Media sosial memang tidak selamanya membawa dampak negatif, sebab lagi-lagi hal itu berpulang pada penggunanya. Misalnya saja, baru-baru ini terjadi sebuah kasus di Lamongan.
Peristiwa ini bermula ketika pelaku, sebut saja Paijo, yang diketahui merupakan pemilik usaha distro atau toko pakaian hendak mencari pemeran model untuk pakaian dagangannya. Informasi ini pun kemudian ia bagikan melalui akun Facebook miliknya. Tentu saja, tidak lupa dengan melampirkan syarat usia plus penampilan menarik tentunya. Strategi marketing, demikian kata kebanyakan orang.
Benar saja, tidak lama setelah diposting, beberapa remaja perempuan tanggung datang ke distro milik Paijo mendaftarkan diri. Tidak hanya lewat sosial media, Paijo juga mendekati beberapa gadis muda yang kebetulan menjadi pelanggan distronya. Insting binatangnya memang liar, jadilah Paijo hanya memilih para gadis yang cantik-cantik dan sedap dilihat mata. Jika dianggap kurang menarik, ia tolak mentah-mentah.
Rata-rata, para gadis ini diiming-imingi sejumlah uang untuk setiap sesi pemotretan dan juga diskon untuk setiap pembelian baju di toko tersebut.
Namun dasar Paijo otak isi terasi, para remaja polos ini justru habis dikadalinya. Bermodal rayuan sebagai model untuk pakaian, ia melancarkan aksinya untuk bertindak asusila. Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Peribahasa ini agaknya tepat sekali untuk menggambarkan aksi Paijo, si lelaki otak terasi.
Mula-mula, para gadis belia ini didata dan dimintai nomor kontaknya. Biar tidak ada penumpukan atau antrian, maka oleh Paijo, masing-masing diberikan jadwal untuk hari dan jamnya secara berbeda, dan nantinya akan diinfokan melalui nomor pribadi. Padahal, itu hanya modus agar dirinya punya banyak kesempatan dan bisa melancarkan aksinya saat kondisi sedang sepi.
Saat toko sedang sepi, Paijo mulai menghubungi nomor kontak para gadis belia ini dan menyaring siapa saja yang bersedia.
Karena sejak semula akadnya hanya pemotretan sebagai model pakaian, maka tidak ada satu pun dari mereka yang merasa curiga. Tiba di lokasi, para gadis ini disodorkan pakaian yang hendak diambil gambar dan meminta untuk mengganti pakaian di ruang fitting.
Selesai pengambilan gambar, Paijo yang merangkap sebagai fotografer ini, diam-diam masuk ke ruang fitting saat gadis-gadis tersebut hendak mengganti pakaian. Ia lalu merangkul dari belakang sambil meraba-raba bagian tubuh vital. Rupanya, aksi cabul yang dilakukan Paijo ini sudah terjadi berulang-ulang dengan modus yang sama.
Paijo merasa di atas angin sebab tidak ada satu pun dari para korbannya ini yang berani bersuara. Barangkali, citra aparat penegak hukum di daerah yang dipandang memble membuat para gadis tak berdosa ini enggan untuk melaporkan ke pihak berwajib. Selain rasa malu, berhadapan dengan birokrasi yang ruwet membuat mereka enggan bersuara. Apalagi tidak ada barang bukti, maka apa yang perlu dilaporkan?
Hingga suatu saat, Anjani (nama samaran) salah satu gadis yang menjadi korban Paijo memberanikan diri untuk menuliskan pengalaman pahitnya dan membagikannya di halaman Facebook miliknya. Siapa sangka, keadilan rupanya berhasil menemukan jalannya sendiri. Postingannya viral, bahkan dibagikan oleh ratusan pengguna media sosial.
Netizen sosmed geram, masyarakat di lapangan bergerak. Distro Paijo yang terletak di kawasan pesisir utara Lamongan ini digeruduk massa. Sial bagi Paijo, ia tidak bisa mengelak. Pada Selasa (13/10), Paijo akhirnya digelandang ke Polsek Paciran sebelum akhirnya dibawa ke Polres Lamongan.
“Awalnya, saya melihatkan hasil foto. Lalu, si model-model itu payudaranya menempel ke tangan saya. Dan akhirnya saya khilaf,” ujar Paijo saat di Mapolres Lamongan.
Sementara itu, Kapolres Lamongan, AKBP. Harun menyebutkan, jumlah korban asusila yang dilakukan oleh Paijo diketahui sebanyak 16 orang. Dan 7 orang diantaranya sudah dimintai keterangan. Sudah 16 orang menjadi korban, sementara Paijo mengatakan itu karena dirinya khilaf. Khilaf? Lambemu, Jo.
“Kita sangkakan Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 82 ayat 1, dan juga terkait pencabulannya kita sangkakan Pasal 289 Jo 65 dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun untuk KUHP-nya. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” pungkas Harun seperti dikutip kanal media Teras Jatim, Rabu (14/10).