Untuk menjawab pertanyaan di akhir tulisan yang lalu, apa hubungannya penggalangan dana melalui ribuan kotak infak di minimarket-minimarket dengan penemuan senjata rakitan dalam bunker yang –katanya– dibuat oleh Upik Lawanga sejak Agustus 2020 yang lalu, saya harus menjelaskannya agak panjang.
Pertama soal pola pendanaan di dalam Jamaah Islamiyah (JI). Sumber pendanaan JI itu setahu saya hanya ada dua jenis, yaitu dari infak dan dari hasil usaha aset-aset produktif JI. Terungkapnya aset JI berupa kebun sawit dan kebun coklat itu hanya sebagian saja. Fenomena penggalangan dana melalui kotak infak di minimarket-minimarket dan warung-warung itu adalah salah satu upaya mengumpulkan infak dari luar anggota/simpatisan JI.
Yayasan yang menjadi pengumpul infak itu terdaftar resmi di Kemenag, Kemenkumham, dan Baznas. Tidak ada yang salah dengan yayasan itu. Polisi pun pasti butuh waktu yang tidak sedikit untuk membuktikan adanya aliran dana untuk kepentingan di luar kegiatan sosial yang diampu yayasan tersebut.
Kedua, soal bagaimana penggunaan dana di dalam Jamaah Islamiyah. Setahu saya dana yang diperoleh dari umat Islam di luar anggota/simpatisan JI akan digunakan sesuai dengan amanah dari umat. JI tidak akan berkhianat. Misalnya dana untuk kepentingan dakwah dan sosial tidak akan digunakan untuk kegiatan berbau askari (militer). Yang akan digunakan untuk kepentingan askari adalah dana yang diperoleh dari infak para anggota/simpatisan JI atau dari hasil usaha aset-aset JI.
Pembentukan yayasan yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan adalah salah satu cara mengurangi beban bagian pendanaan JI. Jika mengandalkan infak dari anggota/simpatisan saja untuk membiayai bidang dakwah dan bidang askari maka itu akan berat sekali. Maka untuk kegiatan yang legal seperti pendidikan dan kegiatan sosial mereka punya divisi pendanaan sendiri.
Ketiga, mengapa para pengurus yayasan pengelola infak dari ribuan kotak amal itu ditangkap aparat kepolisian? Menurut saya sebagai mantan binaan JI, setidaknya ada dua kemungkinan penyebabnya, yaitu :
Kemungkinan pertama, sebagian dana itu digunakan untuk kegiatan sosial yang bersinggungan dengan orang-orang di bagian askari. Misalnya membiayai pendidikan dan subsidi finansial keluarga DPO atau anggota bidang askari.
Atau kemungkinan yang kedua adalah, para pengurus yayasan itu juga merangkap mengelola keuangan JI secara umum, tidak hanya yang untuk urusan pendidikan dan sosial saja. Sehingga dianggap mengetahui aliran dana JI selama ini.
Keempat, soal penemuan senjata rakitan di dalam bunker. Apakah JI sudah merencanakan serangan teror dalam waktu dekat ini?
Saya rasa tidak. Mereka hanya akan melakukan kegiatan i’dad. Tapi tidak akan menyerang atau melakukan tindakan teror. JI sudah belajar dari kesalahan di masa lalu. Aksi kekerasan hanya akan semakin menyulitkan perkembangan gerakan mereka. Namun untuk urusan i’dad (persiapan) itu tetap harus dilaksanakan. Persoalan i’dad inilah yang selalu berbenturan dengan aparat penegak hukum.
Jadi menurut saya, hubungan penggalangan dana melalui ribuan kotak infak di minimarket-minimarket dengan penemuan senjata rakitan dalam bunker adalah karena pengurus yayasan pengelola infak itu dianggap mengetahui aliran dana JI yang salah satunya mengarah pada kelompok Lampung yang menyimpan Upik Lawanga dan Zulkarnaen selama ini. Bukan karena JI sedang mengumpulkan dana untuk merencanakan aksi teror. Paling banter mereka hanya akan melakukan i’dad.
FOTO: Dok. Polri