai dengan foto. Selain itu juga ada barang bukti voice note yang diperoleh dari handphone korban sejumlah 172 rekaman dan 191 transkripnya.
Sementara dari Jasa Marga, Komnas HAM memperoleh barang bukti berupa video yang merekam jalan tol dan pintu gerbang keluar masuk. Video tersebut berjumlah 9.942 rekaman. Ada juga screen capture dari smart cctv speed-counting/speed-cam sejumlah 137.548 foto. Barang bukti yang ditemukan tersebut di kumpulkan dari beberapa tempat di Kabupaten Karawang.
Selain itu Komnas HAM juga meminta keterangan terhadap sejumlah pihak, antara lain kepolisian, siber, Inafis, dan petugas kepolisian yang bertugas, hingga pengurus FPI. Selain itu Komnas HAM juga menghadirkan saksi mata dan saksi Ahli dari Forensik Kodekteran, Saksi Ahli dari Psikologi, hingga saksi senjata dari Pindad.
Berdasarkan Hasil penyelidikan Komnas HAM menilai polisi telah melakukan pengintaian terhadap aktivitas Habib Rizieq Shihab. Pengintaian itu adalah bagian dari proses penyelidikan terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat tugas terhadap sejumlah anggota Direskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 05 Desember 2020, untuk melakukan pembuntutan terkait keberadaan Habib Rizieq.
Komnas HAM juga menemukan bahwa dua mobil FPI punya kesempatan untuk menjauh dari kejaran Petugas Polisi. Namun menurut Chairul kesempatan tersebut tidak diambil oleh Anggota Laskar FPI. Mereka malah menunggu mobil petugas. Sehingga akibatnya mereka bertemu kembali dengan mobil petugas yang mengejar mereka.
“Terdapat konteks kesempatan untuk menjauh oleh mobil FPI dari mobil petugas, namun malah mengambil tindakan menunggu mobil petugas,” jelas Anam
Kemudian Anam juga membenarkan adanya polisi dan TNI bersenjata lengkap pada tanggal 6-7 Desember 2020 di sejumlah titik, seperti gerbang tol, rest area dan jembatan penyeberangan dan sejumlah titik sepanjang Tol Jakarta-Cikampek. Namun berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, adanya konsentrasi petugas bersenjata lengkap itu karena proses pengawalan terhadap iringan rombongan pembawa vaksin Covid-19 dari Bandara Soekarno Hatta menuju Bio Farma Bandung.
Terkait dugaan penganiayaan terhadap korban tewas, Komnas HAM berkesimpulan hal itu tidaklah benar. Ahli Forensik menilai terdapat luka akibat tembakan pada 6 jenazah tersebut sebanyak 18 luka tembak. Selain itu juga terdapat luka jahitan akibat tindakan otopsi.
“Beberapa foto yang menunjukkan luka selain luka tembak dan jahitan akibat otopsi tersebut,bukan akibat dari tindakan kekerasan, termasuk informasi akibat pembakaran, namun karena konsekuensi dari waktu dan kondisi tubuh jenazah,” jelas Anam
Menanggapi rekomendasi Komnas HAM terkait kasus tewasnya enam Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek itu Kepolisian langsung membentuk Tim. Pembentukan tim merupakan perintah langsung dari Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz.
Kadiv Humas Polri Argo Yuwono mengungkapkan tim yang dibentuk itu terdiri dari Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri dan Divisi Propam Polri. Tim tersebut ditugaskan untuk menyelidiki temuan Komnas HAM soal dugaan pelanggaran HAM anggota polisi kepada enam Laskar FPI. “Kapolri Jenderal Idham Azis sudah merespon dengan menginstruksikan membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti temuan dari Komnas HAM,” kata Argo