Islamic State of Irak and Syria (ISIS) menguasai wilayah Irak dan Suriah karena menganggapnya tak bertuan. Hal itu karena kedua negara ini dalam kondisi chaos, tidak stabil dan dilanda perang sipil. Apa yang dilakukan ISIS sejatinya pernah dituliskan oleh Syekh Abu Bakar Najih dalam tulisan 112 halaman berjudul Idarah Al-Tawakhusy atau yang diterjemahkan oleh William Kantz sebagai Management of Savagery.
Syekh Abu Bakar Najih dimungkinkan bukanlah nama asli. Ada yang mengatatakan konon itu adalah Syekh Muhammad Khalil, ahli strategi Al-Qaida dari negeri Kan’an, Mesir. Ada juga yang mengatakan itu adalah Saiful Adl, mantan intelijen Mesir yang bergabung dengan mujahidin.
Management of Savagery sendiri diartikan sebagai sebuah sistem untuk menyediakan sandang, pangan, dan keamanan, kepada masyarakat di sebuah daerah yang tak bertuan yang dilakukan oleh sebuah komunitas kecil dengan senjata guna melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan luar dan liar. Definisi ini mensyaratkan beberapa keadaan yaitu adanya komunitas kecil, Manhaj/ideologi, senjata/peralatan perang, wilayah/teritorial dan situasi “huru hara” atau kekacauan luar biasa atau adanya konflik sosial yang mendukung.
Booklet tersebut menekankan bahwa situasi kekacauan merupakan syarat utama diterapkan situasi ini. Pasalnya, kekacauan akan memberikan kelompok kesempatan untuk membuat program bagi masyarakat yang terdampak perpecahan. Inisiatif-inisiatif baru akan direspon dengan baik terutama jika mengedepankan kesiapsiagaan karena persenjataan dan kekuatan yang dimiliki.
Namun, Conflict area sering kali menjadi sebuah wilayah yang tak bertuan di mana banyak kepentingan politik yang bermain. Bahkan tidak sedikit wilayah konflik sangat berpotensi untuk melahirkan pribadi-pribadi yang kurang bersahabat. Akhirnya, inisiatif ini bisa jadi diterima bukan sebagai solusi jangka panjang namun jalan pintas atas keputusasaan.
Dalam beberapa artikel milik pendukung ISIS, mereka mengakui bahwa mereka menggunakan metode ini. Meskipun sebenarnya metode ini tidaklah tepat diterapkan di wilayah yang dikuasainya. Raqqa bukanlah wilayah tak bertuan namun justru wilayah yang telah dikuasai oleh suku Kurdi. Perebutan kekuasaan antara Kurdi dan pemerintah Suriah tak membuat Raqqa dalam keadaan kacau.
Kedatangan ISIS di Raqqa memang awalnya terlihat seperti harapan baru bagi wilayah yang kehilangan kontrol pemerintah pusat. ISIS menegnalkan ideologi, memamerkan persenjataan mereka melalui pawai di tengah kota dan merebut simpati masyarakat. Raqqa yang dilanda kebingungan menerima dengan lapang sambil berpikir “yang penting beres“. Seperti yang disebutkan, ini merupakan bagian dari jalan cepat atas keputusasaan masyarakat akan konflik yang berkepanjangan.
Faktanya dalam tahun awal saja, kekerasan meningkat dalam beberapa bulan. Alih-alih idarah Al-Tawakhusy jadi solusi, justru metode ini membuat masalah baru di wilayah konflik.