Menteri Sosial (Mensos) Republik Indonesia Juliari Batubara ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) Covid-19. Bantuan yang notabenya merupakan dana penanggulangan bencana. Penetapan tersangka ini dilakukan menyusul operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu (5/12/2020).
Pada hari yang sama di waktu dan tempat berbeda, Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri, Irjen Pol Marthinus Hukom, menjadi salah satu pemateri pada webinar yang digelar Universitas Airlangga (Unair) bertema “Pergulatan Psikologis dan Sosial Mereka yang Terjebak dalam Jaringan Terorisme”.
Pada paparannya, Kadensus menjelaskan ada berbagai faktor yang memicu terorisme. Isu korupsi salah satunya.
Secara umum, ketika itu Kadensus memaparkan ada 3 isu yang bisa memicu terorisme. Pertama adalah isu global, di antaranya tentang Arab Spring: Mesir dan Suriah, konflik Palestina versus Israel, konflik Afghanistan, Pakistan dan India, aksi teror terkini di berbagai negara, perkembangan teknologi informatika hingga perang dagang Cina dan Amerika.
Kedua adalah isu regional, seperti kasus Rohingnya Myanmar, kasus Filipina selatan hingga konflik Thailand selatan.
Pemicu terorisme ketiga adalah isu nasional, seperti; isu ketidakadilan yang terjadi mulai dari konflik vertikal, horizontal, hingga konflik perebutan hak-hak tanah dan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan), isu intoleransi.
“Isu nasional lainnya adalah korupsi di kalangan pejabat pemerintahan maupun tokoh-tokoh politik,” kata Kadensus.
Jenderal polisi dua bintang itu juga menegaskan, semua agama tidak terlepas dari paham-paham radikal, semua agama juga punya tendensi atau kecenderungan pengikutnya melakukan aksi teror. Kadensus menyampaikan terorisme tidak melulu dikaitkan dengan satu agama saja.
Pada paparannya, Kadensus juga mengemukakan bahwa imajinasi kehidupan atau peradaban yang ideal kerap mendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan teror.
“Setiap peradaan ada kejayaannya atau masa idealnya,” kata Marthinus.
Selain pemicu-pemicu itu, Kadensus menegaskan terorisme tak telepas dari konteks pada saat itu. Ini juga berhubungan dengan konten-konten propagandanya.
“Misalnya, sekarang saat pandemi (Covid-19), ekonomi sulit. Pesan-pesan propaganda (konten) sekarang masif di media sosial,” sambung Marthinus.
Sementara itu, pada webinar yang diikuti lebih dari 100 peserta itu, Noor Huda Ismail, juga memaparkan ada berbagai sebab orang tergelincir terorisme.
“Fashion juga bisa jadi pintu masuknya,” tegas Huda yang juga jadi pemateri pada webinar itu.
Direktur Identifikasi dan Sosialisasi (Idensos) Densus 88, Shodiq, mengemukakan saat ini ada lebih dari 400 orang tersangkut terorisme di Indonesia dengan status masih proses hukum, sementara lebih dari 400 orang sudah bertatus narapidana terorisme (napiter) tersebar di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) se-Indonesia.
“Jadi ada 900 sekian orang yang masih di dalam (penjara karena terorisme),” ungkapnya.
foto: ruangobrol.id/eka setiawan
Paparan Kadensus 88 Irjen Pol Marthinus Hukom saat webinar yang digelar Universitas Airlangga (Unair) bertema “Pergulatan Psikologis dan Sosial Mereka yang Terjebak dalam Jaringan Terorisme”, Sabtu 5 Desember 2020